RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Yohanes 16-18
Nas: Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. (Filipi 2:4)
Kepentingan
Seorang bayi demam dan mengalami diare, menangis terus di malam hari. Tanpa bertanya ini atau itu, seorang ibu lajang yang bertetangga mendatangi dan serta-merta memarahi sang bayi, "Kamu mengganggu orang tidur saja ya! Apa tidak bisa diam dan membiarkan orang istirahat?" Ayah sang bayi tersinggung dan menceritakan perilaku ibu lajang tersebut di hadapan publik. Jika Anda berada dalam situasi tersebut, siapakah yang akan Anda bela?
Secara alami, cara kita memandang persoalan cenderung didasarkan pada keadaan kita sendiri. Yang belum menikah mungkin saja berpikir bahwa ibu lajang itu tentu sangat terganggu dan berhak menegur, meskipun perlu menggunakan cara yang berbeda. Yang sayang anak cenderung membela ayah sang bayi sambil membayangkan betapa sulitnya menenteramkan bayi yang sedang sakit. Profesi dan kebiasaan juga memengaruhi cara pandang kita. Namun, jika dalam kasus sederhana ini kita dapat berbeda pandang, lalu bagaimanakah dengan perkara yang lebih kompleks? Rasul Paulus mengajarkan bahwa kita harus mendahulukan kepentingan orang lain.
Agar dapat menyelesaikan perselisihan, kita harus memperhatikan dasar pikiran Paulus. Kuncinya adalah kesehatian, sepikiran, satu kasih, satu jiwa, dan satu tujuan di dalam Kristus (ay. 2). Menghadapi persoalan relasi, kita patut membayangkan bagaimanakah reaksi Kristus dalam situasi tersebut. Bila prinsip ini diterapkan, hidup kita niscaya berada dalam damai. Persoalan rumit pun dapat disederhanakan dan dapat terselesaikan. --HEM/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: 1 TIMOTIUS 6:2-10
Bacaan Setahun: Yohanes 19-21
Nas: Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. (1 Timotius 6:8)
Hidup dengan Rasa Cukup
Suatu kali, saya merasa terhentak ketika seorang hamba Tuhan berkata dengan lantang, "Banyak masalah dalam kehidupan, dan banyak tindak kejahatan terjadi karena orang tidak dapat memahami dan menjalani kehidupan dengan rasa cukup, seperti yang diajarkan oleh firman Tuhan." Beliau yang sudah melayani lebih dari empat dekade itu lantas mengutip firman Tuhan seperti nas renungan kita hari ini, "Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah."
Menarik sekali mencermati serangkaian ayat pendahulu dari nasihat soal hidup dengan rasa cukup itu. Dalam rangkaian nasihatnya kepada Timotius, Paulus mengingatkan soal berbagai masalah yang muncul ketika kehidupan ibadah orang percaya tidak disertai tindakan menjalani hidup dengan rasa cukup (ay. 3-5). Paulus juga mengingatkan bagaimana dahulu manusia dilahirkan ke dunia tanpa membawa apa-apa, begitu pula nanti ketika mati (ay. 7). Nah, dari situlah lantas ada peringatan untuk hidup dengan rasa cukup, terutama soal ketersediaan makanan dan pakaian, sebelum muncul peringatan lain tentang keinginan menjadi kaya dan bahaya cinta uang bagi kehidupan orang percaya (ay. 9-10).
Nasihat Paulus soal ketersediaan makanan dan pakaian terlihat sederhana, tetapi dampaknya cukup besar terhadap kelangsungan hidup manusia. Mereka yang dapat menerima "kecukupan hidup" dengan rasa syukur, niscaya takkan muncul keinginan lain yang jika sampai tak terpenuhi maka dapat timbul niat berbuat jahat kepada orang lain. Bagaimana dengan cara pandang kita terhadap kecukupan hidup? --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: LUKAS 11:37-46
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 1-3
Nas: Namun, Ia menjawab, "Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jari pun." (Lukas 11:46)
Mengecualikan Diri Sendiri
Merasa diri sangat mengerti isi Kitab Suci, para ahli Taurat merumuskan aturan-aturan keagamaan, banyak di antaranya ribet dan sulit. Mereka meyakini semua itu penting, dan mewajibkan masyarakat menaati dengan sungguh. Namun, rupanya mereka justru mengecualikan diri dari kewajiban tersebut. Maka dengan keras, Tuhan menegur mereka, "Celakalah kamu ... sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jari pun."
Penolakan terhadap norma moral adalah akar ketidakbermoralan. Namun, bacaan hari ini menunjukkan hal lain, yang juga menjadi akar ketidakbermoralan, yakni sikap mengecualikan diri sendiri. Sambil menekankan pentingnya norma moral dan menuntut keberlakuannya atas hidup, orang menganggap bahwa norma moral itu berlaku hanya atas orang lain, tetapi tidak untuk dirinya sendiri.
Tentu saja, sikap mengecualikan diri dari tuntutan norma moral itu juga bisa menginfeksi kita. Mendengar khotbah tentang kesetiaan, kita berkata, "Nah, si Anu harus dengar baik-baik khotbah itu, " seraya merasa diri tak wajib bersikap setia. Menuntut sesama menghormati kebinekaan, tetapi ia sendiri merendahkan keyakinan sesama. Giat menyerukan tuntutan antikorupsi, tetapi membuka pintu untuk suap dan gratifikasi. Dan banyak lagi.
Tak seorang pun tahu benar bagaimana isi hati kita. Namun, alangkah baiknya jika teguran Tuhan di atas kita maknai sebagai tengara agar kita memeriksa diri, adakah sikap mengecualikan diri juga menguasai batin kita? --EE/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: BILANGAN 11:24-30
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 4-6
Nas: Tetapi, Musa berkata kepadanya, "Apakah engkau begitu giat mendukung diriku? Ah, kalau saja seluruh umat Tuhan menjadi nabi, karena Tuhan memberi Roh-Nya kepada mereka!" (Bilangan 11:29)
Dipenuhi Roh Allah
Musa merasa tidak sanggup sendirian untuk memikul tanggung jawab dalam memimpin bangsa Israel. Lalu Tuhan memintanya mengumpulkan 70 orang tua-tua Israel, untuk diperlengkapi-Nya dengan Roh-Nya, sehingga mereka dapat mengemban tanggung jawab itu bersama Musa (Bil. 11:14-17). Musa melakukannya. Lalu, Tuhan memberikan Roh-Nya pada mereka, sehingga mereka kepenuhan seperti nabi.
Namun, ternyata dua dari 70 tua-tua itu tidak hadir untuk berdiri di sekeliling kemah, melainkan tetap di perkemahan. Namun, mereka juga mengalami pencurahan Roh Allah dan bernubuat seperti nabi. Peristiwa itu segera dilaporkan kepada Musa. Mendengar itu, Yosua muda yang adalah pelayan Musa, meminta agar Musa mencegah mereka. Yosua merasa bahwa mereka dapat menjadi ancaman terhadap jabatan Musa. Bisa saja rasa hormat bangsa Israel kepada Musa berkurang karena semakin banyak orang yang dapat berbicara atas nama Allah.
Tanggapan Musa sungguh menarik, "Apakah engkau begitu giat mendukung diriku?" Musa menjelaskan bahwa ini bukan soal dirinya. Ini adalah soal Allah berkenan memakai orang-orang lain juga. Musa bahkan berharap andai semua umat itu dipenuhi Roh Allah sehingga mereka mengerti kehendak-Nya dan melakukannya. Ia ingin agar semua umat itu digerakkan oleh Roh Allah sehingga dapat melayani Dia. Syukur bagi Allah, melalui iman kepada Kristus, semua orang percaya telah diberi Roh-Nya. Dialah yang menuntun kita hidup dalam kebenaran, serta mengerjakan kehendak Allah bersama-sama. --HT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: ROMA 15:1-13
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 7-8
Nas: Sebab itu terimalah satu sama lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kamu, untuk kemuliaan Allah. (Roma 15:7)
Menerima dengan Kasih
Apakah Anda memiliki kriteria tertentu dalam mencari teman? Sebagian orang memasang standar kelayakan dalam berteman. Mereka harus memiliki karakter yang baik, tidak memiliki catatan buruk di masa lalu, bersih dari masalah. Sedapat mungkin, menjalin hubungan pertemanan harus menghasilkan keuntungan. Dengan demikian, nama baik mereka tetap terjaga. Sementara, orang yang tidak memenuhi syarat akan dianggap layak dijauhi, bahkan dikucilkan. Bergaul dengan mereka bisa-bisa hanya menimbulkan masalah dan beban.
Berbeda dengan kecenderungan sebagian orang, Tuhan Yesus justru hadir ke dunia untuk berteman dengan manusia berdosa. Yesus, yang sempurna/tanpa dosa itu, bahkan mau menjadi sahabat dan berkorban bertaruh nyawa demi keselamatan para pendosa. Inilah yang menjadi dasar Rasul Paulus dalam mengajak umat supaya menyediakan diri untuk menjadi teman bagi sesama. Kebaikan Allah melalui pengorbanan Kristus harus mendorong jemaat memiliki kasih yang serupa. Sebab, inilah cara kita memuliakan Allah: menerima sesama.
Keberhasilan pengenalan kita akan Kristus tentu ditandai dengan terjadinya pemulihan hidup sebagai manusia baru dalam kekudusan. Namun, bukan berarti bahwa kita boleh menjadi sombong karenanya. Pemulihan yang kita alami oleh karena kasih Allah hendaknya mendorong kita menerima sesama dengan kasih. Tidak selalu mudah karena tak jarang kita harus rela mengorbankan banyak hal. Waktu, materi, gengsi, juga perasaan. Namun, bukankah Yesus telah lebih dulu berkorban nyawa demi kasih-Nya bagi kita? --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: ULANGAN 15:12-18
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 9-10
Nas: Janganlah merasa berat hati, apabila engkau melepaskan dia sebagai orang merdeka, sebab selama enam tahun ia telah bekerja padamu .... (Ulangan 15:18)
Adil dan Peduli
Dari sejak zaman dahulu kehidupan orang-orang yang lemah dan papa kerap tidak dipedulikan, bahkan ditindas. Kita sering disuguhi berbagai berita bagaimana seorang asisten rumah tangga diperlakukan tidak layak. Hal ini tentulah sangat memprihatinkan. Bahkan di negara-negara yang dikenal cukup maju, mengerti masalah hak asasi manusia dan religi pun masih didapati melakukan praktik-praktik yang tidak manusiawi.
Tuhan sangat peduli dengan masalah sosial terutama kepada orang-orang yang dianggap lemah dan tak berdaya. Tuhan memberikan peraturan baru di tengah-tengah umat-Nya Israel tentang memperlakukan seorang budak. Tuhan peduli kepada mereka dan memberikan sebuah peraturan, yaitu setelah enam tahun lewat mereka bekerja maka pada tahun ketujuh mereka harus dibebaskan. Meski saat membeli budak-budak itu para majikan membeli atau menebus dengan harga yang cukup mahal, tetapi di tahun yang ketujuh, Tuhan memerintahkan untuk membebaskan mereka. Bahkan majikannya harus memberikan kambing dombanya untuk kelangsungan hidup budak yang dibebaskannya itu.
Tuhan mengasihi manusia dan memperlakukannya secara adil. Sebagai umat yang telah dibebaskan-Nya maka selayaknya kita pun memperlakukan bawahan kita, bahkan setiap orang dengan penuh kepedulian. Karena Ia memanggil kita untuk mengasihi, peduli, menjadi berkat, dan memberi kesejahteraan bagi sesama. --SYS/www.renunganharian.net
* * *
MOTTO JPA : " KELUARGA JPA - TUHAN BEKERJA - JPA BERDAMPAK "
THEMA JPA 2024 : " UNLIMITED LOVE " ( KASIH TANPA BATAS ) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar