RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: 2 Korintus 1-4
Nas: Jadi, akhirnya, Saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. (Filipi 4:8)
Pengemudi Pikiran
Seorang pria mengajak putranya jalan-jalan naik bus. "Ayah, aku akan duduk di kursi paling depan, " kata putranya. "Jangan!" cegahnya. "Itu kursi pengemudi. Kita penumpang duduk di belakang." Besoknya pria itu mengantar putranya ke sekolah naik mobil pribadi. "Ayah mau duduk bersamaku di belakang?" tanya putranya. "Tidak Nak!" ia tersenyum, "Karena ayah mengemudi."
Peran kita: penumpang dan pengemudi. Kapan kita sebagai penumpang dan kapan sebagai pengemudi? Untuk perjalanan kehidupan sehari-hari, peranan kita sebagai penumpang. Sang Pengemudi ialah Tuhan. Biarkan Tuhan membawa kita melintasi rute yang Dia inginkan. Tetapi untuk pikiran, kita sang pengemudi. Kita bertugas mengarahkan ke mana pikiran itu pergi. Segala yang melintas di pikiran kita ialah tanggung jawab kita sendiri. Rasul Paulus menuturkan nasihat untuk membantu kita menjadi pengemudi pikiran yang baik. Pertama, pergi menghindari jalur yang salah, yakni pikiran mengenai kekhawatiran. Alih-alih khawatir, kita dapat menyatakan keinginan kepada Tuhan (ay. 6). Kedua, melaju melintasi jalur yang benar. Caranya? Berpikir mengenai hal-hal yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, disebut kebajikan dan patut dipuji (ay. 8).
Adakalanya kita menjadi lengah. Seharusnya mengemudikan pikiran, malah duduk santai di kursi penumpang. Segera kemudi diambil alih oleh iblis! Diarahkannya kita menuju jalur kekhawatiran. Alhasil kita kerap diliputi perasaan takut, cemas dan gelisah. Saat ini, ambil kembali kendali itu! Duduklah di kursi pengemudi yang memang Tuhan tetapkan untuk kita. Selanjutnya, putar kembali pikiran ke jalur benar, yaitu berpikir mengenai hal-hal yang Paulus tuturkan. --LIN/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: MATIUS 3:1-12
Bacaan Setahun: 2 Korintus 5-8
Nas: "Jadi, hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8)
Buah Bukan Batu
Ada pohon pisang di depan rumah kontrakan kami yang sedang berbuah. Buah pisangnya sudah besar dan "gemuk" tapi masih berwarna hijau. Hal ini membuat saya merefleksikan hidup sebagai anak Tuhan. Bukankah gambaran kita sebagai anak-anak Tuhan juga dituntut untuk menghasilkan buah?
Yohanes Pembaptis dalam khotbahnya menekankan bahwa pertobatan seseorang pada Tuhan pasti menghasilkan buah. Jadi kalau kita anak Tuhan maka kita pasti berbuah. Seruan Yohanes ini merupakan sikap pertentangan terhadap kehidupan orang Farisi dan orang Saduki. Yohanes memberikan mereka label ular beludak (ay. 7, TB). Ini merupakan jenis ular berbisa yang paling umum di Israel. Ular beludak cenderung aktif di malam hari dan berburu dengan menyelinap mendekati mangsanya. Ketika merasa terancam, ular beludak akan menggulung tubuhnya, berdesis, dan menyerang lawannya. Jadi inilah tindakan yang umum dilakukan oleh orang Farisi dan orang Saduki yang selalu menyerang saat kenyamanan mereka terganggu.
Karena itu, Yohanes mengingatkan mereka untuk menghasilkan buah bila benar mereka sudah bertobat. Ini mustahil mereka hasilkan selain Allah sendiri yang memberikan anugerah keselamatan itu dan mereka akan menghasilkan buah bagi Tuhan. Jadi pesan firman hari ini jelas untuk kita bahwa bila Anda dan saya telah menerima keselamatan dari Tuhan Yesus maka kita pasti menghasilkan buah dalam hidup kita. Buah yang pastinya baik dan menyenangkan hati Tuhan. Buah pertobatan yang mendatangkan berkat bagi orang-orang di sekitar kita dan memuliakan Tuhan. --RT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: 1 RAJA-RAJA 2:13-27
Bacaan Setahun: 2 Korintus 9-13
Nas: "Oleh sebab itu, demi TUHAN yang hidup, yang menegakkan aku dan mendudukkan aku di atas takhta Daud, ayahku, dan yang membuat bagiku suatu keluarga seperti yang dijanjikan-Nya: pada hari ini juga Adonia harus dibunuh." (1 Raja-raja 2:24)
Tindakan Tegas
Hubungan kedekatan dengan mereka yang dianggap pernah berjasa menjadi alasan bagi kita untuk tidak berani bertindak tegas. Kita memilih bertindak abai ketika melihatnya menyimpang dari firman Tuhan. Karena keluarga dekat, kita acapkali hanya diam tatkala melihatnya jelas-jelas berbuat salah.
Salomo mungkin mengalami dilema yang sama. Adalah Adonia, putra sulung Daud yang merasa lebih berhak menduduki takhta Daud. Adonia tahu bahwa kegagalannya menduduki takhta Daud adalah peran Batsyeba, ibu Salomo. Ia menyangka bisa memakai "jasa" Batsyeba untuk mewujudkan ambisinya. Dengan dalih minta izin memperistri Abisag (istri Salomo), ia meminta bantuan Batsyeba untuk "memohonkannya" kepada Salomo. Adonia berpikir Salomo akan mengabulkan permintaan ibunya. Tapi ia salah! Salomo dengan tegas menolak permintaan itu karena ia tahu bahwa Adonia sesungguhnya hendak merebut takhta dan itu menentang kehendak Allah. Memperistri istri raja sama halnya dengan menduduki takhta raja. Apa jadinya jika Salomo menuruti permintaan ibunya dan membiarkan Adonia hidup?
Dengan dalih kasih, kedekatan, atau balas jasa, kita sering kali menjadi lemah dengan bersikap tidak tegas saat menghadapi seseorang yang jelas hidup dalam dosa. Memilih bersikap lunak atau abai tidak hanya membuat seseorang jatuh semakin dalam dan jauh dari Tuhan, diri kita pun tidak luput dari akibat sikap kompromi. Kiranya Tuhan terus menerangi hati kita untuk bertindak bijaksana dan berani tegas terhadap dosa apa pun risikonya. --SYS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: LUKAS 1:26-38
Bacaan Setahun: Galatia 1-3
Nas: Kata Maria, "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia. (Lukas 1:38)
Bersikap Hamba
Tuhan adalah Tuan kita Yang Agung. Seharusnyalah kita menghormati status-Nya dan menyadari posisi kita sebagai hamba. Maka, sekalipun kita telah dianggap sebagai sahabat Kristus, kita harus tetap menunjukkan bahwa Ia adalah Tuhan kita (Yoh. 15:14-15). Namun, jarang kita yang hidup di era demokrasi saat ini memahami tentang bagaimana bersikap sebagai hamba di hadapan Tuhan kita.
Bersyukur bahwa Maria, bunda Kristus, dapat menjadi contoh. Allah mengutus malaikat Gabriel untuk menyampaikan pesan khusus baginya, bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus. Anaknya akan menjadi Raja atas keturunan Yakub sampai selama-lamanya. Seharusnya berita luar biasa ini membuat Maria bangga dan menyiarkannya dengan gegap gempita. Namun Maria justru menyimpannya dalam hati, dan akibatnya, hampir saja Yusuf menceraikannya (Mat. 1:19). Sama sekali tidak ada gerutu maupun pertanyaan ketika Maria mengalami penderitaan sewaktu hamil besar dan melahirkan dalam keadaan miskin. Nyanyian pujian Maria pun merupakan ucapan syukur dan pengakuan bahwa dirinya adalah hamba yang rendah (Luk. 1:48).
Jika kita menganggap Kristus sebagai Tuhan kita, bukankah kita juga wajib menaati segala perintah-Nya? Kita tetap percaya penuh kepada-Nya bagaimanapun kondisi kita? Kita tidak membanggakan diri berlebih dan menuntut orang lain menghargai kita? Apa pun penderitaan kita, kita tetap melayani-Nya tanpa sungut? Sepenuhnyakah kita sadar bahwa kelebihan kita adalah anugerah Tuhan semata bagi kita yang berstatus hamba? --HEM/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: KEJADIAN 24:50-61
Bacaan Setahun: Galatia 4-6
Nas: Tetapi jawabnya kepada mereka: "Janganlah tahan aku, sedang TUHAN telah membuat perjalananku berhasil; lepaslah aku, supaya aku pulang kepada tuanku." (Kejadian 24:56)
Utusan yang Tepercaya
Utusan adalah seseorang yang disuruh untuk menyampaikan sesuatu atau mengerjakan suatu tugas. Ia bertindak mewakili serta demi kepentingan sang pengutus. Semakin penting tugas yang diembannya, semakin besar kepercayaan yang diterimanya.
Hamba Abraham termasuk utusan yang sangat dipercaya tuannya. Ia ditugaskan mencari istri bagi Ishak, anak yang dimiliki Abraham di masa tuanya sebagai penggenapan janji Allah. Sang calon istri haruslah seorang yang percaya kepada Allah, yakni dari kaum keluarga Abraham, dan ia harus bersedia ikut dengan sang hamba ke negeri Kanaan.
Sang hamba pun berangkat dari Kanaan menuju Aram-Mesopotamia. Proses perjalanan ini menunjukkan betapa iman dan ketaatan Abraham kepada Allah juga telah aktif dalam kehidupan sang hamba. Ia selalu meminta pimpinan Allah. Ia pun menyaksikan jawaban Allah atas doanya. Ketika keluarga Ribka memintanya menunda perjalanan sekitar sepuluh hari, ia menolaknya. Ia menyadari bahwa Tuhan telah membuatnya berhasil, maka ia ingin segera menyampaikan hasil yang baik itu kepada tuannya. Ia tidak mengutamakan kenyamanannya, atau bersikap remeh dengan tugasnya.
Hamba Abraham meninggalkan teladan tentang sikap tepercaya seorang utusan. Ia sungguh-sungguh menyadari tugasnya, serta melakukannya dengan penuh tanggung jawab serta mengandalkan Tuhan. Sikap seperti inilah yang hendaknya kita miliki ketika dipercaya untuk mengerjakan sesuatu. Dan di atas semuanya, kita juga harus ingat bahwa kita adalah utusan Kristus di bumi ini, untuk menyampaikan berita kasih-Nya kepada dunia. --HT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: YOHANES 9
Bacaan Setahun: Efesus 1-3
Nas: Jawab Yesus, "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia." (Yohanes 9:3)
Karena Pekerjaan Tuhan
Saya mengenal sahabat yang adalah seorang tunanetra. Dulu saya mengenal dia sebagai orang yang gampang putus asa dan minder karena sering diolok-olok temannya. Dia selalu menganggap Tuhan tidak adil bagi dirinya sampai suatu saat ia dipertemukan dengan seorang hamba Tuhan yang banyak mengubahkan hidupnya. Hamba Tuhan ini mengajarkan kepadanya arti hidup, perjuangan dan kerja keras. Beberapa tahun kemudian, sahabat saya ini bersemangat untuk membuat hidupnya lebih berarti dan sampai sekarang Tuhan memakainya untuk menjadi berkat bagi penyandang tunanetra lainnya di sekolah luar biasa yang berhasil didirikannya.
Ketika melihat orang buta ini, murid-murid Yesus berpendapat bahwa kebutaannya ini adalah akibat dari dosa dirinya atau orang tuanya (ay. 2), namun Yesus menyadarkan kepada mereka bahwa keberadaan si buta ini adalah untuk menyatakan pekerjaan Allah. Setelah Yesus menyembuhkannya, hidup si buta ini malah menjadi inspirasi bagi kebanyakan orang karena dia mengalami sendiri pengalaman rohani bersama Allah (ay. 28-33) meskipun banyak orang Farisi yang menentang kejadian ini. Saat Allah bekerja, tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi pekerjaan-Nya, dan siapa saja bisa dipakai-Nya.
Tuhan tidak memandang orang dari penampilan luarnya. Dia sanggup membuat orang bersemangat dalam melayani bahkan menjadi kesaksian yang baik meskipun ia memiliki banyak keterbatasan. Masihkah kita memandang orang seperti itu dengan sebelah mata? Apakah kita tidak tergerak juga untuk memotivasinya agar ia berjumpa secara pribadi dengan Tuhan? --YDS/www.renunganharian.net
* * *
& JPA VISION : "Mempersiapkan Bagi Tuhan Suatu Umat Yang Layak Bagi-Nya" ( LUKAS 1:17c )
"THE FUTURE IS NOW" (MASA DEPAN ADALAH SEKARANG) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar