RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: 2 Raja-raja 4-5
Nas: Setelah seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya, bangkitlah sesudah mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal TUHAN ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel. (Hakim-hakim 2:10)
Angkatan Lain
Pada zaman kepemimpinan Yosua, bangsa Israel hidup beribadah kepada Tuhan dengan setia. Namun setelah Yosua mati dan generasi berganti, firman Tuhan menyatakan setelah itu bangkitlah sesudah mereka angkatan yang lain, yang tidak mengenal Tuhan. Angkatan yang tidak mengenal perbuatan tangan Tuhan yang pernah dilakukan-Nya di masa lampau. Angkatan yang baru ini melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dengan beribadah kepada Baal.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa muncul generasi yang tidak mengenal Tuhan dan perbuatan yang dilakukan-Nya? Bukankah sejak zaman Musa, Allah memberi perintah kepada setiap orang tua di Israel untuk mengajarkan tentang Tuhan dan segala perbuatan-Nya itu berulang-ulang kepada anak-anak mereka? Mungkinkah kehidupan yang serba nyaman di Kanaan membuat hati para orang tua berubah dan tidak lagi memandang perlu perintah Tuhan itu? Bisa jadi demikian. Karena abai, mereka tidak lagi mengajarkan Taurat Tuhan kepada anak-anaknya. Tidaklah mengherankan apabila anak-anak itu bertumbuh tanpa pengenalan akan Tuhan.
Ini menjadi peringatan untuk kita! Belajar dari sebuah situasi yang terjadi atas orang-orang Israel, kiranya kita memahami bahwa kegagalan satu generasi untuk mengenal Allah yang sejati, tetap menjadi tanggung jawab generasi itu sendiri. Mereka pun harus menanggung akibat atas pengabaian terhadap perintah Tuhan yang sangat penting itu. Mari selalu mengingat pelajaran tentang pentingnya mengajarkan pengenalan akan Allah kepada anak cucu kita, agar mereka tidak sesat berjalan di masa depan. --SYS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: ROMA 4
Bacaan Setahun: 2 Raja-raja 6-8
Nas: "Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya, dan yang ditutupi dosa-dosanya; berbahagialah orang yang dosanya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya." (Roma 4:7-8)
Memulihkan, Bukan Melupakan
"To forgive is to forget, " kata orang, "Mengampuni itu melupakan." Maka, Henry W. Beecher, seorang pendeta dari Amerika Serikat dan tokoh anti perbudakan yang terkenal, menulis, "I can forgive, but I cannot forget, " is only another way of saying, "I will not forgive." "Saya mengampuni, tetapi saya tak bisa melupakan, " adalah cara lain untuk mengatakan, "Saya tak akan mengampuni."
Anda setuju dengan itu?
Ayat nas hari ini memberi gambaran yang jelas: diampuni adalah "ditutupi dosanya" dan "kesalahannya tidak diperhitungkan". Ketika Tuhan mengampuni kita, Dia sama sekali tidak lupa tentang dosa-dosa kita-Sang Mahatahu tidak lupa, Dia ingat seluruhnya dan sepenuhnya-tetapi Tuhan "menutupi" dosa-dosa kita dengan rahmat-Nya dan "tidak memperhitungkan" dosa-dosa kita sedemikian rupa sehingga pengampunan-Nya membuat dosa-dosa kita sama sekali tidak mengganggu apalagi menghalangi kasih-Nya yang besar kepada kita.
Seluruh pengalaman terekam dalam ingatan kita. Namun, ingatan kita bukanlah hard disk yang file-file-nya bisa kita hapus semau kita. Ketika kita memaafkan seseorang, kita bisa saja masih sepenuhnya ingat kesalahan orang itu. Tetapi, jika kesalahannya kita sikapi sedemikian rupa sehingga relasi kita dengan dia tidak terganggu, berarti kita telah sungguh memaafkannya. Sebaliknya, jika kesalahan itu masih mengganggu relasi kita dengan orang itu, kita belum memaafkan dia.
Demikianlah ihwalnya. Mengampuni itu bukan melupakan. Mengampuni adalah menyikapi kesalahan sedemikian rupa sehingga kesalahan yang ada tidak lagi mengganggu relasi kita dengan orang yang bersalah. --EE/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: 1 SAMUEL 23:29-24:22
Bacaan Setahun: 2 Raja-raja 9-10
Nas: Katanya kepada Daud: "Engkau lebih benar dari pada aku, sebab engkau telah melakukan yang baik kepadaku, padahal aku melakukan yang jahat kepadamu." (1 Samuel 24:18)
Sebatas Kata-Kata
Ketika menyadari telah bersalah kepada seseorang, sebagian orang menunjukkan penyesalannya dengan meminta maaf. Ada juga yang menyatakan rasa bersalahnya dengan menangis. Namun mengaku bersalah dengan menangis bukanlah jaminan bahwa ia tulus melakukannya. Sebagian orang melakukannya karena terpaksa. Ada juga yang berbuat drama alias bersandiwara. Ada juga hanya karena emosi sesaat. Kisah Saul adalah contohnya.
Raja Saul terus-menerus berusaha membunuh Daud. Sebaliknya, Daud sangat menghormati Saul karena ia pernah diurapi Tuhan. Ketika Saul lengah, Daud berkesempatan membunuh Saul, namun tidak dilakukannya. Ia memotong bagian jubah Saul diam-diam, untuk membuktikan bahwa jika Daud mau, ia dapat membunuhnya. Menyadari hal itu, Saul tersentak. Malu, sekaligus sedih. Ia menangis dengan suara nyaring. Ia mengakui bahwa Daud lebih benar darinya. Ia tahu bahwa Daud membalas kejahatannya dengan kebaikan. Ia bahkan menerima fakta bahwa Daud pasti akan menjadi raja Israel. Setelah semua pernyataan itu, Saul pulang ke rumahnya. Namun ternyata, semua pengakuan itu hanya sebatas kata-kata. Tidak lama kemudian, Saul mengerahkan ribuan pasukan untuk mencari Daud (1Sam. 26:2). Hingga matinya, ia tetap menganggap Daud sebagai musuhnya.
Melakukan kesalahan adalah hal wajar. Namun saat kita menyadarinya, hendaknya kita mengakuinya dengan tulus. Jangan sebatas perkataan. Namun ditunjukkan dengan perubahan perilaku. Begitu jugalah dalam hal pertobatan kita kepada Tuhan. --HT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: KEJADIAN 13
Bacaan Setahun: 2 Raja-raja 11-13
Nas: "Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat." (Kejadian 13:8)
Mengelola Konflik
Dalam mata kuliah manajemen konflik, saya belajar tentang bagaimana mengelola konflik dengan baik. Salah satunya ialah salah seorang yang berkonflik harus memiliki kapasitas untuk mengenal dan merespons hal-hal yang penting dari orang lain serta bersikap tenang, tidak mempertahankan diri dan bereaksi dengan penuh rasa hormat. Gambaran ini dibuktikan Abraham saat ia merasakan suasana yang menegangkan antara gembalanya dengan gembala Lot.
Permasalahannya ialah negeri yang selama ini didiami tidak cukup luas untuk mereka hidup bersama (ay. 6-7), berkaitan dengan kebutuhan air dan makanan untuk domba mereka (ay. 10). Abraham adalah pamannya Lot dan sebagai seorang yang lebih tua kemungkinan ia ingin dihormati oleh Lot, namun Abraham melihat bahwa hubungan persaudaraan itu lebih penting dari apa yang dimilikinya (ay. 8) sehingga ia menyuruh Lot memilih lebih dulu tanah yang diingininya (ay. 9). Abraham memilih mengalah dan tidak mempertahankan diri, bahkan ia ingin mengerti apa yang Lot butuhkan.
Suasana pertengkaran akan muncul jika kedua belah pihak tidak ada perasaan mau mengalah dan berdamai. Hubungan persaudaraan itu lebih berharga dari apa pun yang ada di dunia, bukan? Begitu juga persaudaraan sebagai saudara seiman dalam Tuhan. Abraham tidak ingin relasinya dengan Lot terputus, maka ia harus bertindak bijak dalam mengambil keputusan. Ia bisa saja kehilangan hak pilih, tapi ia percaya Tuhan pasti akan mencukupkannya. --YDS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: Kisah Para Rasul 20:17-27
Bacaan Setahun: 2 Raja-raja 14-15
Nas: "Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asalkan aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk bersaksi tentang Injil anugerah Allah." (Kisah Para Rasul 20:24)
Simbol Pengorbanan
Dalam seni religius, burung Pelikan digambarkan sebagai simbol tentang pengorbanan diri. Sekalipun beberapa informasi menyebut bahwa burung Pelikan termasuk burung yang malas, yang tampak dari caranya berburu ikan yang terlihat tanpa semangat. Tetapi ada hal positif yang selalu dilakukannya! Burung Pelikan menjadi simbol pengorbanan karena ujung paruh mereka yang berwarna merah. Konon, bila ibu Pelikan tidak mendapatkan makanan untuk anaknya, ia akan menusukkan paruhnya ke dalam dadanya dan memberikan darahnya sendiri untuk anaknya.
Berbicara tentang pengorbanan diri, kita diingatkan pada gereja mula-mula dalam memandang apa yang telah diperbuat Kristus kepada umat manusia. Demi kasih-Nya yang besar dan demi menyelamatkan umat-Nya dari hukuman kekal, Ia telah mengorbankan diri-Nya dengan tubuh bersimbah darah. Darah itu pula yang menyelamatkan manusia berdosa dari kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib. Pengorbanan Kristus pula yang memberi kita contoh bagaimana seharusnya umat-Nya berbuat kepada sesama. Dan Rasul Paulus pun telah menunjukkan sikap memberi diri atau pengorbanan diri semacam ini dalam ucapan perpisahannya dengan jemaat Efesus (ay. 24).
Sejujurnya, hakikat kita sebagai orang berdosa membuat kita lebih cenderung memiliki sifat tamak daripada sikap rela berkorban. Namun hari ini, kiranya pemberian diri Kristus mendorong hati kita untuk menyatakan kasih yang sama kepada sesama yaitu mempraktikkan kasih yang rela memberi dan berkorban bagi sesama. --SYS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: 2 SAMUEL 15:1-12
Bacaan Setahun: 2 Raja-raja 16-17
Nas: Cara yang demikianlah diperbuat Absalom kepada semua orang Israel yang mau masuk menghadap untuk diadili perkaranya oleh raja, dan demikianlah Absalom mencuri hati orang-orang Israel. (2 Samuel 15:6)
Kebaikan yang Berbahaya
Dalam dunia yang penuh dengan dosa, kebaikan pun dapat menjadi alat kejahatan. Digunakan sebagai topeng untuk menipu atau mengelabui orang-orang. Itu adalah kebaikan yang tidak tulus. Hanya sebuah upaya untuk memuluskan rencana bulus. Tentunya berasal dari hati yang tidak lurus serta tidak kudus.
Itulah yang dilakukan Absalom untuk meraih simpati rakyat Israel. Ia berdiri setiap pagi di depan gerbang istana Raja Daud, ayahnya. Ia mendengarkan setiap perkara mereka, serta menyatakan pemihakannya terhadap mereka. Ia menyambut mereka dengan sangat ramah, dengan uluran tangan dan ciuman seorang pangeran (ay. 5). Lalu ia menyampaikan kampanye terselubung, bahwa sekiranya ia diangkat menjadi hakim, ia akan menyelesaikan masalah mereka dengan adil. Ia juga merongrong wibawa ayahnya dengan menyebutkan bahwa dari pihak raja tidak ada yang peduli dengan mereka (ay. 3). Hasilnya, setelah 4 tahun, mayoritas orang Israel pun memihak Absalom. Saat itulah terungkap tujuan Absalom yang sebenarnya. Ia ingin menjadi raja dengan mengudeta ayahnya sendiri (ay. 10). Peperangan yang memakan banyak korban pun terjadi.
Mengapa kita berbuat baik kepada seseorang? Apakah karena kita memiliki agenda tersembunyi demi keuntungan diri sendiri? Apakah sebenarnya kita sedang berupaya menjatuhkan atau menghancurkan seseorang? Tindakan yang demikian bukanlah hal yang terpuji serta tidak sepantasnya dilakukan oleh anak-anak Allah. Dia ingin kita berperilaku yang baik dengan tulus, agar kebaikan kita menuntun mereka memuliakan Allah (Mat. 5:16). --HT/www.renunganharian.net
* * *
& Mempersiapkan Bagi Tuhan Suatu Umat Yang Layak Bagi-Nya ( LUKAS 1:17C )
"THE FUTURE IS NOW" (MASA DEPAN ADALAH SEKARANG) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar