RENUNGAN HARIAN
Bacaan: 1 PETRUS 4:12-19
Bacaan Setahun: Hakim-hakim 19-21
Nas: Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. (1 Petrus 4:13)
Bersukacita Saat Menderita
Rasul Petrus mengulang-ulang nasihat dan penghiburannya bagi orang percaya yang menderita. Seakan-akan pengulangan ini menyiratkan bahwa orang kristiani rawan menderita. Sekalipun menghidupi kebaikan dan kebenaran, mereka tetap harus bersiap jika diperhadapkan pada kemungkinan adanya aniaya dan derita karena iman. Bahkan perkara ini menjadi tantangan yang tersulit bagi orang kristiani.
Meski demikian, Rasul Petrus mengingatkan umat untuk tidak heran dengan penderitaan orang benar. Sebab terang orang benar sulit bersatu dengan kegelapan dunia. Karena itu, penderitaan menjadi ladang pengujian kesungguhan hati, kekuatan, kesabaran serta pemurnian iman. Kristus pun telah lebih dulu mengalami hal yang demikian. Tak heran jika Rasul Petrus mengajak umat untuk bersukacita saat harus turut mengambil bagian dalam penderitaan Kristus. Karena ini berarti kita bersatu dengan Dia. Dengan demikian, kita juga akan turut bersukacita pada waktu Dia datang kembali untuk menyatakan kemuliaan-Nya.
Ada penderitaan yang memang harus membuat kita merasa malu. Menderita karena menjadi pembunuh, pencuri, penjahat, mencampuri urusan orang lain, serta segala yang melawan kehendak Allah. Namun, ketika kita dihina karena mengikut Kristus, dan melakukan kehendak-Nya dalam kebenaran, kita tak perlu malu sebab ini berarti Roh kemuliaan Allah ada di dalam diri kita. Karena itu, apabila Allah menghendaki kita menderita, jangan kehilangan sukacita! Jalani saja dengan penyerahan diri kepada Tuhan, sambil senantiasa mengingat bahwa Allah akan selalu menepati janji-Nya. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: MAZMUR 22:1-6
Bacaan Setahun: Rut 1-4
Nas: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. (Mazmur 22:2)
Ditinggalkan Allah
Kebenaran itu seperti matahari. Ia senantiasa ada, bercahaya dan panas berpijar. Mungkin saja kadang-kadang mendung menyaputnya, atau tudung hutan menutupinya. Bisa jadi terkurung di gedung bertingkat mengalangi kita melihatnya, dan sergapan hawa ber-AC membuat kita tak menyadari sengatan panasnya. Malam pun secara rutin menyembunyikannya. Namun, alangkah bodohnya jika kita lalu menyatakan bahwa matahari itu tidak hadir dan tidak ada.
Melalui Mazmur 22, Daud berseru kepada Allah agar melepaskannya dari cercaan dan siksaan musuh. Di ayat 2, ia menggambarkan kepedihan hatinya karena merasa ditinggalkan dan diabaikan oleh Allah. Doa-doanya tidak terjawab. Pertolongan-Nya tidak kunjung terulur. Pertanyaannya menyiratkan betapa penting persekutuan dengan Allah bagi-Nya. Ia sungguh-sungguh menyadari bahwa "di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yoh. 15:5). Namun, meskipun merasa ditinggalkan, ia tidak kehilangan kepercayaannya. Nyatanya, ia tidak berdiam diri, tetapi tetap berseru kepada Allah, dan ia menyebut Allah sebagai "Allahku"!
Sebagaimana pengalaman Daud, kadang-kadang kita sulit merasakan hadirat Allah dalam hidup kita. Kehadiran-Nya tidak selalu nyata bagaikan matahari terik di tepi pantai. Kabut pencobaan dapat mengaburkan cahayanya, "AC kenyamanan" menepiskan kehangatannya, dan malam gulita yang mencekam jiwa menggerogoti kepercayaan kita. Namun, alangkah bodohnya jika kita kemudian berhenti percaya! --ARS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: MATIUS 26:57-68
Bacaan Setahun: 1 Samuel 1-3
Nas: Namun, Yesus tetap diam. Lalu kata imam besar kepada-Nya, "Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami apakah Engkau Mesias, Anak Allah." (Matius 26:63)
Suara yang Didengar
Iri hati karena Yesus memudarkan pengaruh mereka, ahli-ahli Taurat dan tua-tua berusaha mencari kesaksian palsu demi membuktikan Yesus bersalah. Supaya menurut hukum Taurat mereka bisa menjatuhkan hukuman mati kepada-Nya. Yesus yang tetap diam menghadapi segala tuduhan membuat Imam Kepala gusar dan mengharapkan Dia segera berbicara. Mereka memancing Yesus mengatakan sesuatu yang dapat dipakai untuk mendakwa-Nya.
Bersuara lebih dulu dengan keras dan berani, membuka peluang untuk lebih didengar. Benar atau salah, orang cenderung menilai informasi yang pertama mereka dengar sebagai kebenaran. Selanjutnya, informasi susulan yang dianggap benar adalah info yang mendukung anggapan mereka. Bukan mencari kebenaran, yang mereka cari adalah legitimasi. Tak heran ketika Yesus diam, para pendakwa-Nya merasa gusar. Mereka ingin Dia segera bicara, memperkatakan sesuatu yang dapat mendukung dakwaan mereka sebagai dasar untuk menghukum-Nya.
Berani berbicara itu baik. Namun, orang benar tidak sembarangan bicara. Orang benar berbicara atas dasar hikmat dalam kebenaran Ilahi, bukan untuk tujuan yang jahat. Sebab mereka paham, kesaksian palsu menuntut tanggung jawab besar sekalipun tampak menang dan kuat, bahkan mendapat banyak dukungan. Sebaliknya, menghidupi kebenaran mungkin selalu dianggap salah apa pun yang dilakukan (baik diam atau bertindak). Namun, kalah tidak selalu berarti salah, karena ketika diadili, kebenaranlah yang sesungguhnya mengadili kejahatan-sekalipun mungkin kebenaran tampak dilecehkan. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: EFESUS 4:1-16
Bacaan Setahun: 1 Samuel 4-8
Nas: Tidak! Sebaliknya kita harus menyatakan hal-hal yang benar dengan hati penuh kasih, sehingga dalam segala hal kita makin lama makin menjadi sempurna seperti Kristus, yang menjadi kepala kita. (Efesus 4:15, BIS)
Hal-Hal yang Benar
Apakah yang memulihkan Petrus dari dosanya? Film The Passion of the Christ menyodorkan petunjuk menarik. Pada saat Yesus diadili, berlawanan dengan janjinya pada saat perjamuan terakhir, Petrus menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Ketika kemudian matanya bertatapan dengan mata Sang Guru, hati Petrus tercekat. Ia berlari ke luar dan dengan terbata-bata mengakui dosanya kepada Maria, ibu Yesus, Yohanes, dan Maria Magdalena.
Dengan kata lain, Petrus berlari kembali kepada komunitas orang-orang percaya dengan mengakui kelemahannya. Komunitas itu merengkuhnya, dan mendukungnya untuk memperoleh anugerah dan kesempatan baru.
Pengalaman Petrus tersebut sejajar dengan pengajaran Paulus. Untuk menghadapi penyesatan, Paulus menasihati jemaat di Efesus untuk "menyatakan hal-hal yang benar dengan hati penuh kasih" terhadap satu sama lain. Apakah hal-hal yang benar itu? Paulus mengacu pada identitas baru mereka di dalam Kristus, bahwa mereka adalah ciptaan baru di dalam Kristus, bahwa mereka adalah anggota tubuh Kristus. Melalaikan identitas sejati tersebut membuat orang percaya rentan terhadap penyesatan dan pencobaan.
Terhadap orang yang bergumul dengan dosa, dengan demikian, motivasi paling efektif bukan mendorong mereka berfokus pada dosa, menyesalinya, dan berusaha memperbaiki dengan kekuatan sendiri. Sebaliknya, kita dapat mengajak mereka berfokus pada Tuhan dan kebaikan-Nya, serta identitas baru yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka: anak Allah. --ARS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: LUKAS 23:33-43
Bacaan Setahun: 1 Samuel 9-12
Nas: [Yesus berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."] Lalu mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya. (Lukas 23:34)
Doa Pengampunan dari Yesus
Kapan terakhir kali Anda mengucapkan pengampunan atas perbuatan orang lain yang membuat hati Anda terluka? Dalam situasi apakah pengampunan itu Anda ucapkan? Apakah saat itu Anda memberikan pengampunan dengan sungguh-sungguh, seraya menyerahkan hak untuk membalas kepada Allah? Berdasarkan pengalaman pribadi saya terkait mengampuni orang lain, bukanlah perkara yang mudah untuk mengampuni orang lain. Beberapa orang bahkan membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun sebelum dapat mengampuni dengan sungguh-sungguh.
Doa pengampunan Yesus ucapkan saat tergantung di kayu salib. Menuliskan kisah pengampunan Yesus itu jauh lebih mudah daripada ketika pengampunan itu menjadi pengalaman pribadi. Merenungkan permohonan Yesus kepada Bapa sungguh terasa menggetarkan hati, karena Yesus mencoba "melunakkan hati Bapa-Nya" terhadap orang-orang yang telah menyalibkan Yesus, sebagai Putra Tunggal Allah. Bagi sebagian orang, tindakan Yesus ini sukar untuk dipahami, tetapi inilah yang hendak Yesus teladankan untuk diikuti oleh para murid-Nya, termasuk bagi kita yang percaya kepada-Nya.
Seseorang pernah berkata, "Membalas itu manusiawi, tetapi mengampuni itu Ilahi." Memang sifat dosa membuat kecenderungan menuntut balas itu ada, tetapi Yesus tak pernah mengajarkan soal pembalasan, bahkan sampai akhir hidup-Nya. Jika kita berani menyebut diri kita sebagai pengikut Kristus, berarti mulai hari ini hanya ada satu opsi ketika kita dihadapkan pada pilihan untuk membalas atau mengampuni. Manakah yang akan kita pilih? --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: YOHANES 13:21-30
Bacaan Setahun: 1 Samuel 13-14
Nas: Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." (Yohanes 13:21, TB)
Menolak Anugerah
Umumnya, orang meluapkan perasaan haru untuk mengungkapkan suatu kebahagiaan atau kegembiraan walau sesekali ditandai dengan menetesnya air mata. Kita terharu ketika menyaksikan seseorang yang penuh perjuangan akhirnya berhasil menjadi juara. Para orang tua terharu saat akhirnya melihat anaknya lulus menjadi sarjana.
Namun, Yesus menunjukkan rasa haru kepada seseorang untuk alasan yang berbeda. Yesus terharu bukan karena merasa bahagia, tetapi kesedihan yang teramat besar karena tahu bahwa ada seorang dari para murid yang akan mengkhianati-Nya. Rasa haru Yesus tidak ditunjukkan-Nya dengan kemarahan karena Ia dikhianati, sebaliknya, justru Ia sedang menunjukkan kasih-Nya yang besar kepada Yudas Iskariot. Kasih Yesus kepada Yudas sesungguhnya Ia tunjukkan dengan memberikan roti yang telah dicelupkan pada saat perjamuan Paskah. Inilah sebuah kebiasaan yang dilakukan sebagai tanda hormat tuan rumah kepada tamunya. Ini juga berarti sebuah kesempatan atau anugerah agar Yudas sadar dan bertobat. Sayang, Yudas hanya bersedia menerima roti, tetapi menolak anugerah-Nya! Yudas memilih untuk melaksanakan niat jahatnya itu dan tidak bertobat.
Sikap Yudas mengingatkan kita tentang orang-orang yang menolak Yesus dan anugerah-Nya. Sekalipun tampaknya ia termasuk bagian sebagai pengikut Yesus, tetapi sesungguhnya hatinya menolak-Nya. Ia sesungguhnya tidak kekurangan anugerah dan kesempatan untuk bertobat dan menerima janji Tuhan. Tuhan terharu sedih ketika melihat ada niat jahat di hati kita. Hari ini Ia datang dan memberikan anugerah-Nya. Apakah kita bersedia menerima anugerah-Nya dan menghentikan niat jahat kita? --SYS/www.renunganharian.net
* * *
JPA VISION 2024 : " UNLIMITED LOVE " ( KASIH TANPA BATAS ) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar