RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 14-15
Nas: Lalu Musa kembali menghadap Tuhan dan berkata, "Tuhan, mengapa Engkau mendatangkan sengsara pada umat ini? Untuk apa Engkau mengutus aku?" (Keluaran 5:22)
Saat Sulit Memercayai Janji-Nya
Musa kembali ke Mesir sebagai utusan Tuhan dengan membawa janji-janji besar. Janji penyertaan Tuhan, janji bahwa Ia akan menuntun umat Israel keluar dari Mesir menuju Kanaan, janji untuk menyatakan kuasa-Nya atas Mesir, dan janji bahwa Tuhan akan membuat orang-orang Mesir bermurah hati kepada umat Israel. Musa dan Harun pergi mengunjungi para tua-tua Israel dengan membawa nama Tuhan. Dengan keyakinan yang sama, ia penuh keberanian menghadap Firaun.
Namun, kenyataan kerap tidak terjadi seperti apa yang diharapkan. Firaun mengeraskan hatinya pada firman Tuhan dengan menambah derita orang-orang Israel. Firaun menambah beban kerja paksa yang membuat hidup umat itu semakin menyesakkan dan putus asa. Bagaimana mungkin umat itu dapat memercayai janji Tuhan? Bahkan Musa pun menjadi tawar hati saat melihat kenyataan yang terjadi. Sampai-sampai Musa pun menuduh Tuhan yang mengutusnya sama sekali tidak melepaskan umat-Nya. Bahkan ia menyesal telah mengikuti panggilan Tuhan (ay. 22-23).
Merenungkan situasi dan reaksi umat Israel, juga Musa, mengingatkan bahwa saya pun kerap bereaksi sama. Ketika berada di bawah bayang-bayang penderitaan, saya sering meragukan janji Tuhan, hilang pengharapan, bahkan menuduh Tuhan atas derita yang terjadi. Benarkah Tuhan mengingkari janji-Nya? Nyatanya di tengah-tengah penderitaan umat-Nya, Tuhan tidak tinggal diam. Ia benar-benar menyatakan kedahsyatan-Nya di hadapan umat-Nya dan juga Firaun. Tuhan menepati janji-Nya. Akhirnya, saya disadarkan bahwa keyakinan pada janji Tuhan itu seharusnya tidak bergantung situasi karena nama Tuhan itu jaminan yang pasti. Ia tak pernah ingkar janji. --SYS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: ROMA 16:20-24
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 16-17
Nas: Anugerah Yesus Kristus, Tuhan kita, menyertai kamu sekalian! Amin. (Roma 16:24)
Mensyukuri Anugerah
Ingatan akan suasana di lorong rumah sakit pada sore itu takkan pernah saya lupakan. Seorang pria berusaha menguatkan ketiga anaknya yang tampak terpukul melihat kondisi ibu mereka yang masih tergolek lemah di ruang ICU pascaoperasi. Sebenarnya pria tersebut juga perlu dikuatkan, tetapi rasa tanggung jawabnya sebagai seorang ayah tak bisa dikesampingkan begitu saja. "Orang ini benar-benar membutuhkan anugerah dari Tuhan untuk dapat melalui cobaan ini, " gumam saya sembari berdoa dalam hati bagi keluarga tersebut.
Sejatinya, setiap hari kita memerlukan anugerah dari Allah dalam menjalani hidup ini, tanpa harus menunggu mengalami musibah atau cobaan hidup. Namun, dalam masa-masa sukar dan pergumulan berat, rasanya takaran anugerah Allah itu dibutuhkan melebihi kondisi normal. Hari ini nas renungan tentang "ucapan salam anugerah" mungkin jarang kita cermati atau sambil lalu kita dengarkan saat mendengarkan khotbah di gereja. Namun, kalau kita renungkan sebenarnya ada hal yang luar biasa ketika kita hidup dalam penyertaan anugerah Allah.
Kehidupan kita boleh berjalan tak seperti harapan, tetapi anugerah-Nya bekerja untuk menguatkan, menghibur, hingga memampukan kita untuk tetap beriman akan pertolongan Tuhan. Anugerah-Nya juga bekerja ketika kita dikelilingi orang-orang yang mengasihi dan senantiasa mendukung kita dalam segala situasi. Jadi, apakah sampai hari ini kita sudah bersyukur kepada-Nya, yang telah memberikan anugerah yang kita perlukan? --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: AMOS 5:4-6
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 18-20
Nas: Carilah Tuhan, maka kamu akan hidup, supaya Ia tidak akan menyambar keturunan Yusuf bagaikan api, yang melahap habis tanpa ada yang memadamkannya bagi Betel. (Amos 5:6)
Jalan Menuju Hidup
Dalam kelemahan dan keterbatasan, kepada siapakah kita dapat mengharapkan perlindungan? Tentu saja dari mereka yang memiliki daya kekuatan, bukan? Apa jadinya jika seseorang berlindung pada sesuatu yang lemah dan tak berdaya? Sudah pasti pengharapan mereka akan kemenangan menjadi sia-sia dan kosong.
Pada zaman Amos, keadaan sosial memperlihatkan kehidupan masyarakat yang religius. Mereka setia melakukan ritus keagamaan. Sayangnya, ritus yang mereka lakukan bukanlah penyembahan kepada Allah. Betel, Gilgal, dan Bersyeba tempat Abraham dan Yakub mendirikan monumen sebagai pertanda perjumpaan dengan Allah tak lagi menjadi tempat suci. Fungsinya berubah karena Israel tidak lagi datang ke sana untuk menemui Allah, melainkan untuk menyembah berhala. Mereka mencari anak lembu emas yang dibuat oleh Raja Yerobeam dan menyembahnya. Karena itu, Amos memberikan peringatan supaya mereka kembali kepada Tuhan, satu-satunya jalan menuju kehidupan. Sebab, jika mereka tidak kembali kepada Tuhan, Tuhan akan datang laksana api menjalar dan membakar habis mereka.
Kita tentu paham benar bahwa satu-satunya jalan menuju hidup adalah Tuhan. Namun, tak jarang kita terkecoh pada ritus yang semu. Lebih terpaut pada tempat, bangunan, patung, pernak-pernik, dan segala macam simbol agama. Padahal, keliru jika kita menyamakan Tuhan dengan tempat dan berbagai simbol. Bukan hal-hal itu yang menjamin perjumpaan kita dengan Tuhan. Karena Tuhan ada bagi hati yang bertobat: menggumuli, merenungkan, dan melakukan kehendak-Nya. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: 2 KORINTUS 8:1-15
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 21-23
Nas: Sebab, jika kamu rela untuk memberi, pemberianmu akan diterima, berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu. (2 Korintus 8:12)
Berdasarkan Kerelaan Hati
Suatu malam ada kawan kami bertamu. Dia minta sumbangan untuk acara yang diadakan di gerejanya. Saya dan istri sepakat menyumbang sekian rupiah. Saat sumbangan sudah diterima dia berkomentar, "Kalau segini kurang, Bos. Si A sumbang sekian, si B sumbang sekian. Tambahin dong." Saya kurang nyaman dengan sikapnya, karena itu saya jawab nominal itu yang rela saya beri. Selebihnya saya tidak rela memberi.
Selayaknya kita memberi berdasarkan kerelaan hati, bukan karena tidak enak hati, apalagi dengan berat hati. Jangan sampai karena orang yang meminta kita memberi "memanas-manasi" dengan mengatakan orang lain memberi lebih banyak, kita memberi lebih banyak dari mereka tanpa kerelaan, melainkan demi gengsi. Paulus meminta kita agar belajar dari jemaat Makedonia. Kondisi mereka memang sedang sulit, tapi mereka memberi dengan rela hati. Tak ada yang memaksa mereka memberi, karena hati mereka kaya dalam kemurahan. Paulus juga menekankan agar apa yang kita berikan berdasarkan apa yang ada pada kita, bukan berdasarkan pada apa yang tidak kita miliki. Karena itu, saat hendak memberi, sesuaikan dengan kemampuan. Jangan sampai setelah memberi, kita bertengkar dengan pasangan karena ada beberapa kebutuhan yang akhirnya tidak terbeli.
Jangan pernah memaksakan diri memberi demi gengsi, demi dipandang hebat oleh sesama, atau karena tahu orang lain memberi banyak. Berilah dengan rela hati, sehingga berapa pun pemberian kita, itu menjadi berkat dan sukacita bagi diri sendiri maupun orang lain. --RTG/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: 1 RAJA-RAJA 17:1-6
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 24-26
Nas: "Pergilah dari sini, berjalanlah ke timur dan bersembunyilah di tepi Wadi Kerit di sebelah timur Sungai Yordan." (1 Raja-raja 17:3)
Bukan Tanpa Kesusahan
Seorang pria diberhentikan dari pekerjaannya. Ia mencoba melamar pekerjaan baru, tetapi belum mendapat hasil. Sudah tujuh bulan ia menganggur. Pria itu merasa putus asa, apalagi dilihatnya uang tabungannya semakin menipis. Dalam hati ia mengeluh, "Mengapa aku mengalami kesusahan seperti ini, padahal aku sudah setia melakukan perintah Tuhan?"
Terlihat sosok Nabi Elia di tepi Wadi Kerit. Lama ia tidak beranjak ke mana-mana, karena faktanya, ia sedang bersembunyi di sana. Adakah seseorang yang senang hati saat ia harus bersembunyi? Tentu tidak! Maka boleh dikatakan, Elia sedang mengalami kesusahan. Menarik mengetahui alasan kesusahan itu terjadi, yakni justru karena Elia melakukan perintah Tuhan. Atas kehendak Tuhan, Elia berangkat memberi peringatan kepada Ahab, raja Israel yang telah berpaling kepada Ba'al. Elia menyatakan bahwa tidak akan ada embun atau hujan di negeri itu, sampai waktu Tuhan berfirman kembali kepadanya (ay. 1). Semula Ahab mungkin menganggap pernyataan Elia itu bualan semata. Namun, sesudah semuanya itu terjadi, ia giat memburu Elia sehingga Elia terpaksa bersembunyi.
Setia melakukan perintah Tuhan bukan berarti kita menerima tiket untuk menjalani kehidupan tanpa kesusahan. Persoalan dapat tetap muncul, sementara kita mengerjakan kehendak Tuhan. Namun, jangan kenyataan demikian membuat kita tawar hati. Perhatikan selama bersembunyi di Wadi Kerit, Tuhan mengutus burung-burung gagak, pada pagi dan petang, membawa roti dan daging kepada Elia (ay. 6). Dari sini kita mengerti bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita seorang diri. Setiap kali kita menghadapi persoalan, pasti Dia memberikan kekuatan dan jalan keluarnya bagi kita. --LIN/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: LUKAS 9:57-62
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 27-28
Nas: Yesus berkata kepadanya, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." (Lukas 9:62)
Jangan Menoleh ke Belakang
Saya termasuk seorang yang cukup rapuh untuk sebuah keputusan yang sudah saya ambil. Karena saat ada situasi ataupun pendapat yang mencoba merubah keputusan saya maka saya cenderung akan mempertimbangkan untuk mengubahnya. Ini sikap yang kurang baik yang perlu saya perbaiki.
Dalam bagian ini Tuhan Yesus mengundang orang-orang untuk mengikuti-Nya. Ini tawaran yang indah, tapi sayangnya beribu alasan dilontarkan untuk menolaknya. Ada yang berkata mau menguburkan dulu ayahnya (ay. 59), ada yang mau berpamitan dulu dengan keluarganya (ay. 61). Sekilas kalimat ini baik sebagai suatu ketaatan pada keluarga. Namun, bagi Tuhan Yesus ini sebuah penolakan secara halus terhadap ajakan untuk mengikuti-Nya. Kalimat "menoleh ke belakang" dimunculkan oleh Tuhan Yesus bagi orang yang ragu, tidak fokus, dan menolak untuk mengikuti-Nya.
Kenapa Tuhan Yesus melarang dan menganggap tidak layak seseorang memiliki sikap ini? Tuhan menuntut penyerahan penuh seseorang yang dipanggil dan merespons panggilan untuk mengikuti-Nya. Apakah bisa kita mengalami rasa khawatir? Tentu bisa, tetapi Tuhan berjanji menjagai kita dan ketenangan bersama Tuhan akan kita miliki. Lawan kalimat menoleh ke belakang adalah terus memandang ke depan. Memandang kepada Tuhan untuk senantiasa mengikuti-Nya dengan setia sampai kita berjumpa muka dengan muka dengan Tuhan. Tuhan memanggil kita untuk mengikuti-Nya dan Dia minta kita untuk tetap setia mengikuti-Nya tanpa ragu sedikit pun. --RT/www.renunganharian.net
* * *
MOTTO JPA : " KELUARGA JPA - TUHAN BEKERJA - JPA BERDAMPAK "
THEMA JPA 2024 : " UNLIMITED LOVE " ( KASIH TANPA BATAS ) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar