RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: 2 Tawarikh 6-8
Nas: Adanya saja perkara di antara kamu yang seorang terhadap yang lain telah merupakan kekalahan bagi kamu. Mengapa kamu tidak lebih suka menderita ketidakadilan? Mengapa kamu tidak lebih suka dirugikan? (1 Korintus 6:7)
Rela Dirugikan
Pengikut Kristus tidak otomatis terhindar dari beragam persoalan. Perkumpulan orang percaya tidak kebal dengan konflik. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat menimbulkan perpecahan, sakit hati, permusuhan, kebencian, dan berbagai dampak buruk lainnya. Ketika tidak diselesaikan menurut pengajaran Kristus, persoalan ini pun bisa melebar ke mana-mana, bahkan menjadi tontonan orang-orang luar. Jika sudah begini, alih-alih menyaksikan kasih dan indahnya persekutuan orang Kristen, yang terjadi justru kita mempermalukan nama Kristus.
Persoalan seperti inilah yang terjadi di jemaat Korintus. Orang-orang luar yang tidak beriman bahkan menjadi hakim untuk menyelesaikan persoalan mereka. Maka Paulus menegur mereka dengan keras. Mereka diingatkan bahwa orang-orang percaya seharusnya dapat menangani perkara mereka sendiri, yaitu meminta hikmat dan nasihat dari jemaat Allah (ay. 1, 5). Masing-masing pihak seharusnya berinisiatif menempuh jalan damai berlandaskan kasih Kristus. Bahkan Paulus menegaskan, jika perlu, seharusnya ada yang bersedia mengalah, rela menderita ketidakadilan, rela dirugikan secara pribadi, tetapi membawa kebaikan bagi tubuh Kristus. Ini memang bukan tindakan yang mudah, tetapi orang-orang Kristen harusnya bukan hanya bicara tentang pengampunan dan kasih, melainkan juga mempraktikkannya.
Adakalanya kita memang harus memperjuangkan hak kita. Namun, adakalanya kita lebih baik mengalah atau rugi. Tidak mengedepankan ego. Namun, mengutamakan kesatuan serta ketaatan kita kepada Kristus. Dan tentunya, kita butuh hikmat Allah untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya kita tempuh. --HT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: KEJADIAN 32:1-21
Bacaan Setahun: 2 Tawarikh 9-12
Nas: Sesudah itu, Yakub mengirim utusannya lebih dahulu menemui Esau, saudaranya, ke tanah Seir, daerah Edom. (Kejadian 32:3)
Pemberesan Konflik
Pemberesan. Hanya satu kata, tetapi tidak mudah melakukannya ketika terjadi konflik dalam komunitas yang saya pimpin. "Ayo, bereskan masalahmu karena kita ini saudara dalam Tuhan, " ujar saya kepada Tom, yang terlibat konflik dengan Jim. Ia memang tak langsung mengiyakan nasihat itu, tetapi seiring berjalannya waktu, Tom memahami pentingnya menyelesaikan konflik. Ia bahkan tanpa ragu mengawali meminta maaf sekalipun ia berada di pihak yang benar.
Konflik yang terjadi antara Esau dan Yakub termasuk jenis konflik yang berat. Perampasan hak kesulunganlah yang menjadi pemicunya (Kej. 27:41-46). Sampai suatu ketika Yakub, yang masih diselimuti rasa takut, mengirim utusan kepada Esau dengan membawa misi perdamaian. Ia bahkan meminta Allah menjamin bahwa ia dan seluruh rombongan tetap hidup (ay. 11), karena khawatir jika Esau masih dendam kepadanya. Namun, apa yang ditakutkan Yakub tidak pernah terjadi. Esau justru menyambut dengan hangat, selayaknya sambutan kakak yang sangat merindukan adiknya (Kej. 33). Pastilah hati Yakub sangat lega melihat penerimaan kakaknya yang di luar dugaan itu!
Membereskan masalah bukanlah sifat dasar manusia yang dipengaruhi oleh kuasa dosa. Manusia cenderung membenarkan diri atau menyalahkan orang lain sehingga dibutuhkan kerendahhatian dalam proses penyelesaian konflik. Tak jarang pula, keputusan meminta maaf lebih dahulu dapat menjadi pembuka jalan untuk penyelesaian konflik. Nah, adakah konflik yang sedang terjadi dan tampaknya perlu dibereskan? --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: 1 PETRUS 2:18-25
Bacaan Setahun: 2 Tawarikh 13-17
Nas: Sebab, adalah anugerah jika seseorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan secara tidak adil. (1 Petrus 2:19)
Ikhlas Membayar Harga
Untuk tiap hal yang bernilai selalu ada harga yang harus dibayar, yakni hal yang harus dilakukan, diberikan, atau dikorbankan demi hal bernilai itu. Karena ingin tesisnya segera selesai, misalnya, seorang teman melupakan kegemarannya bergadang di angkringan. Itu harga yang harus ia bayar demi tesisnya.
Teman tadi membayar harga yang harus dia bayar untuk kepentingannya sendiri. Namun, Rasul Petrus berbicara tentang harga yang dibayar oleh seseorang bukan untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan sesama, dan harga itu dia bayar bukan karena tuntutan pihak lain, melainkan karena dia-oleh kesadarannya akan kehendak Allah-mewajibkan diri sendiri membayar harga yang harus dibayar demi kebaikan sesama.
Bukankah hidup memang membutuhkan sikap serta tindakan mulia seperti itu. Coba lihat ini: Hanya jika ada orang yang rela bergelut dengan sampah, masyarakat bebas dari gangguan sampah. Hanya jika ada yang mau bergelut dengan penyakit, masyarakat dijauhkan dari penyakit. Hanya jika ada yang rela memikul beban sesama, orang lain bisa memperoleh keringanan. Hanya jika ada yang ikhlas melupakan kepentingan sendiri, kepentingan sesama berpeluang teperhatikan dan dipenuhi. Dan, banyak lagi.
Beratkah itu? Tentu saja, itu berat. Namun, di situlah tampak keajaiban kasih karunia: Harga yang berat itu oleh orang bersangkutan dibayar dengan penuh sukacita karena hati dan jiwanya yang melihat kehendak Allah dipenuhi kerinduan untuk mewujudkannya.
Punyakah kita keikhlasan sedalam itu? --EE/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: KEJADIAN 33
Bacaan Setahun: 2 Tawarikh 18-20
Nas: Ia mendirikan mezbah di situ dan menamainya, "El adalah Allah Israel". (Kejadian 33:20)
Akhir Perseteruan yang Manis
Kisah perseteruan Esau dan Yakub tampaknya menjadi salah satu konflik kakak-adik paling sengit yang tertulis di Alkitab. Konflik yang dimulai sejak masalah hak kesulungan itu (Kej. 25) bahkan berlanjut sampai kedua anak laki-laki dari Ishak itu memiliki keturunan. Kondisi yang membuat saya menarik kesimpulan, saat membaca kisah mereka: kalau bukan Allah yang bekerja untuk mendamaikan dua orang ini, mustahil keduanya bisa berbaikan kembali.
Sebelum akhir yang manis dari perseteruan Esau dan Yakub, masih terjadi drama yang menegangkan. Yakub bahkan berkali-kali harus meyakinkan diri, dengan memohon ini-itu kepada kakaknya, demi memastikan ia dan keluarga besarnya diterima dengan baik. Ketika akhirnya Esau berhasil diyakinkan, Yakub pun mendirikan mazbah dan mengakui campur tangan Allah, yang memungkinkan pulihnya hubungan antara dirinya dengan Esau. Setelah semua ketegangan itu berlalu, Yakub menarik satu kesimpulan, "Jika Allah tidak menolong, maka hubungan ini mungkin tidak akan pernah pulih."
Allah adalah Pribadi yang menyukai perdamaian, terutama dalam relasi di antara sesama saudara dan umat Allah. Campur tangan Allah dalam pemulihan hubungan Esau dan Yakub, masih dapat Allah lakukan dalam kehidupan masa kini, jika ia memang diundang untuk turut campur di dalamnya. Adakah konflik pribadi yang sampai hari ini belum terselesaikan dalam kehidupan kita? Berserulah memohon campur tangan-Nya, supaya Ia bertindak seperti yang pernah dilakukan-Nya saat mendamaikan Esau dan Yakub! --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: IBRANI 13
Bacaan Setahun: 2 Tawarikh 21-24
Nas: Janganlah menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman, "Aku sekali-kali tidak akan mengabaikan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibrani 13:5)
Cukup
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat mengikuti kondisi ekonomi global yang semakin sulit. Baik pengusaha maupun karyawan, bahkan dunia pendidikan terutama swasta pun mengeluh. Hal ini membuat banyak orang mengalami stres. Ada yang kebingungan, cemas, juga depresi. Kondisi serupa juga dialami banyak orang percaya. Lalu bagaimanakah menghadapi kondisi ini agar kita bisa tetap tenang?
Firman Tuhan merupakan jawaban yang luar biasa, memberi satu-satunya jaminan buat kita. Tuhan meminta kita agar tidak perlu mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Ia malah meminta kita untuk mencukupkan diri. Artinya, kita hidup sesuai dengan apa yang Tuhan sediakan bagi kita saat ini. Tentu pembelanjaan kita perlu dikendalikan dengan hikmat. Begitu pula, kita tidak berspekulasi dan terjatuh dalam utang yang tak ada habisnya. Dasarnya adalah keyakinan bahwa Tuhan tahu segalanya dan Ia sekali-kali tidak akan meninggalkan kita.
Firman Tuhan yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu ini memperlihatkan bahwa kekhawatiran akan penghidupan pribadi dan keluarga sudah ada sejak dahulu kala. Keinginan hidup berlebih di luar kemampuan kita tidaklah dikehendaki-Nya. Sebaliknya, kita diminta untuk menghadapi situasi ekonomi buruk dengan bersandar penuh kepada-Nya. Tentu adakalanya kita perlu langkah bijak untuk mengelola keuangan kita. Namun, percayakan selebihnya kepada Allah, Sang Pemelihara hidup kita yang ajaib. --HEM/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: Bilangan 19
Najis Menjadi Tahir
Seekor lembu betina merah yang tidak bercela diberikan kepada Imam Eleazar dan disembelih (1-4). Kemudian, lembu itu dibakar, dan seorang tahir mengumpulkan abu dan menyimpannya dalam tempat yang tahir untuk air penahiran (5-10). Air penahiran digunakan untuk menahirkan orang yang najis karena menyentuh mayat manusia, tulang-tulang manusia, kubur, atau masuk ke dalam kemah yang di dalamnya terdapat mayat (11-16). Kenajisan harus ditahirkan dengan air penahiran (17-19). Bagi orang yang telah najis, tetapi tidak mau menahirkan dirinya, orang itu harus dilenyapkan (20).
Menjaga diri supaya tetap tahir adalah kehendak Allah. Baik para pelayan maupun jemaat diperintahkan untuk menahirkan diri dari kenajisan. Najis merupakan sesuatu yang kotor. Dalam Perjanjian Baru, Yesus memperjelas kenajisan sebagai sesuatu yang muncul dari hati yang berupa perkataan, pikiran, dan perbuatan jahat yang tidak diperkenan Allah (bdk. Mat. 15:17-20).
Kenajisan dalam perkataan berupa kebohongan, ingkar janji, kemarahan, memaki, atau merundung. Sedangkan kenajisan dalam pikiran adalah seperti pikiran jahat, fantasi seksual, atau kesombongan. Dan kenajisan perbuatan antara lain berupa mencuri, merampok, membunuh, berbuat cabul atau berzina.
Selain itu, di dalam Roma 3:23 dinyatakan bahwa semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Karena itu, kita harus ditahirkan. Bagaimana manusia menahirkan diri dari kenajisan? Manusia perlu percaya kepada Yesus. Yesus telah menebus kita melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib dan darah-Nya tercurah sebagai penebusan atas dosa sehingga kita tahir di hadapan Allah.
Sebagai orang tahir, jangan lagi kita melakukan kecemaran. Jagalah senantiasa kekudusan hidup. Jangan sampai kita jatuh ke dalam dosa dan membiarkan diri dalam kenajisan. Akuilah segala dosa yang telah kita lakukan di hadapan Allah. Mintalah pengampunan dosa dari Allah, di dalam nama Yesus. Begitulah kita seharusnya mengakui dosa di hadapan Allah sehingga menjadi tahir. [DLT]
Baca Gali Alkitab 7
Bilangan 19
Allah memerintahkan Musa dan Harun untuk mengambil lembu merah yang tidak bercela dan belum pernah dipakai untuk bekerja. Lembu ini harus dibawa keluar perkemahan dan disembelih di hadapan imam Eleazar. Upacara ini melambangkan penyucian dari dosa dan ketidakmurnian. Lembu merah, yang jarang ditemukan, melambangkan kesempurnaan dan ketulusan pengorbanan.
Penyucian dari kenajisan mayat menekankan kesucian hidup umat Allah dan pemisahan dari kematian yang dianggap sebagai simbol dosa. Proses penyucian yang ketat menunjukkan pentingnya ketaatan kepada hukum TUHAN untuk menjaga kekudusan.
* * *
MOTTO JPA : " KELUARGA JPA - TUHAN BEKERJA - JPA BERDAMPAK "
Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar