RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: 1 Samuel 8-11
Nas: ... "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku." (Matius 26:38)
Satu Jam Saja
Ketika anak pertama kami meninggal, kami begitu terkesan dengan seorang sahabat yang datang menemani kami pada saat kejadian. Ketika kami memberikan kabar duka, ia segera hadir, dengan rela dan tulus ia memberikan waktunya untuk ada bersama kami di tengah-tengah kesedihan dan pergumulan kami yang berat.
Menjelang akhir pelayanan-Nya di dunia untuk menyelesaikan karya penebusan-Nya, Yesus mengalami pergumulan yang berat. Dia harus menanggung banyak penderitaan, dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga (Mat. 16:21).
Dalam kesedihan-Nya yang sangat, Dia ingin berdoa kepada Bapa-Nya di taman Gestemani. Dia mengajak murid-murid-Nya yang terdekat: Petrus, Yohanes, dan Yakobus bersama-Nya. Dia ingin mereka menemani dan berjaga-jaga satu jam saja. Tetapi apa yang terjadi dengan mereka ketika Yesus berdoa? Mereka semua tertidur, bahkan sampai tiga kali, setiap kali Yesus sedang berdoa. Pergumulan berat Yesus untuk taat dalam menghadapi kematian di atas kayu salib ternyata tidak mudah mereka pahami sehingga mereka tidak sanggup sejenak berjaga-jaga bersama-Nya.
Ada orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan dukungan di masa-masa kritis karena situasi dan masalah yang berat dalam studi, keluarga, kesehatan, pekerjaan, dan relasi dengan orang lain. Mereka sangat kesepian dan membutuhkan teman yang dapat sekadar mendengar dan mengerti beratnya pergumulan yang mereka hadapi. Maukah kita hadir, sebagai wujud kasih dan dukungan, dan berdoa bagi mereka? --ANT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: YOHANES 12:23-28
Bacaan Setahun: 1 Samuel 12-14:23
Nas: "Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." (Yohanes 12:24)
Supaya Ada Hidup
"Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah" (ay. 24). Tuhan berbicara tentang misi-Nya: Ia harus berkorban sampai mati agar manusia beroleh hidup. Sebetulnya, jika Dia mau, Dia bisa menghindari itu. Namun, Dia berkata, "Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ..." (ay. 27). Tuhan memang datang untuk mati, agar manusia selamat dan hidup karenanya. Dan, Dia sungguh melakukan itu.
Harus ada yang mati, supaya ada yang hidup. Dalam arti seperti di atas, hanya Kristuslah yang bisa melakukan itu. Tetapi, hidup di dalam Tuhan adalah soal merespons karya Tuhan lewat keputusan dan tindakan dalam hidup. Artinya, semua pengikut Kristus diundang untuk merespons pengorbanan Tuhan dengan mematikan hal tertentu dalam diri mereka agar terjadi hal yang baik pada sesama oleh karenanya. Seperti apa misalnya?
Ketika badai Covid-19 melanda, para pelayan publik dan pemuka agama (aparat pemerintah, pastor, pendeta, dll.) harus mematikan rasa lelah, kekhawatiran, kepentingan diri, demi menolong mereka yang memerlukan. Para orang tua harus mematikan banyak kepentingan mereka agar bisa mendampingi anak mereka-terutama yang masih kecil-mengikuti pembelajaran online. Para petugas kesehatan bahkan merelakan hidup-mati mereka demi keselamatan pasien mereka.
Harus ada yang kita matikan dalam diri kita agar terjadi hal-hal baik pada orang lain karenanya. Kita tak ingin mengecualikan diri dari panggilan itu, 'kan? --EE/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: 1 Samuel 14:24-16
Nas: Sejak itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. (Matius 16:21)
Merdeka dari Derita
Apa jadinya jika tokoh utama yang diharapkan menjadi superhero mengalami penderitaan bahkan kekalahan? Tentu janggal, memilukan dan mengecewakan, bukan? Meski demikian, itulah kisah perjalanan hidup Yesus saat melakukan misi Allah.
Bukannya kabar sukacita semacam janji kemenangan dan pemulihan bagi Israel di masa mendatang, Yesus justru menyatakan berbagai penderitaan yang harus ditanggung-Nya. Bahkan, Yesus juga menyampaikan bahwa diri-Nya akan dibunuh. Sangat manusiawi jika Petrus memprotes Sang Guru. Bukankah semestinya sebagai Mesias, Yesus datang untuk menang?
Sayangnya, cara pandang Petrus bertolak belakang dengan cara pandang Tuhan. Bahkan cara pandang Petrus disebut-Nya sebagai batu sandungan (bdk. ay. 23). Ya, melalui penderitaan yang harus dialami Yesus Kristus, Allah menunjukkan bahwa menjadi orang percaya tidak menjamin lenyapnya penderitaan. Sebaliknya, orang percaya justru diperhadapkan dengan penderitaan, mengingat nilai kekristenan banyak berseberangan dengan hikmat dunia. Namun, orang yang mengandalkan Tuhan diberi-Nya kemerdekaan atas penderitaan. Artinya, bersama Kristus penderitaan tidak mampu menggoyahkan sukacita, damai sejahtera dan pengharapan dalam Kristus. Sebagaimana penderitaan terbesar manusia, yakni dosa, mampu ditaklukkan oleh-Nya.
Hanya saja, kemerdekaan harus diperjuangkan. Kemerdekaan atas penderitaan adalah milik mereka yang mau menyangkal diri. Sebab satu-satunya jalan untuk hidup secara rohani sesuai maksud Tuhan adalah dengan mati bagi diri sendiri. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: LUKAS 22:54-62
Bacaan Setahun: 1 Samuel 17-18
Nas: Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedih. (Lukas 22:62)
Sudah Telanjur?
Pernahkah Anda merasakan sesuatu yang sudah telanjur? Perjalanan menyimpang yang sudah telanjur jauh. Kesalahan yang sudah telanjur seperti tanaman liar bertumbuh. Kebanggaan yang sudah telanjur runtuh. Harapan yang sudah telanjur hancur luluh. Pokoknya serba telanjur. Akibatnya, kita tidak mampu melihat kemungkinan untuk kembali atau mulai dari awal lagi. Telanjur basah. Ekornya ialah ketelanjuran yang kian parah.
Lukas menggambarkan suasana menjelang penyaliban Yesus sebagai semakin giatnya kuasa kegelapan bekerja (Luk. 22:53). Selain menyerbu Yesus, juga menyerang murid-murid-Nya, terutama Yudas Iskariot (Luk. 22:3) dan Simon Petrus (Luk. 22:31). Serbuan terhadap Yesus selalu gagal. Tetapi tidak demikian dengan kedua murid itu. Mereka jatuh terperangkap. Hanya bedanya, Yudas meneruskan kejatuhannya-gantung diri (Mat. 27:3-5). Sedangkan Petrus bertobat dalam penyesalan mendalam. Yudas hanyut oleh arus ketelanjuran. Petrus kembali ke permulaan lagi-sebagaimana terlukiskan oleh kembalinya fajar pagi diiringi suara ayam berkokok (ay. 60). Masih ada hari bagi yang mau kembali lagi, tak peduli seberapa telanjur dirinya tergelincir.
Ketika suatu kesalahan terus terulang, mengatasi perasaan "sudah telanjur" memang tidak mudah. Sepertinya sudah terlambat untuk berpaling kembali. Godaan untuk menceburkan diri kian dalam amat besar. Namun, jangan kita memercayainya! Tuhan selalu membuka kesempatan bagi kita untuk bertobat. Asalkan kita telah menapak di jalur yang benar-memulai kembali dari puing-puing kegagalan, adalah pilihan yang lebih baik demi menyongsong hari depan. --PAD/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: IBRANI 10:19-39
Bacaan Setahun: 1 Samuel 19-21
Nas: Karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tirai, yaitu diri-Nya sendiri. (Ibrani 10:20)
Jalan Baru
Kapasitas jalan dan jumlah kendaraan bermotor yang tidak seimbang merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Kemacetan menjadi realitas yang menghambat aktivitas hidup sehari-hari. Itu sebabnya, keberadaan jalan baru menjadi solusi untuk mengatasi kesumpekan lalu lintas di jalan raya. Jalan ini dianggap mampu menghadirkan keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna jalan saat melintas di atas jalan tersebut.
Kesumpekan hidup pun mengisyaratkan hal serupa. Namun, bagi orang percaya, jalan untuk keluar dari tekanan hidup yang ada telah disediakan bagi kita. Jalan baru yang dibukakan oleh Yesus (ay. 20) lewat kematian-Nya di atas kayu salib. Jalan keluar satu-satunya yang sanggup membawa kita sampai kepada Bapa (Yoh. 14:6) dengan menyertakan hidup kekal di dalamnya (ay. 39).
Berjalan di dalam jalan baru akan mendatangkan kedamaian sejati lantaran kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah (Rm. 5:1). Anugerah terbesar yang menjawab kebutuhan hakiki dalam hidup kita. Karunia hidup yang mensyaratkan ketekunan kita (ay. 36) untuk tetap berada di atas jalan nan mulia ini, kapan pun dan dalam situasi apa pun.
Jumat Agung, bagi orang percaya, akan selalu merujuk kepada jalan baru. Jalan kemuliaan yang bertumpu di atas penderitaan Kristus. Tetap berada di atas jalan ini menjamin sukacita yang kelak berujung pada keselamatan jiwa di akhir perjalanan hidup kita di atas muka bumi. --EML/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: LUKAS 23:33-43
Bacaan Setahun: 1 Samuel 22-24
Nas: Lalu ia berkata, "Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." (Lukas 23:42)
Keyakinan si Penjahat
Melihat sebatang pohon buah yang tinggi nan kokoh serta berdaun lebat, kita dapat dengan yakin mengatakan, "Pada musimnya nanti aku akan menikmati buahnya." Namun, bagaimana seandainya yang ada di depan kita hanya sebatang pohon gundul dengan ranting-ranting yang mengering? Masihkah kita berharap akan menikmati buah dari pohon itu?
Salah seorang dari penjahat yang disalibkan bersama Yesus mengatakan, "Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." Tidakkah kita berpikir bahwa perkataannya itu menarik? Faktanya, Yesus yang tampak di depan mata saat itu hanya seorang pribadi yang sudah tidak berdaya lagi! Tergantung di kayu salib, Dia bagaikan sebatang pohon gundul dengan ranting-ranting yang mengering, yang hanya menunggu waktu untuk menghilang lenyap dari dunia ini. Jelas bahwa penjahat itu melihat sesuatu di dalam diri Yesus yang luput dari pandangan orang banyak. Dan apa yang dilihatnya itu membuat ia berkeyakinan bahwa Seorang yang sekarat di sisinya akan datang kembali sebagai Raja.
Saat ini, ketika kita memandang kepada Yesus, diri-Nya sudah jauh berbeda dari Seorang yang penjahat itu dahulu saksikan. Yesus sudah bangkit dan menang melawan maut. Dia yang sebelumnya tidak berdaya, sekarang penuh kuasa, bahkan duduk memerintah sebagai Raja di atas segala raja. Perbuatan-Nya yang ajaib juga kerap kali kita rasakan dalam kehidupan kita. Dari segala apa yang sudah kita saksikan, betapa degil hati kita dan dungunya pikiran kita jika sampai sekarang kita masih suka meragukan Yesus. --LIN/www.renunganharian.net
* * *
& JPA VISION : " Mempersiapkan Bagi Tuhan Suatu Umat Yang Layak Bagi-Nya " ( LUKAS 1:17c )
JPA VISION 2023 : " HISTORY MAKER " ( PEMBUAT SEJARAH ) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar