RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Ulangan 32-34
Nas: Berbahagialah orang yang senantiasa takut akan Tuhan, tetapi orang yang mengeraskan hatinya akan jatuh ke dalam malapetaka. (Amsal 28:14)
Menganginlalukan Tuhan
Koreksi yang benar tak hanya merupakan dorongan agar kita memperbaiki diri, tetapi ia adalah juga wujud kepedulian dan concern terhadap tujuan-tujuan baik yang hendak kita capai.
Namun, koreksi tak selalu direspons memadai. Orang kadang merespons koreksi dengan sikap yang sulit dilukiskan: tidak marah atau tersinggung, tak membantah atau mengelak, tidak melawan atau membela diri, tetapi sama sekali tak menyetujui apalagi mengikuti koreksi yang diberikan. Meski tahu tindakannya salah, orang mengabaikan semua koreksi, menganggapnya angin lalu. Tanpa ragu, dia melanjutkan tindakannya yang ia tahu benar bahwa itu keliru. Dia mengeraskan hati: tahu bahwa tindakannya salah, tetapi bersikukuh pada sikap salahnya. Tak ada sesal, tak ada rasa malu, tak ada rasa bersalah.
Ketika orang menyampaikan koreksi yang benar kepada kita, kita percaya bahwa Tuhanlah yang memakai orang itu untuk mengoreksi hidup kita, dan kita patut menyambutnya dengan rendah hati. Namun, jika kita mengeraskan hati dan menganggap koreksi itu angin lalu, kita menganginlalukan Tuhan yang memakai orang itu untuk meluruskan jalan kita. Dan sungguh, tak ada apa pun yang baik dari menganginlalukan Tuhan. Tuhan bersabda, "Orang yang mengeraskan hatinya akan jatuh ke dalam malapetaka."
Tuhan tak henti menjaga agar kita selalu ada di jalan yang benar. Jika suatu kali kita menyimpang dan Tuhan menggerakkan seseorang mengoreksi hidup kita, akankah kita mengeraskan hati dan menganginlalukan Tuhan? Biarlah hati kita menjawabnya. --EE/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: MARKUS 1:16-20
Bacaan Setahun: Yosua 1-4
Nas: Ketika Yesus menyusuri tepi Danau Galilea, Ia melihat Simon dan Andreas, saudara Simon. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. (Markus 1:16)
Bersedia maka Disediakan
Dalam sebuah acara persekutuan interdenominasi, beberapa orang yang berasal dari gereja yang berbeda menyampaikan keluhan yang sama: sulit mengajak jemaat untuk melayani. Ya, masalah serupa rupanya dihadapi pula oleh banyak gereja di luar sana. Alasannya: tidak ada waktu dan belum siap.
Yesus memanggil Simon, Andreas, Yakobus, dan Yohanes ketika mereka sedang melakukan pekerjaan sebagai nelayan. Namun, mereka segera meninggalkan pekerjaannya untuk menerima panggilan Yesus. Mereka tidak punya waktu untuk bersiap, tetapi mereka percaya bahwa Yesus yang telah memilih akan memperlengkapi dengan karunia yang mereka perlu.
Saat ini, mengikut Yesus bukan lagi mengiring Yesus ke mana Ia pergi. Bukan pula harus menjadi pelayan gerejawi sepenuh waktu. Mengikut Yesus adalah menghidupi firman yang diajarkan-Nya dan mengarahkan hati kita kepada-Nya. Hidup dalam kebenaran tentu dapat diimplementasikan secara holistis dalam segala bidang kehidupan, tanpa membuat dikotomi antara rohani dan sekuler.
Namun demikian, melayani di tengah keluarga, masyarakat, dan tempat kerja bukan alasan untuk menolak melayani di gereja. Apalagi mengaku sibuk dan belum siap. Ingatlah, Tuhan memanggil kita melayani bukan karena Ia tidak mampu melakukan segala sesuatu sendiri. Tuhan mau kita menyediakan waktu untuk terlibat dalam karya-Nya sebagai sarana membentuk diri kita menjadi setia dan taat dalam kehendak-Nya bagi kemuliaan-Nya. Sementara ketidaksiapan dipakai-Nya untuk mengajar kita hidup bergantung pada Roh Kudus. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: NEHEMIA 4:1-6
Bacaan Setahun: Yosua 5-8
Nas: Lalu kata Tobia, orang Amon, yang ada di dekatnya, "Sekalipun mereka membangun kembali, tetapi kalau seekor anjing hutan naik ke atasnya, robohlah tembok batu mereka." (Nehemia 4:3)
Mengabaikan Penentang
Saat kita menaati Tuhan, orang-orang di sekitar kita belum tentu mendukung. Bisa saja ada yang menentang atau mengerdilkan semangat kita. Jika tidak kuat, kita bisa menjadi tawar hati, lalu menyerah.
Nehemia meninggalkan jabatannya yang tinggi di istana Persia demi memperhatikan kesejahteraan negerinya. Ia ingin membangun kembali tembok Yerusalem yang sudah menjadi reruntuhan agar mereka memiliki perlindungan dan terbebas dari celaan musuh. Ia telah mendapat dukungan dari raja Persia untuk pekerjaan tersebut. Ia membagikan visi itu kepada para pemimpin Yehuda, kemudian kepada rakyat. Mereka pun mengerjakannya dengan segenap hati.
Namun, Sanbalat, orang Horon, dan Tobia, orang Amon, menentang upaya mereka. Dengan berbagai cara, mereka berupaya melemahkan serta mengintimidasi Nehemia dan penduduk Yerusalem. Namun, mereka tidak berfokus kepada hal-hal yang menghambat mereka, melainkan terus membangun dengan segenap hati. Mereka tahu bahwa mereka sedang melakukan kehendak Tuhan sehingga mereka mengabaikan para penentang. Hasilnya, tembok itu selesai dalam 52 hari (Neh. 6:15).
Adakalanya kita perlu menulikan telinga terhadap berbagai kritikan atau penentangan yang ditujukan kepada kita saat kita melakukan pekerjaan yang dikenan Tuhan. Daripada sibuk menanggapi segelintir orang yang melemahkan semangat, lebih baik kita berfokus pada lebih banyak orang yang mendukung pekerjaan Tuhan. Kelak, justru hasil kerja yang nyata itulah yang akan membungkam para penentang. Itulah yang dicontohkan Nehemia bagi kita. --HT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: LUKAS 6:12-16
Bacaan Setahun: Yosua 9-11
Nas: Ketika pagi tiba, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang juga disebut-Nya rasul. (Lukas 6:13)
Pemilihan Yudas Iskariot
Ada fakta menarik ketika Lukas mencatat bahwa sebelum memilih dua belas orang, yang lantas dikenal sebagai dua belas rasul, Yesus mengawali dengan berdoa semalam-malaman untuk mempersiapkan pemilihan itu. Keesokan harinya, Yesus lantas memilih dua belas orang, termasuk Yudas Iskariot, dengan catatan tambahan yang dibubuhkan oleh Lukas, "... yang menjadi pengkhianat" (ay. 16). Suatu catatan yang menimbulkan pertanyaan besar dalam benak saya, akan adanya "potensi" kesalahan dalam pemilihan Yudas Iskariot.
Jika demikian halnya, apakah pemilihan Yudas adalah suatu kesalahan karena akhir hidupnya berisi pengkhianatan dan tindakan bunuh diri (Mat. 27:5)? Tentu saja jawabannya: tidak. Pengkhianatan Yudas Iskariot tampaknya lebih dipicu oleh ketamakannya akan uang sehingga ia menginginkan imbalan dari para tokoh agama saat itu. Hatinya dikuasai ketamakan begitu rupa sehingga ia tega "menjual" Yesus meskipun akhirnya Yudas Iskariot menyesali perbuatannya dan melemparkan uang imbalan atas jasanya itu ke dalam Bait Suci sebelum menggantung diri (Mat. 27:5).
Akhir hidup Yudas Iskariot bukanlah bukti kegagalan Yesus dalam memilih rasul-Nya, tetapi lebih disebabkan karena Yudas gagal mengalahkan sifat tamaknya akan harta, yang juga membuatnya mencuri uang kas yang seharusnya ia kelola (Yoh. 12:6). Kisah Yudas dapat menjadi pengingat agar kita mewaspadai ketamakan karena hal itu pernah menguasai hati orang yang langsung dipilih Yesus sebagai rasul-Nya hingga membuatnya nekat mengkhianati Dia. --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: AMSAL 10:17
Bacaan Setahun: Yosua 12-15
Nas: Siapa mengindahkan didikan, berjalan menuju kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, ia tersesat. (Amsal 10:17)
Mengingkari Ketaksempurnaan
Tiada gading yang tak retak. Tidak seorang pun sempurna. Sebab itu, tiap teguran-yakni tindakan maupun pernyataan yang bertujuan untuk memberikan koreksi kepada kita-semestinya kita terima sebagai wujud bantuan sesama agar kita menjadi lebih baik.
Namun, meski jelas bahwa tak seorang pun sempurna, meski koreksi yang diberikan benar dan berdasar, tak sedikitlah orang yang tidak sudi menerima teguran, tak sedikitlah orang yang menolak menerima koreksi. Penolakan itu kadang begitu keras hingga respons yang muncul pun amat negatif: tersinggung, marah, menutup diri, menghukum diri sendiri, melampiaskan kemarahan pada orang lain, dan bentuk-bentuk respons negatif lainnya.
Tuhan bersabda, "Siapa mengindahkan didikan berjalan menuju kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, ia tersesat." Anda lihat? Tuhan menyejajarkan teguran-yang tak lain adalah tindakan korektif-dengan didikan, memandang teguran sebagai hal yang sangat penting, dan Tuhan mengkritik mereka yang menolak teguran. Mengapa? Karena orang yang tidak mau menerima koreksi adalah orang yang mengingkari ketaksempurnaannya, merasa tak setitik pun ada cela dalam dirinya. Itu kekeliruan besar, sehingga kitab Amsal berkata tajam, "Siapa mengabaikan teguran, ia tersesat."
Pesan Amsal 10:17 sangatlah jelas: Kita diundang untuk dengan rendah hati mengakui ketidaksempurnaan kita, mengakui betapa banyak kesalahan dan kekurangan melekat dalam diri kita, dan dengan rendah hati bersedia menerima semua koreksi dari mana pun datangnya. --EE/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: 2 SAMUEL 10
Bacaan Setahun: Yosua 16-18
Nas: Berkatalah pemuka-pemuka bani Amon kepada Hanun, tuan mereka, "Menurutmu, apakah Daud hendak menghormati ayahmu dengan mengutus orang-orang kepadamu untuk menyatakan turut berdukacita? Bukankah dengan maksud untuk menyelidiki kota ini, untuk memata-matai (2 Samuel 10:3)
Asumsi
Daud mengutus pegawai-pegawainya ke negeri bani Amon untuk menyampaikan pesan turut berdukacita atas kematian Nahas, raja bani Amon. Namun, pemuka-pemuka bani Amon berasumsi bahwa Daud memiliki niat jahat di balik tindakannya itu. Hanun, anak Nahas yang menggantikannya menjadi raja pun menangkap utusan Daud dan memperlakukan mereka dengan sangat hina.
Sangat disayangkan, kerugian besar terjadi hanya karena asumsi yang keliru. Seandainya pemuka-pemuka bani Amon tidak memiliki asumsi negatif atas tindakan Daud, tentu mereka akan hidup dalam kerukunan dan perdamaian. Malang, kecurigaan bani Amon sangat berlebihan, tidak berhenti sampai pada tindakan mencukur janggut utusan Daud saja. Hanun menyiapkan pasukan untuk berperang. Ia juga menyewa puluhan ribu pasukan dari orang-orang Aram, raja negeri Maakha dan orang-orang Tob (ay. 6), lagi-lagi karena asumsi bahwa mereka pasti dibenci Daud karena tindakannya. Celakanya, bani Amon harus menderita kekalahan dan orang Aram takut memberi pertolongan lagi kepada bani Amon (ay. 19).
Asumsi negatif membuahkan penghakiman terhadap orang lain sekalipun kebenarannya belum teruji. Kebiasaan ini tentu menyulitkan kita memercayai niat baik orang lain. Akibatnya, kehadiran kita menjadi toksik bagi lingkungan. Sebelum hal buruk menimpa karena asumsi pribadi yang keliru, baiklah kita belajar memenuhi hati dan pikiran dengan hikmat Tuhan. Supaya kita dapat menanggapi setiap persoalan dengan cara pandang yang tepat, seturut kebenaran kehendak Tuhan. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
MOTTO JPA : " KELUARGA JPA - TUHAN BEKERJA - JPA BERDAMPAK "
Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar