RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Imamat 26-27
Nas: Israel lebih mengasihi Yusuf daripada semua anaknya yang lain, sebab Yusuflah anaknya yang lahir pada masa tuanya. Ia menyuruh membuat jubah yang sangat indah bagi dia. (Kejadian 37:3)
Pilih Kasih
Sebagai orang tua, kadang merasa wajar jika lebih menyukai anak yang satu dibandingkan anak yang lainnya. Kita bisa saja lebih sayang kepada anak yang penurut, berprestasi, atau memiliki selera yang mirip dengan kita. Namun, disadari atau tidak, sikap ini akan berdampak buruk pada relasi anak-anak kita.
Yakub dibesarkan dalam keluarga yang pilih kasih. Ibunya lebih mengasihi Yakub, sedangkan sang ayah lebih mengasihi Esau (Kej. 25:28). Warisan pola asuh yang salah itu ternyata ia teruskan kepada anak-anaknya. Yakub lebih mengasihi Yusuf dibanding semua anaknya yang lain. Yusuf itu lahir dari Rahel, istri yang sangat dikasihi Yakub. Yusuf lahir ketika ayahnya sudah tua karena tadinya istrinya mengalami kemandulan. Untuk menunjukkan kasihnya, sang ayah membuatkan jubah khusus bagi Yusuf. Sebuah jubah yang sangat indah. Namun, tindakan itu akan dibayarnya dengan sangat mahal dan penuh kepedihan. Anak-anaknya menjadi iri hati hingga bertindak mencelakakan Yusuf. Jubah maha indahnya bahkan mereka lumuri darah dan kebohongan sehingga sang ayah mengira Yusuf sudah mati diterkam binatang buas.
Seperti Yakub, kita juga bukanlah orang tua yang sempurna. Kita memiliki kelemahan dan kekurangan. Namun, kita hendaknya menyadari bahwa setiap anak-anak kita adalah istimewa. Masing-masing mereka berbeda. Walau demikian, masing-masing mereka seharusnya mengalami kasih kita. Dan salah satu sikap yang perlu kita hindari ialah bertindak pilih kasih. Kita hendaknya menanamkan kebersamaan dan persatuan yang diikat oleh kasih Tuhan yang tentunya akan membawa kedamaian di tengah keluarga. --HT/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Bilangan 1-2
Nas: Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. (Ibrani 12:8, TB)
Anak-Anak Gampang
Tidak jarang siklus kehidupan terjadi demikian: seorang ayah, punya pengalaman orang tuanya gagal dan hidup sulit, berjuang keras untuk berhasil. Setelah berhasil, ia tidak ingin anaknya mengalami kondisi seperti yang ia alami. Ia membuat hidup anaknya lebih mudah dengan harapan masa depan anaknya akan lebih baik darinya. Namun ternyata, banyak kemudahan itu membuat anaknya manja, tidak biasa berjuang, dan justru akhirnya gagal.
Tuhan pun bagaikan orang tua yang mendidik, mengingatkan, bahkan menghajar dan menyesah orang yang dikasihi-Nya dan dianggap-Nya sebagai anak. Bukan tanpa alasan Dia melakukan hal demikian. Dia ingin melatih anak-anak-Nya agar menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai sejahtera pada waktunya. Semuanya demi kebaikan supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Kita sebagai anak-anak-Nya tidak boleh menganggap enteng, mengabaikan, atau menggerutu karena didikan dan latihan dari Tuhan. Justru kalau Tuhan tidak mengingatkan dan menghajar kita, kita adalah anak-anak gampang yang hidup sesuka kita sendiri, sembarangan, jauh dari kebenaran, dan menuju kebinasaan.
Banyak orang ingin hidup dengan mudah dan enak di dunia walaupun dengan cara yang salah. Kesulitan dan penderitaan dianggap sebagai hal yang jauh dari berkat Tuhan sehingga mereka menolak berbagai masalah dan kesulitan yang diizinkan Tuhan dan berguna bagi hidupnya. Marilah memandang dengan benar berbagai kesulitan atau penderitaan, yang bukan karena kebodohan kita, sebagai hal baik dari Tuhan untuk melatih anak-anak-Nya. --ANT/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Bilangan 3-4
Nas: Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan menjauh dari matamu, peliharalah itu. (Amsal 3:21)
Gas Pol Rem Blong
Entah mengapa, kita begitu mudah memercayai nyaris semua informasi, dan menyebarkannya. Tanpa merasa perlu merenungi dan menalar-seakan tak peduli apakah informasi itu faktual atau hoaks, pencerahan atau penyesatan-kita langsung memercayai bahkan meneruskannya kepada sesama. Gas pol rem blong, kata orang. Mau contoh?
Akhir tahun 2022 beredar informasi bahwa 2023 adalah tahun istimewa, jika 2023 dikurangi umur kita saat itu, akan kita dapat tahun kelahiran kita. Banyak orang langsung percaya lalu men-share-nya di medsos. Padahal, angka tahun berjalan (tahun berapa pun) dikurangi usia kita tahun itu pasti didapat tahun kelahiran kita. Sama sekali tidak istimewa.
Ketika virus Covid-19 merajalela, beredar narasi bahwa virus tersebut sebenarnya tidak nyata. Itu cuma isu yang ditiupkan pihak tertentu untuk meraih keuntungan. Narasi itu jelas bohong dan menyesatkan. Namun, banyak orang memercayainya.
Sungguh, fenomena gas pol rem blong di atas berpotensi memicu bahaya, dan kita dipanggil untuk mengambil sikap yang benar. Tuhan bersabda, "Hai anakku, janganlah pertimbangan dan kebijaksanaan menjauh dari matamu, peliharalah itu." Dalam hal apa pun, kita tidak boleh melupakan pertimbangan dan kebijaksanaan. Tiap kali berjumpa dengan informasi, kita harus menimbang dengan bijaksana, faktualkah informasi itu atau hoaks? Sesuai dengan kehendak Tuhan atau bertentangan? Mendatangkan berkat atau laknat? Dan banyak lagi.
Demi segala yang baik yang patut kita harapkan, pesan Tuhan tersebut tak boleh kita lupakan. --EE/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Bilangan 5-6
Nas: "Jadi, jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:11)
Biarkan Menangis
Sebagian ibu tidak senang mendengar anak balitanya menangis. Sedapat mungkin, mereka mengupayakan agar anaknya jangan sampai atau segera berhenti jika menangis. Namun, bagaimana reaksi ibu ketika balitanya menangis keras karena memaksa ingin bermain pisau tajam yang ada di atas meja? "Biarkan saja menangis, " ujar seorang ibu, ketimbang memberikan pisau yang diminta.
Tanpa penjelasan, orang dewasa mengerti alasan sang ibu melarang balitanya bermain pisau. Namun, anak-anak belum memahami bahaya yang mengintai di balik keinginan mereka. Anak-anak hanya tahu meminta setiap hal yang terlihat menarik. Selebihnya, mereka akan menganggap orang tua kikir, tidak peduli bahkan tidak sayang jika tidak mengabulkan permintaan mereka.
Adakah kehidupan iman kita seperti anak-anak? Hanya tahu meminta dan memaksa kepada Tuhan. Dalihnya pun sangat rohani: mengutip banyak ayat Alkitab. Bukankah Tuhan Yesus sendiri memperbolehkan kita meminta apa pun? Lantas, kita marah kepada Tuhan ketika doa-doa kita tak kunjung dikabulkan.
Inilah perlunya pertumbuhan iman. Iman yang semakin dewasa tidak akan merengek minta susu lagi. Ia mengerti bahwa permohonan yang baik adalah segala yang berguna bagi kemuliaan Tuhan. Lagi pula, bukankah iman dan ketekunan tidak menjamin pengabulan doa? Sebab di balik doa orang percaya yang tak kunjung dikabulkan, tersembunyi rancangan Tuhan yang jauh lebih indah. Inilah alasan untuk tetap bertekun melakukan bagian kita. Ingatlah hal ini ketika tampaknya Tuhan membiarkan kita menangis. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Bilangan 7
Nas: "Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Markus 10:9)
Mencari Kecocokan
Saya masih ingat dengan jelas segala upaya yang dahulu kami, saya dan calon istri saya, lakukan untuk menemukan kecocokan. Kini, setelah tujuh tahun menikah, kecocokan itu masih berupaya kami temukan, melebihi fokus kami untuk mempermasalahkan berbagai ketidakcocokan yang juga terkadang masih muncul. Bagi kami, kebiasaan mencari kecocokan sebelum menikah, patut dilestarikan seumur hidup pernikahan, sampai kelak maut memisahkan pernikahan kami.
Dari banyak kisah mengenai perceraian, ketidakcocokan adalah alasan yang paling sering muncul. Padahal jika mau jujur, ketidakcocokan dalam pernikahan sejatinya kadang terlihat sejak hari pertama menikah. Namun, pilihan untuk berfokus menemukan kecocokan melebihi ketidakcocokan, tak hanya dapat menyelamatkan bahtera rumah tangga, tetapi juga membuat pasangan dapat jauh lebih menikmati kehidupan pernikahan. Bagi saya, kebenaran firman mengenai penyatuan pria dan wanita dalam pernikahan (ay. 9) juga berarti adanya upaya mencari kecocokan antara suami dan istri, supaya melahirkan relasi yang kokoh dalam pernikahan tersebut. Sebaliknya, mempermasalahkan ketidakcocokan cenderung memisahkan kedekatan relasi, yang bisa berakibat buruk terhadap kelangsungan pernikahan.
Jadi, manakah yang lebih mendominasi kehidupan rumah tangga kita: mencari kecocokan atau mempermasalahkan ketidakcocokan? Kiranya nasihat firman Tuhan hari ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan banyak kecocokan, supaya kita dapat menikmati indahnya kehidupan pernikahan dalam Kristus. --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
Bacaan Setahun: Bilangan 8-10
Nas: Dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan kurban yang harum bagi Allah. (Efesus 5:2)
Budak Cinta
Bermaksud mengajak temannya hang out pada hari libur, Sam mendatangi rumah Zal. Namun, ia menemukan Zal sibuk melakukan pekerjaan rumah tangga. "Mau-maunya sih kamu ngerjain semua ini? Hari libur nih! Istri kamu kemana? Apa karena bucin jadi mau disuruh-suruh sama istri?" ujar Sam. Dengan enteng Zal menjawab, "Istriku bukan pembantu. Aku juga punya tanggung jawab untuk ini. Apalagi dia sedang kerepotan mengurus bayi kami."
Alih-alih mendapat pujian, menyediakan diri melakukan banyak hal atas dasar cinta justru lebih sering menuai cibiran. Anak muda zaman sekarang menyebutnya dengan istilah "bucin" alias budak cinta. Padahal, Tuhan Yesus pun rela melakukan banyak hal demi kasih-Nya. Yesus mengubah air menjadi anggur dalam pernikahan di Kana. Yesus memberi makan lima ribu orang yang mengikuti-Nya. Yesus menyembuhkan banyak orang sakit yang dijumpai-Nya. Yesus membangkitkan anak perempuan Yairus, anak muda di Nain, juga Lazarus. Yesus menolong perempuan yang ketahuan berzina dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Bahkan demi kasih-Nya, Yesus rela mati untuk manusia berdosa.
Bukankah tindakan Tuhan Yesus lebih dari cukup untuk menjadikan-Nya pantas dijuluki sebagai pribadi yang sangat bucin? Jika demikian, maka sesungguhnya Tuhan justru merindukan kita menjadi pribadi yang bucin. Sekalipun akibatnya mungkin saja menjadikan kita dipandang konyol, berlebihan, tidak punya harga diri, dan diremehkan karena rela mengorbankan diri demi menyatakan kasih kepada Tuhan, juga kepada sesama. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
MOTTO JPA : " KELUARGA JPA - TUHAN BEKERJA - JPA BERDAMPAK "
Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar