RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Matius 26
Nas: Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. (Filipi 2:4)
Kesepian
Salah satu faktor penyebab fenomena bunuh diri adalah kesepian dan isolasi sosial. Sekalipun kesepian tidak selalu menjadi penyebab orang bunuh diri, tetapi diakui bahwa di beberapa daerah yang memiliki kondisi geografis yang terpencil, membuat warganya merasa terisolasi, terutama bagi kaum lanjut usia atau mereka yang ditinggalkan keluarga.
Di dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan (ay. 1). Itu semua adalah karya dan teladan yang sudah Kristus lakukan bagi kita, umat yang percaya kepada-Nya. Ketika semuanya itu tidak dinyatakan maka kesatuan di antara umat manusia sesungguhnya hanyalah kesatuan yang semu. Faktanya, banyak perkumpulan yang hanya didasarkan pada kesamaan kepentingan, kesamaan ego masing-masing anggotanya.
Sebagaimana nasihat Paulus kepada jemaat Filipi, umat Kristen semestinya saling memiliki kesatuan sebagai saudara seiman. Ada kesehatian, sama-sama mengarahkan hati dan pikiran kepada Kristus. Hidup berdasar pada firman-Nya dan satu kasih. Mengasihi sesama sebagaimana mengasihi diri sendiri. Menyingkirkan sifat egosentris dan individualistis. Karena itu, alih-alih mementingkan diri sendiri, baiklah kita saling peduli. Artinya, berbalas-balasan dalam kebaikan dan kasih. Bukan hanya senang didengar, melainkan juga mau mendengar. Bukan hanya mau menerima, melainkan juga rela berbagi. Dengan demikian tidak ada lagi yang kesepian dan sendirian dalam menanggung pergumulan. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Matius 27-28
Nas: Sebab itu, kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, manusia batiniah kami diperbarui dari hari ke hari. (2 Korintus 4:16)
Fisik yang Merosot
Pertambahan usia menjadi momen yang dinantikan semasa muda. Namun, bagi orang-orang yang memasuki usia senja, tak jarang mulai muncul keresahan karena mendapati ciri-ciri fisik yang melemah atau merosot. Penyakit mulai muncul, fisik juga tak sekuat biasanya, dan layanan medis menjadi salah satu tempat yang mulai kerap dikunjungi untuk berobat. Bagaimana orang percaya dapat menyiapkan diri terhadap datangnya masa itu?
Nas renungan hari ini mengingatkan kita mengenai keterbatasan manusia, yang semakin lama akan merosot seiring bertambahnya usia. Namun, hendaknya fakta hidup ini jangan sampai menggentarkan kita karena ada sisi lain yang masih mungkin dibaharui: manusia batiniah atau manusia roh. Tanpa mengabaikan pentingnya merawat diri dan menjaga kesehatan jiwa, hendaknya kita tidak mengabaikan kondisi manusia batiniah kita. Perkuatlah lewat persekutuan dengan Tuhan, membaca dan mengimani kebenaran firman-Nya, serta arahkanlah hidup kita pada masa kekekalan.
Ingatlah bahwa sekuat apa pun manusia berupaya meniadakan tanda-tanda penuaan, kemerosotan manusia lahiriah sebenarnya tak dapat dihindari. Namun, sebelum semuanya terlambat, mari kita mulai memberi perhatian pada kekuatan manusia batiniah, sambil mengingat bahwa yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal (ay. 18). Mulai hari ini, mari beri perhatian lebih untuk memperkuat manusia batiniah, karena kelak itulah yang akan kita bawa saat menghadap Allah sebagai persiapan memasuki masa kekekalan. --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Markus 1-3
Nas: Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis. (1 Timotius 3:7)
Di Dalam dan Di Luar
Sebagai seorang pendeta jemaat, saya sangat senang ketika anggota-anggota jemaat yang saya layani bersedia mengambil bagian dalam pelayanan. Sungguh, ini adalah sesuatu yang mulia! (ay. 1). Para pelayan Tuhan tentunya diharapkan menjalani hidup yang baik dalam komunitas umat Allah. Namun, ternyata itu tidak cukup.
Walaupun teks 1 Timotius 3 ini utamanya berbicara tentang syarat yang harus dimiliki oleh pengawas jemaat (Yun: episkopos, pemimpin dalam pelayanan), tetapi tuntutannya sebenarnya berlaku juga bagi setiap orang Kristen. Yaitu, hendaknya ia memiliki kualitas karakter yang terpuji, baik itu di dalam rumah maupun di luar rumah. Ia bukan orang yang bertopeng, berpura-pura alias munafik. Melainkan seorang yang sungguh memiliki integritas. Hidupnya utuh. Karakternya tulus, tidak dibuat-buat. Ia menjadi orang yang kualitasnya sama baiknya, di mana pun ia berada. Dengan demikian, ia akan punya nama baik, termasuk di luar jemaat, ketika berelasi dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah.
Nama baik diperoleh dari perilaku dan perbuatan baik yang dikerjakan oleh seseorang secara konsisten. Bukan hanya satu atau dua kali. Nama baik tidak hadir begitu saja. Tetapi lahir dari hidup yang dijalani dengan berkualitas. Berdampak baik bagi orang lain. Menjadi berkat bagi sesama. Bukan hanya di lingkungan komunitas seiman. Akibatnya, orang-orang bukan Kristen pun akan menunjukkan rasa hormat atas hidup yang dijalaninya. Semua orang akan melihat bahwa itu merupakan buah imannya. Kiranya setiap pengikut Kristus mencerminkan buah hidup yang demikian, baik di dalam maupun di luar gereja. --HT/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Markus 4-5
Nas: "Kita teringat pada ikan yang kita makan di Mesir tanpa bayar, pada mentimun, semangka, bawang prei, bawang merah, dan bawang putih." (Bilangan 11:5)
Keliru Mengingat
Peristiwa yang terjadi dalam keseharian secara spontan terekam dalam pikiran, membentuk ingatan. Maka, tidak sekonyong-konyong kita melupakan sebuah peristiwa, kecuali kita pikun karena sudah tua. Saat ini, banyak juga orang yang sudah tua, tetapi masih memiliki ingatan yang baik. Ingatan membuat kita mampu mengenang masa lalu, contohnya saat pertama kita mengenal Kristus atau pertemuan pertama dengan pasangan.
Dari Mesir, bangsa Israel berangkat menuju Kanaan, melewati padang gurun. Selama perjalanan, mereka kerap meneriakkan keluhan terhadap Tuhan. Salah satunya perihal mereka tidak bisa makan daging (ay. 4). Saat itu, mereka beranggapan tinggal di Mesir lebih baik daripada mengikuti kehendak Tuhan. Mengejutkan, karena selama di Mesir mereka diperbudak! Setiap hari mereka disuruh membuat sejumlah batu bata, dan kalau tidak selesai, mereka akan dipukul (lih. Kel. 5:14). Tentunya bangsa Israel tidak memiliki masalah dengan ingatan, hanya mereka keliru mengingat. Mereka mengingat Mesir bukan sebagai penjara penuh siksaan, melainkan negeri idaman di mana mereka bebas menikmati ikan, mentimun, semangka, bawang prei, bawang merah, dan bawang putih (ay. 5). Terkenang aneka bahan makanan, bukan rasa sakit dan tangisan, bukan juga perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan oleh Tuhan demi membebaskan mereka.
Anak-anak Tuhan semestinya adalah orang-orang yang paling bahagia di dunia ini. Idealnya senantiasa terdengar ucapan syukur dari mulut mereka. Jika justru kita kerap mengeluh, sangat mungkin kita juga telah keliru mengingat. Kita mengenang hanya kesukaran dan masalah. Mulai hari ini, mari memenuhi ingatan dengan kebaikan Tuhan. Maka keluhan akan berhenti, juga hati merasakan sukacita. --LIN/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Markus 6-7
Nas: Begitulah diperbuat Absalom kepada semua orang Israel yang hendak masuk menghadap raja untuk mencari keadilan. Demikianlah Absalom mencuri hati orang Israel. (2 Samuel 15:6)
Kepentingan Siapa?
Suatu kali saya bertanya kepada guru konseling saya mengenai kata-kata yang saya sampaikan kepada konseli. Apakah saya boleh mengatakannya seperti itu? Bukannya menjawab boleh atau tidak, guru saya justru bertanya balik kepada saya, "Itu untuk kepentingan siapa?" Masih bingung dengan pertanyaannya, kembali saya bertanya hal yang sama. Dia pun mengulang kembali pertanyaan yang sama. Setelah itu, saya baru mengerti, rupanya guru saya ingin menyadarkan saya bahwa saya berbicara untuk kepentingan saya sendiri.
Alkitab mengisahkan Absalom seolah melakukan kebaikan buat orang Israel yang sedang beperkara hukum. Kala itu, Absalom mencegat setiap orang yang mau mengadukan perkaranya kepada raja untuk meminta keadilan. Setelah Absalom berhasil memancing kasus yang sedang dihadapi oleh mereka, dia pun memberi kesan seakan raja tidak peduli. Lalu berandai-andai bahwa dirinya akan adil kalau dirinya menjadi hakimnya. Bermodalkan wajah dan fisik yang sempurna serta perilaku yang tampak seakan sopan dan rendah hati, dia pun memikat hati orang Israel. Padahal dia sedang merancang kudeta terhadap ayahnya sendiri, Daud. Kata-kata dan perilakunya bukanlah untuk kepentingan rakyat.
Sebagai orang percaya, kita wajib memeriksa diri. Apakah kita tulus melakukan segala sesuatu untuk kebaikan orang lain dan untuk Tuhan? Untuk kepentingan siapakah kita melakukan apa yang sedang kita kerjakan? Satu hari nanti, ketulusan hati dan kebaikan kita akan diuji. Mereka yang tulus akan dikasihi Tuhan dan sesama. --HEM/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan: 2 KORINTUS 10:1-11
Bacaan Setahun: Markus 8-9
Nas: Kami mematahkan setiap siasat orang dan merobohkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus. (2 Korintus 10:5)
Overthinking dan Rumination
Seorang ibu tidak mengizinkan anaknya mengambil studi lanjut jurusan kependetaan. Alasannya, pendeta selalu disorot oleh jemaat. "Saya takut anak saya diperlakukan buruk. Tidak dihargai dan selalu dikomentari. Saya khawatir anak saya tidak kuat."
Berapa banyak orang yang dipusingkan/berpikir berlebihan (overthinking) karena komentar buruk orang lain? Bahkan menghabiskan waktu untuk memikirkannya berulang-ulang dan menjadi khawatir (rumination)? Pada akhirnya mereka menjadi cemas, stres, kehilangan produktivitas karena sulit fokus, kehilangan rasa percaya diri, bahkan mengalami depresi karena terjebak dalam pikiran negatif tanpa solusi.
Paulus pernah menghadapi perlawanan dari rasul-rasul palsu di Korintus. Pandangan miring, iri hati, dan usaha untuk menjatuhkan dirinya ia terima di sana. Salah satu cara yang ditempuh Paulus guna menyikapi fitnahan itu adalah dengan mengelola pikirannya sendiri, supaya tetap sejalan dengan kehendak Kristus.
Paulus menyadarkan bahwa pikiran merupakan medan pertempuran, tempat kita bergelut dengan kecemasan sendiri. Termasuk, ketika mendengar pandangan miring dari orang lain sekalipun kita berniat melakukan kehendak Tuhan dalam kasih dan kebenaran. Bagaimana sikap kita menghadapi kemungkinan seperti ini? Adakah kita berusaha mematahkan siasat dan keangkuhan yang menghalangi kita dalam mengenal Allah dengan menaklukkannya kepada Kristus? Atau malah sebaliknya, kita tertawan dalam sikap overthinking dan rumination yang tak berkesudahan dan menghancurkan? --EBL/www.renunganharian.net
* * *
MOTTO JPA : " KELUARGA JPA - TUHAN BEKERJA - JPA BERDAMPAK "
Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar