RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Yohanes 17-18
Nas: Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan (Kejadian 3:6)
Mengendalikan Keinginan
Mula-mula, Hawa dan Adam ingin selalu menaati Tuhan. Tetapi, mendengar perkataan ular, keinginan mereka berubah: mereka ingin menjadi seperti Allah, tahu yang baik dan yang jahat, lalu mereka pun memakan buah terlarang.
Apa yang kita lihat? Keinginan menentukan tindakan. Sepanjang kita sadar dan bebas, kita akan hanya melakukan hal-hal yang kita pilih untuk kita lakukan, dan itu pasti hal yang paling kita ingini.
Mungkin kita berkata, "Lihat! Hawa dan Adam ingin menaati titah Tuhan (ay. 2), namun mereka melanggarnya (ay. 6). Jadi, betulkah mereka melakukan yang mereka ingini?" O, mari kita cermati. Semula, mereka memang ingin menaati Tuhan. Tetapi kemudian, keinginan mereka berubah. Pada akhirnya, yang paling mereka ingini adalah menjadi sama dengan Tuhan, dan itu menentukan tindakan yang mereka ambil.
Ternyata memang benar: keinginan menentukan tindakan. Kita semua digerakkan dan diarahkan oleh apa yang paling kita ingini. Keinginan kita menentukan keputusan, tindakan, dan arah hidup kita. Dapatkah Anda bayangkan betapa runyam hidup ini jika perbendaharaan keinginan kita berisi keinginan-keinginan yang tidak bertanggung jawab?
Maka, mengendalikan keinginan adalah langkah yang sangat mendesak dalam hidup. Kita harus menjauhkan keinginan kita dari hal-hal yang salah, dan mengarahkan keinginan kita pada hal-hal yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Dari mana kita harus mulai? Kita harus memulainya dengan mengingini untuk mengendalikan keinginan. --EE/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: EZRA 4
Bacaan Setahun: Yohanes 19-21
Nas: Maka setelah salinan surat raja Artahsasta dibacakan kepada Rehum, dan Simsai, panitera, serta rekan-rekan mereka, berangkatlah mereka dengan segera ke Yerusalem mendapatkan orang-orang Yahudi, dan dengan kekerasan mereka memaksa orang-orang itu menghenti (Ezra 4:23)
Halang Rintang
Permainan halang rintang tentu bukan sesuatu yang asing di telinga kita, bukan? Dalam permainan ini, kita diperhadapkan dengan banyak rintangan. Lolos dari rintangan pertama tidak boleh menjadikan kita lengah. Kita bahkan harus bersiap menyambut rintangan berikutnya yang kemungkinan akan lebih sulit lagi.
Seperti peserta halang rintang, begitu pula yang dialami Yehuda dan Benyamin. Kembali dari pembuangan bukan berarti bahwa mereka telah menang dari pertandingan. Mereka masih harus terus berjuang dan berjuang. Mereka harus menghadapi banyak hambatan ketika hendak membangun kembali Bait Allah. Tidak hanya sekali, hambatan itu terjadi baik pada masa pemerintahan Koresh, Ahasyweros, Artahsasta hingga Darius. Godaan yang menghambat mereka pun bermacam-macam. Awalnya, musuh berusaha membujuk mereka untuk bersekutu. Kedua, secara terang-terangan musuh melemahkan semangat orang Yehuda. Ketiga, musuh membuat surat aduan palsu, menyogok penasihat untuk melawan Yehuda.
Di masa kini, kita pun tak boleh mengharapkan kehidupan yang mudah. Bahkan label Kristen akan membawa kita kepada berbagai tantangan kehidupan. Berani menolak tawaran dunia bukan berarti bahwa kita telah memenangkan pertandingan iman. Tantangan akan terus datang silih berganti dalam rupa yang berbeda. Namun, dengan tetap mengenakan identitas Kristen sejati yang mengandalkan pertolongan Allah, kita akan dapat memenangkan setiap rintangan dalam kehidupan. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: 1 SAMUEL 18:1-9
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 1-3
Nas: Daud maju berperang dan selalu berhasil ke mana juga Saul menyuruhnya, sehingga Saul mengangkat dia mengepalai para prajurit. Hal ini dipandang baik oleh seluruh rakyat dan juga oleh pegawai-pegawai Saul. (1 Samuel 18:5)
Merasa Terancam
Jika bawahan Anda bekerja dengan sangat baik, apa reaksi Anda? Setiap pekerjaan yang Anda tugaskan kepadanya ia kerjakan dengan baik. Ia pun menjadi kesukaan rekan kerja lainnya. Seharusnya Anda berbahagia memiliki bawahan sedemikian. Namun, jika Anda adalah seorang yang berpikiran negatif, Anda akan mulai cemas. Posisi Anda sedang terancam. Bawahan yang terampil dan berkinerja unggul itu bisa menggeser jabatan Anda. Maka Anda mulai berupaya menyingkirkannya.
Itulah yang dialami Raja Saul terhadap Daud. Sejak pemuda itu mengalahkan Goliat, karier militernya melejit pesat. Ia selalu memenangkan pertempuran melawan musuh. Saul pun mengangkatnya menjadi kepala prajurit. Seluruh rakyat mengagumi Daud, termasuk para pegawai istana. Ia bahkan menjadi lebih populer serta dielu-elukan melebihi Saul sendiri.
Sebagai seorang yang diurapi Tuhan, Saul seharusnya bersyukur memiliki kepala prajurit yang selalu dapat diandalkan serta bersungguh-sungguh mendukungnya. Namun, ia terlalu berfokus pada takhtanya, sehingga tujuan hidupnya hanyalah untuk memastikan agar takhta itu tidak beralih darinya. Maka ia pun melakukan segala cara, sekalipun melanggar perintah Tuhan. Sejak saat itu, ia menempuh jalan yang justru membuatnya kehilangan takhta secara tragis.
Saul merasa tidak aman dengan dirinya sendiri. Ia pun melihat keberadaan orang lain sebagai ancaman. Kesuksesan orang lain membuatnya dengki. Semua ini berasal dari hatinya yang tidak benar-benar percaya kepada Tuhan. Akibatnya, ia sepenuhnya bersandar pada diri sendiri lalu berakhir dalam kegagalan. Mari, berkacalah darinya! --HT/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: KELUARAN 15:1-21
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 4-6
Nas: "TUHAN itu pahlawan perang; TUHAN, itulah nama-Nya." (Keluaran 15:3)
Allah, Sang Pahlawan Perang
Kisah penenggelaman besar-besaran yang Allah perbuat terhadap Firaun dan segenap pasukan kereta berkudanya di Laut Teberau menjadi salah satu kisah paling luar biasa yang tercatat dalam Alkitab. Kita pun tentunya sudah tak asing dengan cerita itu, karena sejak Sekolah Minggu sudah kerap mendengarnya. Namun, mencermati nyanyian kemenangan yang mereka lantunkan seketika setelah mengalami perbuatan Allah yang ajaib itu, ada ungkapan yang menarik perhatian saya ketika disebutkan: TUHAN itu pahlawan perang!
Tak berlebihan rasanya jika sebutan "pahlawan perang" itu muncul, melihat betapa luar biasanya pengalaman bangsa Israel, yang bermula dari tersibaknya air laut dan menyisakan bagian yang kering untuk dilalui bangsa Israel. Setelah itu, mereka melihat secara langsung air laut kembali dan menenggelamkan Firaun dan pasukannya, tanpa ada satu pun yang selamat! Peristiwa yang membuktikan bahwa Allah sendirilah yang memimpin dan memenangkan peperangan itu bagi umat pilihan-Nya ... karena hanya Allah yang dapat melakukan hal yang semacam itu!
Hari ini kita tentu saja tidak mengalami peperangan secara fisik, tetapi dalam hidup ini ada banyak "perang" yang perlu dimenangkan, baik atas penyakit, masalah yang dapat mengancam nyawa, atau pergumulan yang akan mendatangkan dampak fatal jika gagal kita menangkan. Jika Anda sedang mengalaminya, jangan berkecil hati karena "Sang Pahlawan Perang" itu siap menolong Anda. Berserulah kepada-Nya dan biarkanlah Dia memimpin dan memenangkan peperangan itu bagi Anda. --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: FILIPI 1:12-26
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 7-8
Nas: ... Dalam hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita. (Filipi 1:18)
Alasan atau Pilihan?
Paulus menasihatkan untuk senantiasa bersukacita (1Tes. 5:16). Mungkinkah hal itu dilakukan sebab hidup sarat akan cobaan? Saat situasi tidak baik-baik saja? Tentu, bila kita menjadikan sukacita itu pilihan, bukan alasan! Kita bersukacita bukan "karena ada apa", tetapi "ada apa saja" kita mau tetap bersukacita.
Dalam mengiring Yesus, Paulus mengalami banyak kesukaran. Salah satunya ia dipenjarakan dan mendengar ada orang memberitakan Kristus dengan maksud busuk. Melihat situasi di depan mata, tampak tidak ada alasan untuk bersukacita. Menarik Paulus mengatakan, "... aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita." Rupanya tidak sekadar menuturkan nasihat, Paulus memberi teladan untuk menerapkan nasihat. Ia menjadikan sukacita bukan sebagai alasan, namun pilihan. Dari sebuah pilihan, muncul alasan. Tidak heran Paulus masih dapat menuturkan alasan bersukacita. Pertama, oleh pemenjaraannya, terjadi kemajuan Injil (ay. 12). Anak-anak Tuhan bertambah berani memberitakan firman (ay. 14). Kedua, oleh upaya pemberitaan Kristus, bahkan mereka yang bermotivasi busuk, Injil makin luas tersebar dan makin banyak orang mengenal Kristus (ay. 18a).
Alasan atau pilihan, bagaimana kita mendasarkan sukacita selama ini? Sekiranya yang pertama, mari segera mengubah haluan. Jadikan sukacita sebagai pilihan, bukan alasan. Tetaplah bersukacita, walaupun mungkin persoalan sedang menerpa. Dari sebuah pilihan, muncul alasan. Tuhan akan mencelikkan mata kita sehingga kita masih dapat menemukan alasan bersukacita. Salah satunya kita tahu Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Dia turut bekerja dalam segala sesuatu, termasuk persoalan yang kita hadapi, untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28). --LIN/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: KOLOSE 3:18-25
Bacaan Setahun: Kisah Para Rasul 9-10
Nas: Hai bapak-bapak, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya. (Kolose 3:21)
Mata Rantai yang Hilang
Andai kata Adolf Hitler tidak mengalami masa kecil yang suram, genosida terhadap jutaan orang Yahudi mungkin tak akan pernah tercatat dalam lembaran hitam sejarah umat manusia. Fase awal dalam hidup Hitler, terutama yang menyangkut hubungan dengan sang ayah, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tahapan kelam tersebut dapat dianggap sebagai satu mata rantai yang hilang dari tahapan pertumbuhan dirinya sebagai manusia.
Sosok ayah dalam keluarga memegang peranan yang tak dapat dipandang sebelah mata bagi perkembangan kepribadian anak-anaknya. Untuk itulah, Rasul Paulus mengingatkan para ayah agar mereka dapat menjalankan peran secara optimal. Sebagai kepala keluarga, mereka harus mengasihi dan tidak berbuat kasar terhadap para istri (ay. 19), serta tidak melontarkan kata-kata yang menyakiti hati anak-anak (ay. 21).
Perkataan dan perbuatan mereka yang menyukakan hati para anggota keluarga berperan besar dalam membentuk keluarga sebagaimana yang dikehendaki Allah. Anak-anak mereka pun akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang berkenan di hadapan-Nya. Pertumbuhan pribadi yang sanggup menunjukkan jati diri sebagai anak-anak Allah, yang senantiasa berbuat kebenaran dalam hidup mereka (1Yoh. 3:10).
Hidup manusia dapat dimaknai sebagai mata rantai yang saling berkaitan. Peran seorang ayah menjadi penting dalam memastikan tidak ada mata rantai yang hilang dari setiap tahapan pertumbuhan anak-anaknya. Berpegang pada prinsip kebenaran firman Tuhan adalah penentu kesuksesan peran yang harus dimainkannya. --EML/www.renunganharian.net
* * *
& JPA VISION : "Mempersiapkan Bagi Tuhan Suatu Umat Yang Layak Bagi-Nya" ( LUKAS 1:17c )
"THE FUTURE IS NOW" (MASA DEPAN ADALAH SEKARANG) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar