RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Ayub 29-31
Nas: Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Sesungguhnya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. (Mazmur 136:1)
Selamanya Kasih Setia-Nya
Mukjizat yang mengagumkan datangnya dari Allah. Langit diciptakan Allah, bumi dan segala isinya pun diciptakan Allah. Israel keluar dari Mesir karena kasih Allah, pun kemenangan Israel atas setiap musuh-musuhnya tak lain hanya karena berkat kasih Allah. Segala perkara baik terjadi semata-mata karena kasih Allah. Kesadaran akan kasih setia Allah yang terus dicurahkan-Nya inilah yang membuat sang pemazmur tak berhenti mengungkapkan syukur.
Karena itu lahirlah Mazmur 136 dengan kekhasan adanya pengulangan kalimat yang sama pada setengah bagian terakhir dari setiap ayatnya. "Sesungguhnya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Bukan tanpa makna, sebaliknya, pada kalimat itulah inti dari setiap ayatnya! Ya, isi yang paling mendalam dari perikop ini terletak pada pengakuan tentang kasih Tuhan yang akan selalu ada sampai selama-lamanya. Bahwa kasih setia Tuhan kepada umat akan selalu diulang, selalu diberikan-Nya dan terus berlanjut menembus segala batas (waktu, tempat, situasi, dan kondisi).
Seperti pemazmur, kita pun semestinya juga memenuhi hati dengan pujian kepada Allah. Sebagai ungkapan syukur, mengingat karya kasih-Nya yang terus kita terima. Bukan saja berkat secara jasmani, ungkapan syukur juga harus kita nyatakan karena pernyataan kuasa dan hikmat-Nya. Sekalipun adakalanya jalan Tuhan tak sama dengan keinginan kita, harus kita yakini bahwa rancangan-Nya menuju damai sejahtera senantiasa. Sebab Allah selalu bertindak atas dasar kasih, dalam rangka memelihara umat menuju kepada hidup sejati. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Ayub 32-34
Nas: Biarlah bergembira dan bersukacita karena Engkau semua orang yang mencari Engkau; biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari-Mu tetap berkata, "Tuhan itu besar!" (Mazmur 40:16)
Kegembiraan dan Sukacita
Ada banyak alasan untuk bergembira dan bersukacita. Namun, pemazmur memberi batasan, kegembiraan dan sukacita yang ia maksudkan adalah kegembiraan dan sukacita karena Tuhan (ay. 17). Kegembiraan dan sukacita yang di luar Tuhan bukanlah kegembiraan dan sukacita yang dimaksudkan oleh pemazmur.
"Biarlah bergembira dan bersukacita karena Engkau semua orang yang mencari Engkau, " kata pemazmur. Mengapa "Biarlah bergembira dan bersukacita"? Mengapa bukan "Biarlah bersyukur"? Karena kegembiraan dan sukacita adalah buah dari rasa syukur. Keduanya lahir dari rasa syukur. Keduanya adalah tanda adanya rasa syukur: jika ada kegembiraan dan sukacita, rasa syukur pun ada di sana.
Tuhan melimpahi kita dengan begitu banyak anugerah: hidup, kesehatan, talenta, penyertaan, perlindungan, pengampunan, keselamatan, dan masih banyak lagi. Hal-hal luar biasa itu dianugerahkan kepada kita walau kita tak layak menerimanya. Jika saja kita sungguh menyadari semua kebaikan Tuhan itu, hati kita pasti dipenuhi rasa syukur. Jika rasa syukur itu sungguh ada, akan meluap dan mengalirlah dari sana kegembiraan dan sukacita.
Kita semua tahu, kita sungguh-sungguh hidup hanya jika kita menyadari semua kebaikan Tuhan, dan bersyukur karenanya. Pertanyaannya: Jika dari hati kita tak pernah meluap kegembiraan atau sukacita, sungguh adakah rasa syukur di sana? Jika tak ada rasa syukur di hati kita, lupakah kita pada begitu banyak anugerah Tuhan kepada kita? Dan jika demikian ihwalnya, adakah kita sungguh-sungguh hidup? --EE/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Ayub 35-37
Nas: Lalu Yusuf menyuruh anak-anak Israel bersumpah, katanya, "Allah pasti akan memperhatikan kamu. Pada waktu itu, kamu harus membawa tulang-belulangku dari sini." (Kejadian 50:25)
Memaknai Amanat
Pada masa tuanya, Yusuf berpesan kepada saudara-saudaranya. Bahwa ketika tiba waktunya Tuhan membawa mereka ke Tanah Perjanjian, mereka harus membawa tulang-tulangnya dari Mesir. Pesan itu benar-benar mereka jaga, hingga 430 tahun berikutnya (Kel. 12:40-41). Setelah Yusuf meninggal, mayatnya diawetkan dan ditaruh di peti mati di Mesir. Pada peristiwa Keluaran, Musa pun membawa tulang-tulang Yusuf itu (Kel. 13:19). Setelah orang-orang Israel tiba di Tanah Perjanjian, mereka pun menguburkan tulang-tulang itu di tanah pusaka milik Yusuf di Sikhem (Yos. 24:32, bdk. Kej. 33:18-19).
Amanat terakhir Yusuf ini menunjukkan keteguhan imannya kepada Allah dan janji-Nya. Bukan lahir dari sikap egoistis atau karena ingin membebani keturunannya. Namun, karena ia sungguh sadar bahwa Mesir bukanlah negerinya yang sejati, sekalipun ia telah memiliki hidup yang terjamin sebagai penguasa di sana. Kanaanlah negeri yang dijanjikan Allah menjadi miliknya serta keturunannya. Pesan itu pun diwariskan dan terpelihara hingga kepada generasi-generasi selanjutnya.
Pesan-pesan, amanat, wasiat, serta kerinduan kita juga hendaknya lahir dari iman yang berakar pada firman Tuhan. Menunjukkan bahwa pengharapan kita sungguh berpaut kepada-Nya. Terhadap amanat yang demikian, kita pun hendaknya berupaya memeliharanya dengan kesungguhan hati. Bahkan melestarikannya dari generasi ke generasi. Melalui kerinduan yang demikian, orang-orang akan diingatkan akan janji Allah, serta akan kesetiaan-Nya yang sungguh teruji. Dengan demikian, keimanan umat Allah juga akan semakin diteguhkan, bahkan hingga pada generasi-generasi yang selanjutnya. --HT/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Ayub 38-39
Nas: Jawab orang sakit itu kepada-Nya, "Tuan, aku tidak punya siapa-siapa untuk menurunkan aku ke dalam kolam itu ketika airnya mulai terguncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." (Yohanes 5:7)
Memotong Jalan Sesama
Sakit berkepanjangan membuat pria itu sangat lemah. Sebetulnya, kesulitan itu tak perlu menutup peluangnya untuk terjun ke kolam dan sembuh, asalkan orang-orang di sekitarnya punya kepedulian, rela memberi dia kesempatan, dan mau membantunya. Namun, semua itu nihil. Tidak seorang pun memberinya kesempatan karena yang ada justru orang-orang egois yang dengan sigap memotong jalan dan kesempatannya. Dan, pria malang itu pun kehilangan peluang untuk sembuh.
Kisah pilu seperti itu juga terjadi di sekitar kita, bahkan tak sedikit pihak tertentu-dengan kekuatan yang dimiliki (uang, kedudukan, pengaruh, koneksi, privilese, dsb.)-bukan memberi jalan kepada sesama yang lemah, tetapi malah memotong jalan si lemah. Mau contoh?
Di lokasi wisata yang tak terkenal itu, dulu banyak kios kecil sederhana. Suatu ketika, di sana berdiri toko swalayan yang rapi, terang benderang, banyak pilihan barang, dan murah juga. Satu demi satu, kios-kios kecil itu rontok. Kios-kios kecil itu adalah jalan nafkah rakyat kecil di sana beserta keluarga mereka. Namun, jalan kecil penghidupan rakyat kecil itu terpotong oleh kekuatan yang lebih besar. Di mana pangkalnya? Ada orang yang hanya ingat kepentingan diri begitu rupa, hingga enggan memberi jalan bagi sesama, bahkan tega memotong jalan si lemah.
Kepedulian pada sesama, kerelaan untuk mengalah, dan kesediaan untuk memberi jalan kepada yang lemah adalah permata kehidupan. Jika permata berharga itu hilang, tragedi Kolam Betesda pasti akan selalu terulang. --EE/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Ayub 40-42
Nas: Tetapi, firman Tuhan, "Patutkah engkau marah?" (Yunus 4:4)
Marah kepada Tuhan
Ada berbagai alasan orang marah kepada Tuhan. Alasan yang paling umum adalah bahwa Tuhan tidak mengabulkan doa mereka, padahal mereka sudah meminta dengan sungguh-sungguh dalam jangka waktu yang tidak sebentar. Ada juga yang marah karena penderitaan yang mereka alami, padahal lawan mereka bisa hidup lebih enak dan sejahtera. Keadilan dan kasih Tuhan dipertanyakan.
Yunus adalah salah satu contoh nabi yang kemarahannya kepada Tuhan tercatat detail dalam Alkitab. Ia marah karena menurut sudut pandangnya, Tuhan tidak adil. Menurutnya, Tuhan lebih sayang kepada Niniwe yang kejam dan tidak kenal Tuhan. Kekesalan Yunus semakin memuncak karena justru dialah yang Tuhan utus untuk memberitakan hukuman Tuhan apabila Niniwe tidak bertobat. Ternyata bangsa Niniwe bertobat dan Tuhan tidak jadi menghukum mereka. Namun, Yunus lupa bahwa Tuhan mengasihi Yunus secara luar biasa. Yunus pernah ditelan ikan besar, tetapi Tuhan melindunginya. Tuhan juga mengaruniakan kuasa yang besar kepada Yunus. Baru saja berjalan seharian, seluruh Niniwe pun percaya kepada Allah dan bertobat. Bahkan ketika Yunus marah besar kepada Allah, Allah tidak mematikannya. Melainkan mengajarnya dengan penuh kelembutan.
Ketika kita marah kepada Tuhan, pada dasarnya kita belum mengenal sifat Tuhan. Ia adil dan kudus, tetapi juga penuh kasih. Murka Allah atas dosa kita telah ditanggung-Nya dengan kematian-Nya di atas kayu salib. Pengorbanan-Nya sekaligus menyatakan kasih Allah yang tidak menginginkan seorang pun binasa. --HEM/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Mazmur 1-8
Nas: Sebab kepada yang seorang, Roh memberi kata-kata hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberi karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (1 Korintus 12:8)
Perkataan Hikmat
Semasa kuliah, di komunitas kami ada seorang bernama Yuni yang dikenal dengan hikmatnya. Tak sedikit orang yang curhat mengenai pergumulan hidupnya, selain merasa lega karena merasa didengarkan dengan baik dan didoakan oleh Yuni, mereka juga mendapat pencerahan, solusi, dan merasa dikuatkan lewat perkataan yang disampaikannya. Terkadang Yuni tak banyak berbicara, tetapi kata-katanya yang sedikit itu terdengar bermakna bagi yang mendengarnya.
Ketika menuliskan tentang berbagai macam karunia, Rasul Paulus menyebut ada karunia berkata-kata dengan hikmat. Suatu karunia yang rasanya masih relevan dengan kondisi pada masa sekarang, mengingat betapa mudahnya masalah mencuat dan menjadi besar karena dipicu oleh hal-hal yang sepele. Salah satu ciri orang berhikmat adalah ketika nasihat yang disampaikan terlihat begitu mengena. Solusi yang coba diberikan terasa cukup solutif atau tepat sasaran. Sementara, ketika ia menyampaikan kata-kata penghiburan atau penguatan, terasa menenteramkan hati pihak yang mendengarnya.
Berbahagialah ketika di keluarga atau komunitas kita ada orang yang dikaruniai kata-kata hikmat oleh Allah. Zaman yang kita hidupi saat ini sangat membutuhkan orang-orang yang mampu "mengurai benang kusut" dari berbagai permasalahan, lewat perkataan hikmat yang ada pada mereka. Jika kita merasa diberi karunia ini, bersyukurlah akan pemberian yang indah tersebut. Pakailah untuk membangun kehidupan orang lain di sekitar kita, dengan pertolongan Roh Kudus sebagai Sumber Hikmat itu sendiri. --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
MOTTO JPA : " KELUARGA JPA - TUHAN BEKERJA - JPA BERDAMPAK "
Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar