RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Filipi 1-4
Nas: Ketika Herodes tahu ... ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem .... (Matius 2:16)
Kegagalan Herodes
"Jagalah hati jangan kau kotori. Jagalah hati lentera hidup ini. Jagalah hati jangan kau nodai. Jagalah hati cahaya ilahi." Itulah penggalan syair lagu yang tidak asing di telinga kita. Syair lagu ini bisa menjadi suatu pelajaran bagi kita untuk menjaga hati kita tetap ada dalam kebenaran. Hati dapat mengendalikan tindakan seseorang, baik maupun jahat.
Dari petunjuk yang diberikan para ahli kitab suci, Herodes tahu bahwa yang lahir adalah Mesias yang akan menyelamatkan umat Israel. Tetapi Herodes tidak menyambutnya, malahan karena takut kehilangan takhta, Herodes mencari segala cara untuk menggagalkan kelahiran bayi Mesias, Herodes hanya memahami Mesias secara politis sehingga ia takut jika posisinya tergeser, padahal Kristus datang sebagai Mesias yang bertujuan untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Sayangnya, Herodes gagal memahami kebenaran ini. Herodes tidak ikut serta menyambut kelahiran Mesias seperti orang majus. Bukankah seorang raja yang memimpin umat Allah seharusnya bersukacita menyambut penggenapan janji Tuhan pada Israel yang sudah dinantikan berabad-abad, yang kini digenapi pada zamannya?
Natal akan indah jika kita menyambutnya dengan hati yang tetap terjaga dalam kebenaran firman Tuhan. Kita bisa saja memiliki kehendak dan tindakan yang buruk di hari Natal ini, tetapi itu akan membuat damai sejahtera itu hilang dan Natal akan berlalu dengan sia-sia. Marilah kita memahami kebenaran tentang kelahiran Yesus dan merenungkan tujuan kelahiran-Nya bagi kita manusia berdosa. Sambutlah Dia untuk tinggal dalam hati kita. --YDS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: YOHANES 15:9-17
Bacaan Setahun: Kolose 1-4
Nas: Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran. (Amsal 17:17)
Sahabat yang Tulus
Di zaman sekarang, menemukan sahabat yang benar-benar tulus itu terbilang sulit. Tidak jarang kita bertemu dengan orang yang mengaku diri sahabat tetapi sebenarnya perilakunya penuh kepalsuan. Dia memang berlaku bak sahabat ketika diri kita baik dan menguntungkannya, tetapi saat kita terpuruk dan jatuh, ia mengecam dan meninggalkan kita. Seperti inikah tipikal seorang sahabat yang tulus mengasihi?
Jika kita ingin meneladani sosok seorang sahabat yang benar-benar tulus mengasihi kita, Dia adalah Yesus Kristus. Ketulusan persahabatan-Nya ditunjukkan-Nya bahwa Ia menerima diri kita apa adanya, tanpa syarat, tak memandang fisik, harta atau kedudukan kita. Selayaknya sebuah bintang, meski Ia tidak terlihat, namun Ia selalu ada di dekat kita. Sebagai sahabat, Ia selalu menjaga kepercayaan dan tidak pernah mempermalukan kita di depan umum. Saat kita salah, Ia langsung menegur kita, bukan membicarakannya di belakang kita. Saat kita terpuruk dalam kejatuhan, Ia tetap setia mendampingi dan mendorong diri kita untuk bangkit. Dan ketulusan terbesarnya adalah Ia memberikan nyawa-Nya untuk menanggung kesalahan kita.
Yesus tak hanya meminta kita menjadi sahabat yang tulus mengasihi sesama, tetapi Ia telah meneladankan diri-Nya. Apakah kita sudah menjadi sosok sahabat yang tulus mengasihi? Mungkin kita bisa menjadi sosok yang tulus mengasihi ketika keadaan baik, tetapi bagaimana ketika semua berubah tidak baik? Ketika apa yang kita lihat tampak mengecewakan? Saat menyaksikan seseorang jatuh, apakah kita tetap menemaninya dan mengangkatnya? Atau justru mengecam dan meninggalkannya? --SYS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: MAZMUR 32:8-9
Bacaan Setahun: 1 Tesalonika 1-5
Nas: Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau. (Mazmur 32:9)
Kendali Internal
Jika kepada kuda atau bagal disampaikan norma, "Jangan serobot rumput sesama, " atau tujuan, "Pergilah ke pasar, " mereka tak akan merespons. Agar perilaku yang diingini terwujud, mereka harus dipaksa dengan kekang dan les. Sebab itu, Tuhan mengingatkan kita agar tak berperilaku seperti kuda maupun bagal (ay. 9). Tentang apa semua itu? Pengendalian diri!
Ada dua tipe pengendalian diri. Pertama, pengendalian diri eksternal: pengendalian diri karena hal-hal di luar diri. Orang tahu arah dan norma yang harus diikuti, namun menolak arah dan norma itu. Seperti kuda dan bagal harus dikendalikan dengan kekang dan les, orang ini mengikuti arah dan norma yang benar hanya jika dipaksa dengan hal-hal di luar dirinya: pengawasan, sanksi, bahkan penghalang fisik (kawat berduri, borgol, penjara, dll.). Tanpa itu, ketaatan tak terwujud.
Kedua, pengendalian diri internal: pengendalian diri oleh faktor di dalam diri, yakni kesadaran akan nilai yang baik, dan komitmen untuk menaati nilai itu. Orang dengan kendali diri internal memiliki hasrat yang kuat untuk bertindak benar. Dia diarahkan oleh kesadarannya akan nilai yang baik, dan didorong oleh komitmennya pada nilai itu, untuk memilih langkah yang benar.
"Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal." Tajamnya sabda itu menunjukkan betapa Tuhan amat tak berkenan pada hidup dengan kendali diri eksternal. Dia menghendaki kita hidup dengan kendali diri internal: selalu dikendalikan oleh kesadaran akan kebenaran dan komitmen kita atasnya. --EE/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: MATIUS 19:27-30
Bacaan Setahun: 2 Tesalonika 1-3
Nas: Lalu Petrus berkata kepada Yesus, "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?" (Matius 19:27)
Alasan Mengikut Yesus
Ketika seseorang melakukan sesuatu tentu ada maunya. Ada orang yang bersedia mengikuti atau mengabdi kepada seseorang yang dihormati karena ada pamrihnya. Kita bersedia bergabung dengan sebuah perusahaan untuk bekerja ada kepentingannya, ada untung yang diharapkan. Begitu pun dalam mengikut Tuhan dan atau melayani pekerjaan-Nya, tampaknya berhitung untung rugi menjadi hal yang normal dan dianggap wajar dalam hidup keseharian.
Petrus tak luput dengan perkara ini. "Kami telah meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Engkau. Apa yang akan kami dapatkan?" Apa yang dipikirkan Petrus bisa jadi mewakili apa yang juga kita pikirkan. Sebagian orang berpikir memperoleh berbagai kemudahan karena ikut Yesus. Sebagian lagi berharap berkat jasmani karena sudah melayani Kristus. Jawaban Yesus? Tentu saja, Ia memberi jaminan "upah" kepada siapa yang mengikuti-Nya (ay. 28-29). Yesus menjamin upah dalam kekekalan kelak. Kepada setiap murid yang hanya berharap keuntungan jasmani, Yesus mengingatkan, "Kamu akan menderita aniaya karena mengikut Aku." Tak heran bahwa tidak sedikit murid meninggalkan-Nya karena tidak memperoleh keuntungan yang selama ini diharapkan.
Mengikut Yesus dan memberi diri melayani-Nya semestinya dilandasi kasih. Kasih sejati itu memberi dan tidak menuntut keuntungan. Karena mengasihi, kita melayani Tuhan dan rindu menyenangkan hati-Nya, itu saja. Setiap orang yang mengikuti Tuhan karena kasih, ia akan selalu teruji dan tangguh dalam situasi apa pun. Ia tidak akan mundur atau berhenti mengikuti Tuhan sekalipun kenyataan hidup terjadi seperti yang tidak ia harapkan. --SYS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: 1 SAMUEL 30:1-20
Bacaan Setahun: 1 Timotius 1-6
Nas: ... Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya. (1 Samuel 30:6)
Beriman
Saat mengalami persoalan, sering kali kita dinasihatkan agar tidak khawatir. Kita harus beriman kepada Tuhan. Sejenak kita bingung makna kata "beriman". Apakah itu berarti kita melupakan kesulitan yang kita hadapi? Apakah kita tidak lagi memikirkan jalan keluar dari masalah? Tentu tidak! Beriman bukan menyangkali keadaan. Tetap kita menerima kenyataan bahwa kita sedang bermasalah. Namun kita tidak berkubang dalam perasaan takut. Beriman adalah berjuang bersama Tuhan. Bersama Tuhan, penuh keberanian kita bertindak mengatasi persoalan.
Betapa berat situasi hari itu dihadapi oleh Daud. Ziklag, kota tempat tinggalnya terbakar dan semua orang di situ ditawan musuh. Pula ia hendak dilempari batu oleh orang-orangnya yang terlampau sedih merasakan apa yang mereka alami. Saat melihat situasi buruk di depan mata, Daud tidak takut. Namun ia juga tidak berdiam diri, duduk bersantai seolah tidak ada masalah. Sebaliknya, Daud menguatkan iman kepada Tuhan (ay. 6) lalu bertindak bersama Tuhan (ay. 7-8). Penuh keberanian ia memimpin orang-orangnya yang baru saja ingin mencabut nyawanya. Penuh keberanian ia mengejar dan menghancurkan musuh. Dan akhirnya Daud menang. Ia berhasil membebaskan semua tawanan, pula mendapat banyak jarahan (ay. 18, 20).
Hari ini, apakah kita melihat persoalan? Jika ya, jangan kita takut atau khawatir! Perasaan-perasaan seperti itu tidak seharusnya ada dalam diri orang beriman. Pula jangan bersikap acuh, seolah tidak ada masalah. Acuh bukan tanda seorang yang beriman. Masalah tidak untuk ditakuti, tetapi perlu ditangani. Mari datang kepada Tuhan dalam doa dan Dia akan memberi hikmat untuk mengatasi persoalan. --LIN/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: YOHANES 6:41-51
Bacaan Setahun: 2 Timotius 1-4
Nas: Kata mereka, "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapak-Nya kita kenal? Bagaimana sekarang Ia dapat berkata: Aku telah turun dari surga?" (Yohanes 6:42)
Yesus Si Anak Yusuf
Kerap kali kita mendengar atau mungkin malah mengucapkan sebuah kalimat kepada seseorang yang kini sukses menjalani kehidupan demikian, "Wah, saya tidak menyangka kamu akan menjadi seperti ini, saya turut bangga melihat kesuksesanmu!" Kalimat ini bisa jadi terlahir dari perasaan tidak menyangka sekaligus takjub atas keberhasilan yang bisa diraih oleh orang tersebut. Padahal jika melihat dari masa lalunya, agaknya orang ini tidak mungkin menjadi sukses.
Jika orang Yahudi memiliki perasaan yang sama seperti ilustrasi di atas, seharusnya mereka pun takjub dengan status kemanusiaan Yesus yang mewakili bangsanya menjadi utusan Allah untuk menyampaikan ajaran tentang roti hidup dan mengejawantahkan keselamatan bagi dunia. Orang Yahudi jatuh pada penilaian lahiriah semata, bahwa Yesus terlahir melalui Yusuf dan Maria dari strata sosial yang rendah, anak tukang kayu pula. Sekalipun Tuhan Yesus sudah menjelaskan tentang asal muasal kehadiran-Nya di dunia, bahwa Dia adalah utusan Bapa, pengakuan akan ke-mesias-an Yesus tetap tidak bisa diterima oleh orang Yahudi yang notabene adalah rekan sebangsa dengan Yesus.
Terkadang kita juga mengukur kualitas seseorang dari pengenalan lahiriah semata, bukan dari penilaian kebermaknaan dan keutuhan hidup seseorang. Hal ini tentu tidak pas dengan spirit kehadiran Allah Sang Firman yang hadir melalui sosok yang "biasa-biasa saja". Oleh karenanya, mari kita perlakukan sesama kita seperti Allah memperlakukan kita sebagai gambar dan citra-Nya. --LBG/www.renunganharian.net
* * *
& JPA VISION : "Mempersiapkan Bagi Tuhan Suatu Umat Yang Layak Bagi-Nya" ( LUKAS 1:17c )
"THE FUTURE IS NOW" (MASA DEPAN ADALAH SEKARANG) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar