RENUNGAN HARIAN
RENUNGAN SELASA
Bacaan: LUKAS 19:1-10
Bacaan Setahun: Mazmur 26-31
Nas: Namun, Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan, "Tuhan, lihatlah, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." (Lukas 19:8)
Tuan atau Hamba?
Ada seorang pria yang sangat kaya. Sayang, ia juga sangat kikir. Ia enggan bederma dan menolak setiap dimintai sumbangan. Suatu hari pria itu berubah murah hati. Bahkan ia kerap memberi makan anak-anak jalanan. Orang-orang penasaran dengan perubahan sikapnya. Mereka pun menanyakan alasannya. "Sederhana, " jawab pria itu, "dahulu uang adalah tuanku, tetapi sekarang aku menjadikannya hambaku."
Ada perbedaan besar antara posisi tuan dan hamba. Tuan bebas memerintah, sementara hamba tunduk pada perintah. Ketika kita menjadikan uang sebagai yang utama, uang akan menjadi tuan. Tanpa sadar kita diperintah untuk memperbanyak dan memperbanyaknya lagi. Tidak heran kita menjadi sangat kikir. Namun, jika menurut kita uang bukanlah yang utama, uang akan menjadi hamba. Bebaslah kita memerintah ke mana uang pergi. Alhasil, kita menjadi murah hati. Awalnya, Zakheus, si kepala pemungut cukai, menjadikan uang sebagai tuannya. Demi memperbanyak uang dalam perbendaharaannya, ia memeras orang lain. Sesudah berjumpa Yesus, lengserlah posisi uang sebagai tuan. Posisi itu Zakheus alihkan kepada Yesus. Uang turun takhta, lalu menjadi hamba. Maka Zakheus dapat mendeklarasikan dua keputusan mengagumkan. Ia mau memberi setengah harta miliknya kepada orang miskin. Lalu, apabila ada orang diperasnya, ia bersedia mengembalikan empat kali lipat.
Tuan atau hamba, manakah posisi uang bagi kita? Cara mengujinya sederhana. Murah hatikah kita atau sangat kikir? Senangkah kita bederma atau justru enggan? Jika selama ini uang menjadi tuan, segera lengserkan posisinya. Tuan kita ialah Allah, bukan uang (mamon). Jadikan uang hanya sebagai hamba. Tidak hanya ingin mendapat uang, mari bersedia membagi kepada orang yang membutuhkan! --LIN/www.renunganharian.net
* * *
KEMURAHAN HATI ADALAH CIRI ORANG-ORANG YANG TEPAT
MENJADIKAN UANG SEBAGAI HAMBANYA.
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: 1 RAJA-RAJA 18:1-15
Bacaan Setahun: Mazmur 32-35
Nas: Ahab memanggil Obaja yang menjadi kepala istana. Obaja itu seorang yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan. (1 Raja-raja 18:3)
Terbaik Dalam Pekerjaan
Kita mau menjadi yang terbaik dalam apa pun yang kita lakukan, salah satunya dalam pekerjaan. Namun, hanya sedikit orang yang mau melakukan apa-apa yang dibutuhkan untuk menjadi yang terbaik. Kita sebagai orang beriman harus memakai keahlian kita dalam apa pun pekerjaan yang Tuhan percayakan. Entah tuan kita takut akan Tuhan atau tidak takut akan Tuhan, kita harus bekerja sebaik mungkin dan menjadi yang terbaik.
Alkitab mencatat Yusuf bekerja di rumah Potifar dan akhirnya menjadi mangkubumi Mesir. Daniel, Hananya, Misael, dan Azarya bekerja untuk Nebukadnezar, raja Babel. Nehemia bekerja sebagai juru minuman Raja Artahsasta. Obaja bekerja sebagai kepala istana Raja Ahab. Kesamaan mereka adalah hidup dalam takut akan Tuhan, mereka menjadi yang terbaik dalam pekerjaannya, dan tuan mereka tidak takut akan Tuhan. Obaja orang kepercayaan Ahab dan Izebel karena Obaja cakap dalam pekerjaannya. Tidak gampang bagi Obaja menyembunyikan seratus nabi Tuhan, secara teratur mencukupi kebutuhan mereka di tengah kondisi kelaparan berat, tapi Obaja sanggup. Untuk urusan mencari rumput (ay. 5), Ahab percaya kepadanya.
Salah satu bukti kita beriman kepada Tuhan adalah berusaha menjadi yang terbaik dalam pekerjaan, siapa pun tuan kita. Gaji kecil, tuan kita kejam, beban kerja berat, bukanlah alasan untuk bekerja minimal. Sekali pun pekerjaan kita dianggap rendah oleh banyak orang, tetaplah kerjakan sebaik mungkin. Muliakan nama Tuhan melalui segala upaya terbaik yang kita lakukan saat bekerja. --RTG/www.renunganharian.net
* * *
ORANG BERIMAN HARUS MEMAKAI KEAHLIANNYA
SEBAIK MUNGKIN DALAM PEKERJAANNYA.
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: EFESUS 4:17-32
Bacaan Setahun: Mazmur 36-39
Nas: Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan dengan serakah mengerjakan segala macam perbuatan cemar. (Efesus 4:19)
Perasaan yang Tumpul
Dalam menjalani kehidupan ini, kita mungkin pernah mendengar orang berkata, "Sungguh orang itu seperti tak punya perasaan!" Biasanya ungkapan itu ditujukan kepada orang yang dianggap mengucapkan atau melakukan sesuatu yang melukai perasaan orang lain atau mengakibatkan kerugian dan penderitaan bagi sesamanya. Nah, berbicara soal tindakan yang melukai perasaan, bagaimana seharusnya orang percaya menjalani hidup dengan mengacu pada firman Allah?
Nas renungan hari ini menyebutkan adanya perasaan manusia yang tumpul, yang ditunjukkan oleh mereka yang hidup tidak mengenal Allah (ay. 17). Tanda dari perasaan yang tumpul itu sedikitnya ada dua, Pertama, mereka akan menyerahkan diri kepada hawa nafsu. Apa pun yang mereka kerjakan, fokusnya hanyalah untuk memenuhi hawa nafsu, yang tentu bertentangan dengan firman Allah. Kedua, mereka mengerjakan segala macam bentuk kecemaran hidup dengan serakah-bisa diartikan di luar batas kewajaran. Mampukah kita selaku orang percaya menjauhkan diri dari keadaan ini, sebagai tanda bahwa kita tidak mengalami perasaan yang tumpul?
Tentu saja bisa, ketika kita dapat menerapkan tiga perkara ini: belajar mengenal Kristus, dibaharui dalam roh dan pikiran, serta belajar hidup sebagai manusia baru (ay. 20-24). Nah, sebelum mengakhiri renungan ini, mari adakan evaluasi singkat dengan menanyakan dua perkara ini: "Apakah hidup saya sedang dikuasai hawa nafsu? Apakah saya sedang mengerjakan kecemaran hidup?" Jika ya, ini waktunya untuk berbenah diri dan berubah. --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
ALLAH MENEBUS KITA BUKAN UNTUK MENJALANI HIDUP
DENGAN DIKUASAI HAWA NAFSU DAN KECEMARAN.
* * *
Bacaan: 2 RAJA-RAJA 20
Bacaan Setahun: Mazmur 40-45
Nas: Jawab Hizkia kepada Yesaya, "Sungguh baik firman Tuhan yang engkau ucapkan itu!" Namun, pikirnya, "Asal ada damai dan keamanan seumur hidupku!" (2 Raja-raja 20:19)
Runtuh karena Ambisi
Hizkia mendapat takhta kerajaan Israel di usia yang terbilang muda, 25 tahun. Ia "berperilaku" baik dibanding dengan raja-raja yang pernah memerintah sebelumnya. Ia takut akan Tuhan dan berusaha membawa umat Israel kembali hidup di jalan Tuhan. Ia melakukan banyak pembaruan radikal dan menghidupkan kembali berbagai perayaan yang bertahun-tahun terlupakan. Sungguh sebuah catatan kehidupan yang menakjubkan, bukan?
Hingga suatu ketika Hizkia sakit keras dan ia dinubuatkan akan mati. Ia pun berseru-seru kepada Tuhan memohon belas kasihan-Nya. Doanya dijawab. Tuhan menyembuhkannya, menambah masa hidupnya 15 tahun lagi. Pengalaman rohani yang mengagumkan, bukan? Selama 15 tahun itu pula Tuhan membuat kerajaannya begitu kuat dan disegani. Sayang, semua ini membuat Hizkia berubah tinggi hati. Tujuan hidupnya tidak lagi memuliakan Tuhan, sebaliknya mencari pujian bagi dirinya sendiri. Ia lupa diri bahwa semua pencapaiannya adalah berasal dari Tuhan semata.
Hati manusia memang rentan berubah karena sebuah situasi. Ketika dalam situasi tertekan, ia tampak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Hatinya dilimpahi sukacita besar karena semua pertolongan dan berkat Tuhan. Namun, betapa sulitnya menjaga hati tetap murni. Jika tidak waspada, hati lambat laun berubah. Jika tidak waspada, hati mudah terbuai oleh pujian orang-orang di sekitarnya. Jika sudah demikian, ia pun mulai lupa diri dan lupa kepada Tuhan. Semua pencapaian yang diperolehnya pun diakui sebagai usaha pribadi dan bukan lagi karena berkat dari Tuhan. Dari lupa diri ia menjadi keras hati. Setiap teguran firman Tuhan yang berusaha mengingatkannya pun tidak lagi dihormatinya. Jika sudah begini, ia tak lama lagi pasti direndahkan. --SYS/www.renunganharian.net
* * *
HATI YANG TULUS MUDAH BERUBAH ANGKUH OLEH GODAAN PUJIAN,
KARENA ITU PERLU KEWASPADAAN UNTUK MENJAGANYA.
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: EFESUS 1:3-14
Bacaan Setahun: Mazmur 46-50
Nas: Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga. (Efesus 1:3)
Berkat Rohani
Seorang remaja berkisah, "Aku melihat beberapa lembar uang jatuh dari saku seorang pria di parkiran. Awalnya, terbayang jajan gratis. Tapi akhirnya aku kembalikan. Siapa tahu dapat imbalan. Eh, kosong! Beberapa hari kemudian aku masih berharap ada keberuntungan. Katanya perbuatan baik pasti ada upahnya. Eh, kosong lagi. Tapi sekarang aku sadar. Berbuat baik mesti rela dan tanpa pamrih. Lagi pula, dengan mengembalikan uang itu aku sudah menerima berkat rohani, yang nilainya jauh lebih besar: Tuhan sudah menghindarkan aku dari dosa."
Paulus mengawali suratnya dengan ucapan syukur dan pujian. Padahal, sekalipun tekun dan setia melayani Tuhan, ia mengalami banyak penderitaan. Tetap bekerja dengan membuat tenda. Berulang kali dipenjara. Hidup selibat, tidak berkeluarga. Bahkan, Paulus juga mati martir. Bagi sebagian orang, semua yang dialami Paulus cukup menjadi dasar untuk menyebutnya tidak diberkati.
Namun, Paulus merasakan keuntungan besar dan berharga dengan hidup bersama Tuhan. Dipilih sebelum dunia dijadikan. Diangkat menjadi anak-anak Allah. Beroleh pemeliharaan Tuhan, pengampunan dosa, dan penebusan melalui darah Kristus. Menerima hikmat dan pengertian dalam melaksanakan kehendak-Nya. Lagi pula, Allah memeteraikannya dengan Roh Kudus, sebagai jaminan bahwa ia akan menerima semua yang telah dijanjikan-Nya. Semuanya merupakan berkat rohani yang lebih istimewa dibanding keuntungan sementara berkat jasmani. Karena itu, Paulus mengucap syukur. Adakah Anda bersyukur karena berkat rohani? --EBL/www.renunganharian.net
* * *
JPA VISION 2024 : " UNLIMITED LOVE " ( KASIH TANPA BATAS ) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar