RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: 1 Samuel 28-31
Nas: Ia pun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri. (Matius 27:5)
Terima atau Tidak?
Seorang ayah membeli sebuah buku cerita, lalu memberikannya kepada putranya. "Tidak mau, Aku tidak suka membaca, " kata putranya. Ketika sang Ayah memberikannya kepada anak tetangga, putranya marah. "Ayah membelinya untukku. Buku cerita itu milikku, " katanya. "Memang ayah membelinya untukmu, tetapi buku itu tidak menjadi milikmu karena kau tak mau menerimanya, " ayahnya menjelaskan.
Sesuatu yang diberikan kepada kita tidak menjadi milik kita jika kita tidak mau menerimanya. Sama halnya dengan pengampunan. Tuhan sudah memberikan kasih karunia berupa pengampunan kepada kita. Namun terserah kita menerimanya atau tidak. Jika kita terima, kita terbebas dari dosa. Tetapi jika tidak, dosa tetap melekat di diri kita. Yudas dan Paulus, keduanya pendosa besar, jahat sekali perbuatan mereka. Yudas mengkhianati Yesus dengan menjual-Nya senilai 30 uang perak (Mat. 26:14-16). Sementara Paulus, ia giat menganiaya jemaat Kristus (Kis. 9:1-2). Yesus memberikan pengampunan kepada semua orang berdosa, termasuk mereka. Paulus menyambut anugerah pengampunan Yesus. Penuh sukacita ia menerima kasih karunia berupa penghapusan dosa (Rm. 7:24-25). Ironis Yudas justru menolak! Ia terus tenggelam dalam perasaan bersalah, dan mencari jalannya sendiri, sampai akhirnya mati menggantung diri (ay. 5).
Janganlah meniru jejak Yudas. Seperti Paulus, mari terima dengan penuh ucapan syukur kasih karunia yang Yesus berikan kepada kita! Tidak peduli sebesar apa pun dosa yang telah kita lakukan, pengorbanan Yesus cukup untuk menghapuskannya. Alih-alih berkubang dalam perasaan bersalah, mari bertekad menjauhkan diri dari dosa. --LIN/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SENIN
Bacaan: Kisah Para Rasul 17:10-15
Bacaan Setahun: 2 Samuel 1-2
Nas: Orang-orang Yahudi di kota itu lebih terbuka hatinya daripada orang-orang Yahudi di Tesalonika ... setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian. (Kisah Para Rasul 17:11)
Malas Menyelidiki Kitab Suci?
Hari-hari ini saya mendapati ada fenomena di kalangan pengguna media sosial, terutama Facebook. Saya membaca cukup banyak orang menanyakan sesuatu, lalu berharap respons dari para pengguna Facebook lain. Menariknya, sebagian dari pertanyaan yang diajukan sebenarnya dapat terjawab melalui mesin pencari Google, yang memberikan jawaban kurang dari 30 detik. Apakah ini membuktikan bahwa generasi masa kini lebih menyukai hal-hal yang mudah, sebagai tanda bahwa faktor kemalasan lebih mendominasi, termasuk malas membaca?
Berbicara soal rasa malas, jemaat di Berea bukanlah tipe jemaat seperti itu. Mereka mendapat pujian karena kerajinan dan kecermatan mereka dalam menelaah firman Tuhan yang baru saja mereka terima lewat pengajaran para rasul. Kebiasaan yang masih sangat baik apabila diterapkan pada masa kini, di tengah serbuan rupa-rupa angin pengajaran yang jika asal diterima, dikhawatirkan dapat memberi pemahaman yang keliru kepada orang percaya. Alasan mereka melakukan itu pun patut diapresiasi, karena mereka rindu memahami kebenaran dari setiap pengajaran yang diterima (ay. 11).
Sebagai umat Tuhan, rasa malas untuk menyelidiki kebenaran firman Allah hendaknya kita jauhkan dari kehidupan kita, mengingat dampaknya cenderung merugikan. Sebaliknya, kerajinan membaca dan menyelidiki isi Alkitab tak hanya menjagai kita dari bahaya penyesatan, tetapi dapat membawa kita memahami gambaran besar dari pesan yang hendak Allah sampaikan melalui Alkitab. Maukah kita kembali mengobarkan kerinduan akan hal ini? --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan Setahun: 2 Samuel 3-5
Nas: Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari jalan, bagaimana mereka dapat membunuh Yesus, sebab mereka takut kepada orang banyak. (Lukas 22:2)
Niat dan Siasat
Yang paling menentukan tindakan manusia pertama-tama ialah niatnya. Kalau niat sudah bulat, maka segala yang menyusul kemudian hanyalah rentetan cara dan upaya agar niat itu terlaksana. Siasat namanya. Jika niatnya jahat, namun takut ketahuan, maka siasatnya pasti licik, mengembuskan udara bisik-bisik, dan berliku-liku penuh intrik. Permufakatan antara niat buruk dan siasat licik melahirkan aksi jahat.
Injil Lukas melukiskan kisah pengadilan Yesus menjelang penyaliban-Nya sebagai drama kejahatan yang licik penuh intrik. Mengapa? Sebab keputusan sudah ditetapkan sebelum pengadilan digelar. Yesus harus mati! Dia harus dibunuh! Niat sudah bulat. Selebihnya tinggal merajut siasat, yang diawali dari kolusi dengan Yudas Iskariot (ay. 5). Para saksi palsu, desakan kepada Pilatus, hasutan kepada orang banyak, semuanya hanyalah geliat siasat supaya akhirnya niat tersembunyi itu bisa diberi bobot resmi menjadi hukuman mati.
Niat hati patut selalu diwaspadai, termasuk yang ada di dalam diri kita sendiri. Sebab segala aktivitas kita sebenarnya hanyalah buah dari niat yang mengendalikan dari dalam. Bukankah semuanya berpulang pada niat? Kalau masih ada niat baik, segalanya masih dapat dirundingkan. Namun jika tidak, perundingan apa pun pasti alot, bahkan sia-sia. Jadi sebaiknya kita senantiasa kritis terhadap sebuah niat, termasuk niat yang terkandung dalam hati kita sendiri. Tuhan itu melihat hati kita, mengenali niat kita. --PAD/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: MARKUS 15:20-32
Bacaan Setahun: 2 Samuel 6-9
Nas: Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia, dan sambil menggelengkan kepala mereka berkata, "Hai Engkau yang mau meruntuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkan diri-Mu!" (Markus 15:29-30)
Tidak Dikendalikan Mukjizat
Ketika Yesus disalib, orang-orang yang lewat mengolok-olok dan menghujat Dia (ay. 29-30). Padahal beberapa waktu sebelumnya, di Yerusalem, Yesus sempat dielu-elukan (Mrk. 11:9-10). Di mana mereka semua yang mengelu-elukan Dia? Mengapa pengagungan berubah menjadi hujatan? Karena mukjizat yang mereka harapkan tidak terjadi. Mereka ingin melihat Yesus turun dari salib, tetapi Dia malah membiarkan diri-Nya tergantung di sana. Faktanya, iman orang banyak tersebut dikendalikan oleh mukjizat!
Memang kita tidak lahir di zaman Yesus sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang menghujat dan mengolok-olok Dia. Namun, sadarkah bahwa dalam kehidupan ini, acapkali kita bersikap sama? Ketika melihat mukjizat, kita mengelu-elukan Dia. Dari mulut terucap puji-pujian dan kesaksian di mana-mana. Sayang, ketika mukjizat yang kita harapkan tidak terjadi, kita mulai meragukan Dia. Mulut yang tadinya mengucap pujian kini terkatup, lalu kesaksian digantikan dengan keraguan. Malahan tidak henti-hentinya hati kita bertanya, "Benarkah Tuhan itu ada? Benarkah Dia mengasihiku?" Jika demikian, seperti mereka, iman kita dikendalikan oleh mukjizat.
Allah berkuasa mengadakan mukjizat. Namun apakah Dia akan mengadakannya atau tidak, semua itu adalah wewenang-Nya. Iman yang sejati tidak boleh dikendalikan oleh ada atau tidaknya mukjizat. Tidak pantas kita memaksa Sang Pencipta melakukan ini dan itu yang bukan kehendak-Nya. Sebenarnya, kita tidak perlu memusingkan ada atau tidaknya mukjizat. Mengapa? Karena apabila Allah menilai mukjizat itu perlu, Dia tidak akan bertangguh mengadakannya di kehidupan kita. --LIN/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: YOHANES 13:1-20
Bacaan Setahun: 2 Samuel 10-12
Nas: "Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:15)
Lebih dari Kisi-Kisi
Ingat saat masih belajar di bangku sekolah? Bukankah mendapat kisi-kisi menjelang ujian membuat kita sangat girang? Apa sebab? Dengan kisi-kisi kita dipermudah dalam belajar. Kisi-kisi menunjukkan poin mana saja yang perlu kita pelajari sehingga kita dapat menjawab soal ujian dengan baik, dan lulus dengan nilai yang memuaskan.
Malam sebelum Paskah saat Yesus makan bersama para murid, tiba-tiba Ia berdiri dan membuka jubah-Nya. Ia mengikat handuk di pinggang-Nya, kemudian mengisi air ke dalam sebuah baskom dan memakainya untuk membasuh kaki para murid. Salah satu tujuan dari tindakan itu adalah bahwa Yesus hendak menunjukkan keteladanan-Nya dalam hal merendahkan diri, rela menjadi hamba. Ia pun berpesan kepada para murid supaya melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan-Nya kepada mereka.
Untuk menghadapi ujian iman di sepanjang rentang kehidupan ini Sang Guru telah membekali kita lebih dari sekadar kisi-kisi! Yesus sendiri telah hadir demi memberi contoh riil cara menjalani kehidupan yang seturut kehendak Bapa. Bukankah hal ini merupakan sukacita besar? Oleh kehadiran Yesus kita tidak perlu bertanya, "Apa yang harus saya lakukan?" Sebab prinsip-prinsip hidup benar sudah diajarkan dengan jelas oleh Yesus. Alkitab pun mencatat lengkap resepnya jika kita lupa. Ditambah lagi, ada Roh Kudus diberikan sebagai penuntun. Bekal kita sudah lengkap. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Apakah kita sungguh bersedia melakukan kehendak-Nya, atau lebih memilih untuk menentukan jalan sendiri? --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Setelah Yesus mengatakan semuanya itu keluarlah Ia dari situ bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan mereka pergi ke seberang sungai Kidron.
"THE FUTURE IS NOW" (MASA DEPAN ADALAH SEKARANG) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar