RENUNGAN HARIAN
Bacaan: ROMA 8:31-39
Bacaan Setahun: Hakim-hakim 16-18
Nas: Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama Dia? (Roma 8:32)
Tidak Menyayangkan Anak-Nya
Saat ibu saya hamil anak kesembilan, seorang kerabat meminta ibu nantinya memberikan anak kesembilan itu kepadanya. Ia berjanji akan menyayangi, merawat, mendidik, dan memberikan fasilitas terbaik untuk anak itu karena ia tidak memiliki anak. Ibu saya mengatakan, ia tidak akan menyerahkan anaknya walaupun sudah memiliki delapan orang anak.
Sungguh sangat berbeda dengan Allah. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, Ia tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri. Ia menyerahkan Anak-Nya yang tunggal bukan untuk mendapat perlakuan dan fasilitas terbaik, tapi sebaliknya mendapat perlakuan yang sangat kejam-dicambuk, dimahkotai duri, diolok-olok, diludahi, dan disalibkan demi menanggung dosa banyak orang (Mat. 27:26-31) supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16).
Kita tahu bahwa kita telah ditebus bukan dengan barang fana, bukan dengan perak atau emas. Melainkan dengan darah yang mahal, darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat, mari kita menghargai pengorbanan Kristus dan jangan menyia-nyiakan anugerah Allah yang telah kita terima. Mari kita hidup dengan cara hidup sebagai anak-anak yang taat, jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kita pada waktu kebodohan, tetapi hendaklah kita menjadi kudus dalam seluruh hidup kita sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kita (1Ptr. 1:18-19, 14-15). --IN/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan: YESAYA 39
Bacaan Setahun: Hakim-hakim 19-21
Nas: Hizkia bersukacita atas kedatangan mereka. Ia memperlihatkan kepada mereka gedung harta bendanya, emas dan perak, rempah-rempah dan minyak yang berharga, seluruh gedung persenjataannya dan segala yang terdapat dalam perbendaharaannya. Tidak ada yang tidak (Yesaya 39:2)
Kesempatan Kedua
Mari bayangkan hal berikut. Katakanlah Anda hampir meninggal, tetapi diberi kesempatan memperpanjang hidup oleh Tuhan. Ini adalah kesempatan kedua yang Tuhan anugerahkan. Nah, apakah yang Anda pikirkan dan rencanakan? Apakah bersukacita dan bersyukur, dan mungkin bersaksi? Itu sajakah? Anda kemudian menjalani rutinitas kembali seperti biasanya? Atau memutar balik arah hidup Anda dan bersungguh-sungguh menjalankan kehendak Tuhan?
Raja Hizkia sakit. Nabi Yesaya menyampaikan bahwa dia akan meninggal. Hizkia meratap dan Tuhan segera menjawab permintaan akan kesembuhan dengan mukjizat yang luar biasa. Anehnya, setelah sembuh, Hizkia justru kehilangan kebijaksanaan dan kesetiaannya kepada Tuhan. Ia bangga akan dirinya dan tidak sungkan untuk memamerkan seluruh harta termasuk persenjataan kerajaan, yang sebenarnya milik Tuhan. Ironis, Hizkia justru membuka seluruh rahasianya kepada musuh kerajaan. Ketika ditegur oleh Yesaya, dengan egois Hizkia menyindir seolah teguran itu tidak berarti baginya. Hizkia hanya memikirkan keamanan dan kesejahteraan dirinya (ay. 8).
Selama masih diberi napas oleh Tuhan, kita wajib menghargai hidup sebagai milik Tuhan. Semua yang kita usahakan atau kumpulkan harus dipertanggungjawabkan kepada Sang Khalik. Jika kita bangga, kebanggaan kita hendaknya oleh karena Tuhan. Menjalankan hukum kasih juga merupakan kewajiban tertinggi yang harus kita perjuangkan. Mari kita abdikan hidup buat Tuhan seolah ini adalah kesempatan terakhir kita. --HEM/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Rut 1-4
Nas: Kemudian perempuan itu pergi memberitahukannya kepada abdi Allah. Abdi ini berkata, "Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah utangmu. Engkau serta anak-anakmu dapat hidup dari kelebihannya." (2 Raja-raja 4:7)
Bijak Mengelola Uang
Sebagian orang terbiasa berutang. Suka meminjam ke sana sini, sehingga dikenal dengan istilah "gali lubang tutup lubang". Padahal jika diamati, penghasilan mereka terkadang cukup besar dibandingkan orang-orang lain. Masalahnya adalah mereka tidak bijaksana mengelola atau mempergunakan uang tersebut: bersikap boros, tidak tahu menentukan prioritas, memelihara gengsi, mudah "lapar mata", serta tidak memiliki perencanaan keuangan yang baik.
Kita tidak tahu persisnya bagaimana keluarga nabi Allah dalam nas ini mempergunakan uang mereka, sekalipun ia adalah seorang yang takut akan Tuhan (ay. 2). Setelah sang nabi meninggal, istrinya terlilit banyak utang, hingga kedua anaknya terancam dijadikan budak oleh sang penagih. Syukurnya, Allah berkenan melakukan mukjizat-Nya melalui Nabi Elisa. Minyak dalam buli-buli sang ibu janda dituangkan dan memenuhi seluruh bejana yang telah tersedia. Setelah itu, Nabi Elisa meminta ibu janda itu menjual minyak itu, membayar utangnya, lalu mempergunakan sisa uangnya untuk kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya, tentunya dengan lebih bijaksana.
Bagaimana dengan pengelolaan keuangan kita? Apakah sudah bijaksana? Apakah kita mempergunakannya dengan efektif dan efisien? Apakah kita terbiasa berutang? Apakah kita dapat membedakan keinginan dan kebutuhan dengan baik? Kita harus sadar bahwa pengelolaan keuangan yang buruk dapat membawa kita ke dalam berbagai jerat dan bencana, serta memburukkan nama Tuhan karena perilaku kita. --HT/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: 1 Samuel 1-3
Nas: "Berilah sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat bertindak sebagai pemimpin bangsa ini, sebab siapakah yang dapat menjadi hakim atas umat-Mu yang besar ini?" (2 Tawarikh 1:10)
Tahu dan Rajin
Seorang buruh tani bekerja sangat rajin. Ia datang ke sawah ketika hari masih gelap dan segera melakukan tugasnya menyemprot tanaman. Malangnya, ia justru mendapat teguran dari sang pemilik sawah. Alasannya? Menyemprot tanaman terlalu pagi membuat pestisida yang disemprotkan meracuni tanaman. Selain itu, ia tidak hanya menyemprotkan fungisida pada rumput liar yang mengganggu, melainkan juga pada tanaman refugia (pengalih hama) yang sengaja ditanam.
Mengemban tugas sebagai raja Israel, Salomo memohon hikmat dan pengertian kepada Tuhan. Salomo sangat mengerti bahwa hikmat dan pengertian dari Tuhan adalah modal utama yang ia perlu. Sekalipun mewarisi jabatan raja dari Daud, ayahnya, Salomo menyadari, jabatannya berasal dari kasih setia Tuhan. Ia tidak mengandalkan nama besar ayahnya, melainkan Tuhan. Tak heran jika hal itu dipandang sangat baik oleh Tuhan. Karena itu, Tuhan tidak hanya memberikan hikmat kepada Salomo, melainkan juga kekayaan dan kemuliaan. Malangnya, Salomo tidak menghidupi hikmat Tuhan dengan rajin. Salomo mengambil banyak istri asing, meninggalkan Allah, dan gagal menghidupi hikmat yang benar sebagaimana yang telah dimintanya dahulu kepada Tuhan.
"Tanpa pengetahuan, kerajinan pun tidak baik, " demikian kata Amsal. Benar, karena melakukan sesuatu dengan rajin hanya akan menjadi sia-sia tanpa didasari pengetahuan. Namun, pengetahuan/ hikmat yang tidak dihidupi dengan rajin juga tidak akan membuahkan hasil. Pengetahuan dan kerajinan dengan demikian mesti berjalan bersama. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan: KEJADIAN 28:10-22
Bacaan Setahun: 1 Samuel 4-8
Nas: Yakub bangun dari tidurnya lalu berkata, "Sesungguhnya Tuhan ada di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya." (Kejadian 28:16)
Hati Adalah Rumah Allah
Seberapa yakinkah Anda bahwa Allah menyertai Anda? Sebab, sering kali keyakinan itu memudar ketika kita tengah berada di persimpangan hidup, ketika sedang dalam fase terberat dalam hidup. Ironisnya, bukankah justru pada saat-saat itulah semestinya kita memperteguh keyakinan tersebut?
Yakub tersadar akan penyertaan Allah justru ketika ia berada dalam persimpangan hidup yang membuatnya melupakan Allah. Saat itu, Yakub harus pergi meninggalkan rumahnya dalam kondisi tidak baik. Ia harus menghindari Esau, dan ibunya mengatur agar ayahnya mengutus dia pergi ke rumah kakeknya untuk mencari istri. Kondisi ini membuat hatinya begitu gundah dan kesepian. Pergolakan batinnya membuatnya melupakan Allah. Hingga pada suatu tempat ia beristirahat dan Allah menyatakan diri-Nya di sana, barulah tergugah hatinya. Yakub tersadar bahwa sesungguhnya Allah selalu besertanya, tetapi ia tidak menyadarinya karena ia hanya mengisi hatinya dengan kegundahan semata. Ia pun menamai tempat istirahat itu "Betel", yang berarti "Rumah Allah", sebagai pengingat bahwa sejatinya hatinya adalah Rumah Allah, di mana Allah selalu menyertainya.
Sering kali kita bersikap sama seperti Yakub. Kita memenuhi hati dengan berbagai pergumulan sehingga tidak ada ruang untuk Allah. Marilah kita belajar untuk membukakan ruang di hati dengan memberi waktu bagi hati untuk beristirahat sejenak dari gundahnya pergumulan sehingga kita dapat merasakan kehadiran Allah yang sejatinya menjadikan hati kita sebagai rumah-Nya. --ZDP/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: 1 Samuel 9-12
Nas: Hikmat lebih baik daripada perlengkapan perang, tetapi satu orang yang bersalah dapat merusak banyak hal yang baik. (Pengkhotbah 9:18)
Salah Begitu Saja, kok!
Perbuatan salah, jika dilihat dari tingkatan dampaknya, memang bisa bertingkat. Kesalahan yang tampak sepele dapat berdampak fatal dalam situasi tertentu. Ada orang yang keliru menenggak pembersih lantai, yang dikiranya sirup karena terlihat sangat mirip warnanya. Pernah pula terjadi tragedi ketika penumpang kereta api salah menyangka pintu gerbong sebagai pintu toilet, sehingga ia terjatuh dan meninggal dunia. Suatu kesalahan yang tampaknya sepele, tetapi ternyata berakibat fatal, bukan?
Satu orang yang bersalah dapat merusakkan banyak hal yang baik. Peringatan ini tampaknya disampaikan oleh Pengkhotbah kepada seorang pemimpin atau orang yang punya pengaruh dan kuasa yang besar. Namun, jika kita renungkan nasihat tersebut dapat menjadi pengingat yang baik agar kita dapat lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan, terutama terhadap hal-hal yang berpotensi merusak, merugikan, atau membahayakan orang lain. Bagi kita yang mungkin sedang menjalankan pekerjaan yang berisiko tinggi, sedapat mungkin jangan sampai melakukan kesalahan, supaya hal yang berdampak fatal jangan sampai terjadi.
Akhirnya, memang dalam menjalani kehidupan ini, tak ada manusia yang sempurna, tetapi kita dapat mengarahkan diri untuk melakukan segala sesuatu dengan sebaik mungkin, yang disertai kehati-hatian. Jangan sampai peringatan Pengkhotbah kita "genapi" dengan menjadi penyebab kerusakan terhadap hal-hal yang baik, hanya karena satu kesalahan yang tampak kecil, tetapi kita abaikan karena tidak menyadari risikonya. --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
MOTTO JPA : " KELUARGA JPA - TUHAN BEKERJA - JPA BERDAMPAK "
Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar