RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Keluaran 28-29
Nas: Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia daripada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itulah bagiannya. (Pengkhotbah 3:22)
Mencintai Pekerjaan
Pengkhotbah sungguh benar, "Tidak ada yang lebih baik bagi manusia daripada bergembira dalam pekerjaannya." Bergembira dalam pekerjaan adalah hal terbaik yang bisa kita alami dalam kerja. Namun, kegembiraan dalam kerja tidak terjadi dengan sendirinya. Kegembiraan dalam bekerja mensyaratkan sesuatu. Tanpa terpenuhinya syarat itu, kegembiraan dalam kerja tidak terwujud. Pertanyaannya, syarat apa yang harus kita penuhi untuk itu?
Banyak hal bisa membuat orang bergembira dalam pekerjaan. Namun, salah satu yang terpenting adalah mencintai pekerjaan. Orang yang mencintai pekerjaannya selalu menemukan makna positif pada pekerjaannya: Ia bekerja demi tujuan mulia yang ia yakini, ia bekerja untuk orang-orang yang ia kasihi, ia bekerja sebagai wujud syukurnya kepada Tuhan, dan sebagainya.
Semua itu membuatnya memberikan diri semaksimal mungkin bagi pekerjaannya, membuatnya bekerja all out bagi tiap tugas yang dipercayakan kepadanya, membuatnya tidak merasa diri dipekerjakan, apalagi diperhamba atau diperbudak. Dia menikmati pekerjaannya, dan tak henti mensyukurinya.
Tentu, orang yang mencintai pekerjaannya pun bisa lelah. Namun, orang yang mencintai pekerjaannya tidak menganggap pekerjaan dan kewajibannya sebagai hal yang membebani apalagi menyiksa. Orang yang mencintai pekerjaannya selalu menemukan kesenangan dalam tiap tugas yang diserahkan kepadanya. Jerih lelah dan susah payah yang ia alami karena pekerjaannya tidak sedikit pun mengurangi sukacitanya.
Selamat bekerja. Tuhan memberkati. --EE/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: YEHEZKIEL 3:16-21
Bacaan Setahun: Keluaran 30-32
Nas: "Hai anak manusia, Aku telah menetapkan engkau menjadi penjaga kaum Israel. Bilamana engkau mendengar firman dari mulut-Ku, peringatkanlah mereka atas nama-Ku." (Yehezkiel 3:17)
Penjaga Saudara
Penjaga adalah petugas jaga yang ditempatkan pada tembok atau di sebuah menara untuk memberikan tanda bahaya atau peringatan kepada orang-orang di dalam kota yang biasanya berkubu. Mereka ditugaskan untuk melindungi kota, juga menjaga kebun anggur, ladang, atau padang rumput. Posisinya yang tinggi memungkinkannya dapat melihat hingga ke kejauhan, sehingga sedini mungkin dapat mengantisipasi berbagai bahaya yang datang mengancam. Seorang penjaga harus senantiasa siaga dan bersikap awas, serta terlatih memberi isyarat atau perintah yang jelas. Keselamatan banyak orang tergantung padanya.
Peran inilah yang ditugaskan Tuhan untuk dilakukan oleh Yehezkiel bagi umat Israel di pembuangan Babel. Ia menjadi penjaga bagi mereka. Memperingatkan mereka. Menegur kesalahan mereka. Mengingatkan mereka agar kembali kepada Tuhan. Agar mereka meninggalkan kejahatannya dan berbalik kepada Tuhan. Agar mereka terhindar dari hukuman dan tidak binasa. Tuhan akan meminta pertanggungjawaban darinya.
Namun, apakah ini hanya menjadi tanggung jawab orang-orang tertentu? Di masa kini, apakah ini hanya tugas para pendeta dan pelayan di gereja-Nya? Memang, ada tanggung jawab yang lebih besar bagi para pelayan Tuhan mengenai hal ini. Namun, semua orang Kristen dituntut untuk menjadi penjaga bagi saudaranya. Jika kita mengetahui dosa atau pelanggaran seseorang, kita hendaknya tidak membiarkannya, apalagi menggosipkannya. Namun, menegurnya dengan kasih Tuhan, serta membimbingnya ke jalan yang benar (Gal. 6:1). Dengan berbuat demikian, kita telah menjadi penjaga bagi saudara kita. --HT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: MATIUS 25:14-30
Bacaan Setahun: Keluaran 33-35
Nas: "Kalau begitu, seharusnya uangku itu kauberikan kepada bankir, supaya pada waktu aku kembali, aku menerima milikku dengan bunganya." (Matius 25:27)
Benih Bukan Roti
Menerima pemberian tentu mendatangkan syukur dan sukacita. Pertanyaannya: Apa yang mendasari rasa syukur dan sukacita itu? Apakah karena merasa mendapat kepercayaan dari Tuhan untuk menyatakan misi Kerajaan Allah? Atau karena pemberian itu meringankan tanggung jawab kita, membuat kita tidak perlu berlelah-lelah melakukan perjuangan?
Melalui perumpamaan tentang talenta, Tuhan Yesus mengajar umat untuk memandang setiap pemberian (talenta) dari Tuhan sebagai "benih". Setiap berkat pemberian yang Tuhan percayakan harus dijalankan, diolah, dikembangkan, supaya dapat menghasilkan buah. Dengan tegas ayat 27 menyatakan bahwa lebih baik uang yang tidak dijalankan oleh orang yang mendapat kepercayaan satu talenta itu diberikan kepada bankir supaya menghasilkan. Dengan demikian, berkat pemberian Tuhan tidak akan habis, melainkan kembali menjadi berkat yang bahkan dapat memberkati secara lebih luas.
Malangnya, sebagian orang memandang pemberian sebagai "roti". Mereka menikmati dan menghabiskannya. Alih-alih terbeban untuk mengembangkan talenta, mereka justru menjadi malas. Dalihnya pun Alkitabiah, "Untuk apa berlelah-lelah berusaha? Bukankah Tuhan mencurahkan berkat-Nya pada waktu kita tidur?" (bdk. Mzm. 127:2). Semestinya kita rindu keberadaan kita dapat menjadi berkat bagi orang lain. Alangkah baiknya jika kita menjalankan peran sebagai pengurus yang baik dari setiap anugerah Allah. Menjalankan talenta supaya membuahkan hasil berlipat ganda, menjadi berkat bagi lebih banyak jiwa. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: LUKAS 11:33-36
Bacaan Setahun: Keluaran 36-38
Nas: "Matamu adalah pelita tubuhmu. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu, tetapi jika matamu jahat, gelaplah tubuhmu." (Lukas 11:34)
Sindrom Owusu
Belum setahun menjadi pengurus perkumpulan, Owusu merasa para kolega merendahkan dia, memfitnahnya, dan berusaha meminggirkannya. Karena kecewa dan sakit hati, Owusu mengundurkan diri.
Perasaan negatif (kecewa, sakit hati, dll.) karena merasa mendapat perlakuan buruk (direndahkan, difitnah, dll.)-saya menamainya sindrom Owusu-bisa merusak banyak hal: kesehatan, karier, pelayanan, pernikahan, dll.; relasi dengan sesama, bahkan merusak relasi dengan Tuhan.
Tuhan bersabda, "Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu, tetapi jika matamu jahat, gelaplah tubuhmu." Mata adalah persepsi kita atas sesuatu, dan tubuh adalah hidup kita. Persepsi kita menentukan hidup kita. Persepsi yang benar melahirkan tindakan yang benar, membuat hidup jadi terang (benar, baik, bermakna). Persepsi yang salah melahirkan tindakan yang salah, membuat hidup jadi gelap (salah, jahat, sia-sia).
Banyak orang terkena sindrom Owusu, diterpa perasaan negatif karena merasa mendapat perlakuan buruk. Pertanyaannya, apakah semua perasaan negatif itu punya dasar yang faktual dan masuk akal? Kita tahu, semua perasaan negatif itu bermula dari persepsi terhadap hal yang kita alami. Bagaimana jika perlakuan buruk itu sebenarnya tak pernah ada? Bagaimana jika kita ternyata salah memersepsikan fakta, salah menarik kesimpulan, dan salah melangkah?
Sebab itu, kita harus memiliki persepsi yang benar, agar bisa menyikapi sindrom Owusu dengan tepat, agar kita bisa mengambil tindakan yang benar, agar hidup kita pun jadi terang. --EE/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: KEJADIAN 40
Bacaan Setahun: Keluaran 39-40
Nas: Lalu ia bertanya kepada kedua pembesar Firaun yang ditahan bersama dia dalam rumah tuannya itu, "Mengapa mukamu muram hari ini?" (Kejadian 40:7)
Tidak Mengasihani Diri
Yusuf punya alasan untuk bersedih atas kemalangan yang menimpanya. Dijual saudaranya sendiri, ia menjadi budak. Ketika ia memilih taat pada Tuhan serta menjauhi dosa di rumah sang tuan, ia justru mendapat celaka. Ia difitnah melakukan perbuatan amoral kepada istri tuannya, lalu dijebloskan ke penjara. Ia bisa saja larut dalam kemarahan, kesedihan, kepahitan, atau kekecewaan. Namun, ia tetap bersandar kepada Tuhan. Dalam situasi demikian, ia bahkan sangat peduli dengan orang lain.
Tak heran jika sang kepala penjara memberinya kepercayaan penuh untuk mengurus dan memperhatikan para tahanan (Kej. 39:21-23). Ia melakukan tugas itu dengan baik. Suatu pagi, saat melihat dua tahanan bermuka muram, ia pun menanyakan kondisi mereka. Dengan pimpinan Allah, ia dapat menafsirkan mimpi mereka (ay. 8). Perhatian tulus yang ia berikan itu kelak menghasilkan buah yang menakjubkan. Dua tahun kemudian, salah satu mantan tahanan itu menceritakan kisahnya kepada Firaun (Kej. 41:12), sehingga akhirnya Yusuf menjadi penguasa yang menyelamatkan Mesir.
Mungkin hidup kita tidak sedramatis kisah Yusuf. Ada hal-hal yang bisa membuat kita berkubang dalam duka, berputus asa, bersikap apatis kepada orang lain, serta mengasihani diri sendiri. Hidup kita bahkan turut membuat dunia sekitar kita semakin suram. Dari Yusuf hendaknya kita belajar untuk menjalani hidup dengan berserah kepada Tuhan, sembari tetap menaburkan kebaikan kepada orang lain. Kita tidak tahu bahwa kebaikan kecil yang kita lakukan bisa bermakna sangat besar bagi orang lain, dan bagi diri kita juga. --HT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: MATIUS 25:31-46
Bacaan Setahun: Imamat 1-4
Nas: "Raja itu akan menjawab mereka: Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Segala sesuatu yang telah kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40)
Yang Paling Hina?
Sabda di atas telah sering saya dengar dan saya baca. Namun, suatu kali, sabda itu membuat saya tersentak dan bertanya-tanya, mengapa Tuhan menyebut kaum lemah (yakni mereka yang miskin, terlunta-lunta, teraniaya, terabaikan, dsb.) sebagai "yang paling hina"?
Bukankah sebutan "yang paling hina" itu sangat merendahkan kaum lemah? Bagaimana bisa Tuhan-yang saya kenal sebagai Tuhan yang penuh kasih, yang berkenan karib dengan rakyat jelata, dan sudi dekat dengan penderita kusta-menyebut kaum lemah sebagai yang paling hina? Semua itu sungguh mengusik pikiran, membuat saya gelisah.
Namun, syukur kepada Tuhan, Dia mempertemukan saya dengan sumber tepercaya, yang memberi pencerahan, yang menghapus kegelisahan saya. Ternyata, frasa yang paling hina (LAI) diterjemahkan dari kata Gerika, ton elakhiston, yang artinya: yang paling kecil (dalam jumlah, kemampuan, kekuasaan, peluang), yang ada di urutan terakhir, yang tak punya kekuatan, yang terabaikan. Anda lihat? Dalam kata ton elakhiston tak sedikit pun termuat pengertian maupun nuansa tentang hina, apalagi paling hina.
Apa arti semua itu?
Tuhan sama sekali tidak memandang hina kaum lemah. Tuhan menyebut mereka ton elakhiston, yang terkecil (namun yang tak pernah Dia lupakan); yang tak punya kekuatan (sebab itu Dia dukung dan Dia bela); yang di urutan terakhir (tetapi Dia jadikan prioritas kasih-Nya); yang terabaikan (tetapi Tuhan sangat peduli pada mereka). Sebab itulah, Dia menyebut mereka "saudara-Ku".
Segala puji hanya bagi Allah. --EE/www.renunganharian.net
* * *
MOTTO JPA : " KELUARGA JPA - TUHAN BEKERJA - JPA BERDAMPAK "
Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar