RENUNGAN HARIAN
RENUNGAN
SENIN
Bacaan: PENGKHOTBAH
9:1-10
Bacaan Setahun: Bilangan 5-6
Nas: Nikmatilah hidup dengan isteri yang
kaukasihi seumur hidupmu ... karena itulah bahagianmu dalam hidup dan dalam
usaha yang engkau lakukan dengan jerih payah di bawah matahari. (Pengkhotbah
9:9)
Menikmati Hidup Bersama
Pasangan
Kondisi pandemi membuat
banyak orang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, termasuk dalam
menjalankan pekerjaan yang dikenal dengan work from home. Beraktivitas lebih
banyak di rumah bagi seorang yang sudah menikah berarti intensitas pertemuan
dengan pasangan akan jauh lebih sering. Kondisi ini disyukuri oleh sebagian
pasangan yang sudah lama berharap dapat lebih banyak bersama pasangan. Namun,
sebagian pasangan justu merasa kurang nyaman karena harus berada lebih lama di
rumah, karena relasi yang selama ini kurang terjalin dengan baik.
Ketika mencermati
kehidupan manusia, Pengkhotbah tak luput menyoroti kehidupan pernikahan, lalu
memberi nasihat: "Nikmatilah hidup bersama istri yang kaukasihi seumur
hidupmu." Kata "kasih" menjadi kunci dalam nasihat tersebut.
Sungguh mustahil rasanya ada pasangan yang dapat menikmati kebersamaan tanpa
ada kasih yang terjalin di antara mereka. Nasihat agar menikmati relasi dalam
kasih ini pun diyakini oleh Pengkhotbah dapat terjalin seumur hidup, sebagai
paket kebahagiaan hidup yang Allah karuniakan dalam usia manusia yang terbatas
itu.
Tentu bukanlah perkara
mudah menjalani hidup saling mengasihi seumur hidup. Terlebih bila kita
mengingat bahwa di dalam kasih ada kesabaran, kemurahan hati, tidak boleh
cemburu, dan lain sebagainya (1Kor. 13:4-7). Namun, firman Tuhan juga
menegaskan bahwa kasih tidak berkesudahan (1Kor. 13:8). Suatu penegasan yang
sungguh memberi harapan bagi mereka yang ingin menikmati kehidupan dalam kasih
bersama pasangan, sampai maut memisahkan. --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
KEHIDUPAN PERNIKAHAN YANG DIJALANI
DENGAN SALING MENGASIHI AKAN TERASA NIKMAT.
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: GALATIA
4:8-16
Bacaan Setahun: Bilangan 7
Nas: Apakah dengan mengatakan kebenaran
kepadamu aku telah menjadi musuhmu? (Galatia 4:16)
Cubitan Cinta
Semula, jemaat Galatia
hidup setia di jalan Tuhan (ay. 13-15a). Namun kemudian, mereka banyak
membelakangi Tuhan (ay. 9-11). Dengan penuh kasih, Rasul Paulus mengingatkan
mereka agar kembali ke jalan Tuhan. Tetapi, koreksi penuh cinta itu disambut
negatif. Jemaat Galatia justru menganggap koreksi itu sebagai sikap permusuhan
terhadap mereka. Rupanya, apa pun perbuatan mereka, mereka hanya mau menerima
persetujuan dan sanjungan. Betapa pun jauh mereka tersesat, mereka tidak
bersedia menerima koreksi. Dengan prihatin, Rasul Paulus bertanya, "Apakah
dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?" (ay. 16).
Sebuah pepatah Sisilia
mengatakan, "Only your real friend will tell you when your face is
dirty." Hanya sahabat sejati yang akan mengatakan kepadamu ketika wajahmu
kotor. Hanya orang yang peduli dan menginginkan kebaikan kitalah yang akan
jujur dan penuh kasih memberikan koreksi pada kita. Orang yang membiarkan kita
bergelimang dalam dosa adalah orang yang tidak mengasihi kita. Orang yang tahu
wajah kita kotor tetapi mengatakan wajah kita bersih adalah orang yang tidak
jujur, tidak mengasihi kita, dan bukan seorang sahabat.
Jujur dan penuh kasih
adalah sikap seorang sahabat. Koreksi yang jujur dan penuh kasih adalah cubitan
cinta seorang sahabat. Orang yang tidak jujur dan tidak mengasihi tidak siap
menjadi sahabat. Dan, orang yang hanya mau mendengar persetujuan atau
sanjungan, tetapi menolak cubitan cinta seorang sahabat, adalah orang yang
tidak menginginkan persahabatan. --EE/www.renunganharian.net
* * *
KOREKSI JUJUR YANG DIBERIKAN DENGAN PENUH KASIH
ADALAH CUBITAN CINTA SEORANG SAHABAT.
* * *
RENUNGAN
RABU
Bacaan: 1
SAMUEL 3
Bacaan Setahun: Bilangan 8-9
Nas: Lalu Samuel memberitahukan semuanya
itu kepadanya dengan tidak menyembunyikan sesuatu pun. (1 Samuel 3:18)
Ketika Mulut Seolah
Terkatup
Pernah suatu kali saya
mencoba memasukkan adik teman saya ke suatu pekerjaan. Setelah melakukan
wawancara, si bos memberitahu saya kalau ia tidak diterima. Beliau kemudian
meminta saya menyampaikan keputusan ini kepadanya. Namun, karena merasa tidak
enak, saya hanya diam saja. Saya berpikir, "Kalau ia tidak dihubungi
kembali, tentulah ia sudah tahu kalau ia tidak diterima."
Tidak dapat dipungkiri
bahwa ada saat di mana kita harus menyampaikan kabar buruk kepada seseorang,
entah itu kabar kecelakaan, kegagalan, kehilangan, atau kematian. Menyampaikan
kabar buruk memang bukan perkara mudah. Ada perasaan tidak tega, badan menjadi
kaku, dan mulut seolah terkatup tidak mampu mengutarakan apa-apa. Hal
demikianlah yang juga dirasakan Samuel kecil tatkala Tuhan memberitahukan
kepadanya mengenai hukuman yang hendak ditimpakan-Nya ke keluarga imam Eli.
Sekiranya mungkin, Samuel ingin menyembunyikan rapat-rapat perkara itu. Namun,
hal itu jelas tidak mungkin karena malam itu-karena kekeliruannya mengenali
suara Tuhan-imam Eli jadi tahu kalau Tuhan sudah memanggil dan menyampaikan
sesuatu kepada Samuel.
Ketika kita harus
menyampaikan kabar buruk kepada seseorang, jangan pernah berpikir kalau Tuhan
sedang menimpakan sebuah beban berat di pundak kita. Sebaliknya, pandanglah
diri kita sebagai orang-orang kepercayaan Tuhan yang mengemban misi untuk tidak
sekadar menyampaikan kabar buruk, melainkan menguatkan dan menghibur hati mereka.
Ya, sudah menjadi tugas kita untuk meyakinkan setiap orang bahwa bersama Tuhan,
pasti selalu ada harapan. --LIN/www.renunganharian.net
* * *
KETIKA KABAR BURUK DISAMPAIKAN DENGAN PENGHIBURAN DAN KEKUATAN,
HAL TERSEBUT AKAN MEMUNCULKAN IMAN DAN PENGHARAPAN.
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: MATIUS
5:13-16
Bacaan Setahun: Bilangan 10-11
Nas: "Demikianlah hendaknya
terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik
dan memuliakan Bapamu yang di surga." (Matius 5:16)
Tidak Melakukan Apa-Apa
Suatu kali saya
menelepon seorang teman. Sebelum mengutarakan maksud yang sesungguhnya saya pun
menanyakan, apakah saya mengganggunya. Ia menjawab, "Ah, tentu saja tidak.
Aku sedang tidak ngapa-ngapain kok!" Maksud dari kata "tidak ngapa-ngapain"
yang dikatakannya adalah bahwa ia sedang menghabiskan waktu dengan duduk santai
di teras rumah.
Duduk santai sering
dianggap sebagai sebuah kegiatan yang tidak penting. Karena itu sebagian orang
membahasakannya dengan sedang tidak melakukan apa-apa. Padahal, dengan duduk
pun kita dapat menyatakan kasih. Ketika kita duduk diam di ruang tunggu sebuah
rumah sakit untuk menemani seorang teman yang suami/istrinya sedang menjalani
operasi misalnya.
Menyatakan kasih tak
selalu harus dengan tindakan spektakuler, sarana yang mewah, modal besar,
perencanaan yang pelik, juga kemampuan merangkai nasihat dan kalimat
penghiburan yang alkitabiah. Adakalanya nasihat dan kalimat penghiburan malah
memperkeruh keadaan. Pada saat-saat tertentu seseorang yang sedang bergumul
hanya perlu ditemani atau didengarkan keluh kesahnya. Dengan meluangkan waktu
untuk menemani mereka di tengah kesendirian dan pergumulan, kehadiran kita
sudah sangat menolong. Karena itu sesungguhnya tidak ada orang yang tidak dapat
mengasihi. Tidak ada tindakan yang terlalu remeh untuk menyatakan kasih.
Seumpama lilin yang mampu menerangi ruangan meski hanya sebatang, sekecil apa
pun tindakan kasih akan memberi dampak. Bahkan memedulikan hal kecil melatih
kita untuk peduli pada hal yang lebih besar. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
TIDAK ADA KASIH YANG TERLALU REMEH UNTUK DILAKUKAN.
* * *
RENUNGAN
JUMAT
Bacaan: RUT
1:1-18
Bacaan Setahun: Bilangan 12-13
Nas: Tetapi kata Rut: "Janganlah
desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab
ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam,
di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allah (Rut
1:16)
Uji Kesetiaan
Setelah melahirkan anak
keempat, istri pak Suyatno tiba-tiba lumpuh total. Setiap hari pak Suyatno
membersihkan kotoran, memandikan, menyuapi, dan mengangkatnya kembali ke tempat
tidur. Sebelum berangkat bekerja, istrinya didudukkan di depan televisi supaya
ia tidak kesepian. Pak Suyatno selalu mengajak istrinya berbincang walaupun ia
tahu istrinya hanya bisa memandang tanpa sedikit pun menanggapi. Hal itu pun
sudah cukup membuat pak Suyatno senang. Dua puluh lima tahun pak Suyatno
menunjukkan kesetiaannya sambil membesarkan keempat anaknya. Tidak pernah
sedikit pun pak Suyatno mengeluh bahkan ia tidak mengizinkan ketika
anak-anaknya ingin menjaga ibunya.
Setia hanyalah sebuah
kata singkat, mudah diucapkan, namun tidak mudah membuktikannya. Seseorang
mungkin bisa berlaku setia ketika situasi begitu menyenangkan hatinya, tetapi
bagaimana jika situasi berubah menjadi begitu buruk? Apakah ia akan tetap setia?
Apakah kita setia kepada suami atau istri kita seperti janji yang pernah kita
ucapkan di hadapan Tuhan? Apakah kita setia kepada Tuhan seperti komitmen kita
mula-mula? Ketika situasi tidak menyenangkan, pada akhirnya kesetiaan itu akan
terbukti.
Naomi sudah sangat tua,
kehilangan segalanya, dan hidupnya begitu pahit. Itulah sebabnya ia meminta
Rut, menantunya itu pergi meninggalkannya. Tetapi Rut menolaknya. Rut tetap
konsisten dengan komitmennya untuk menemani, mengikuti, dan merawat mertuanya
itu sepahit apa pun situasinya. Apakah kita memegang erat komitmen kesetiaan
kita? --SYS/www.renunganharian.net
* * *
KESETIAAN KITA BELUMLAH TERUJI PADA SAAT SITUASI BERJALAN BAIK,
JUSTRU DI SAAT-SAAT TERBURUKLAH AKAN TERBUKTI
APAKAH KITA ADALAH ORANG YANG SETIA.
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: MATIUS
3:13-17
Bacaan Setahun: Bilangan 14-15
Nas: Lalu jawab Yesus kepadanya,
"Biarlah hal itu terjadi sekarang, karena demikianlah sepatutnya kita
menggenapkan seluruh kehendak Allah." (Matius 3:15)
Bapak Saja yang Bicara
Ibu itu mengadu kepada
pendeta dan meminta agar beliau menyampaikan nasihat tertentu kepada suaminya.
Dalam pandangan pendeta, nasihat yang diminta ibu itu wajar dan isinya pun
benar. Namun terdorong rasa penasaran pendeta bertanya, "Mengapa Ibu tidak
menyampaikannya sendiri?" Jawaban yang diterima pendeta berbunyi,
"Bapak saja, kalau saya yang berbicara dia tak akan mendengarkan, Pak
Pendeta."
Ketika Yesus datang
kepada Yohanes untuk minta dibaptiskan, sosok si pembaptis di sungai Yordan itu
menyampaikan keengganannya seraya bertanya, "Akulah yang perlu dibaptis
oleh-Mu, namun Engkau yang datang kepadaku?" (ay. 14). Sungguh menarik
jawaban Yesus. Dia tidak dipusingkan oleh siapa membaptiskan siapa, melainkan
mengutamakan hal kebenaran yang harus terjadi seturut kehendak
Allah-pembaptisan-Nya. Tatkala Yohanes terkecoh oleh hal "siapa",
Yesus tetap berkonsentrasi pada hal "apa". Itulah salah satu bukti
kerendahan hati yang mengawali kesediaan-Nya untuk dibaptis oleh Yohanes.
Sangat nyata, dalam
hidup ini manusia lebih banyak dipengaruhi oleh hal "siapa" ketimbang
"apa". Subjektif ketimbang objektif. Yang membuat telinga kita
mendengar bukan apa yang disampaikan, melainkan siapa yang mengatakannya. Tidak
heran, banyak keluh kesah tidak didengar walau isinya benar. Orang tebang pilih
serba memandang muka. Kita patut mewaspadai kecondongan diri untuk lebih
memandang siapa yang bicara, sementara materi yang diusungnya menjadi nomor
kesekian. Semoga kita tidak seperti itu-jika kita benar-benar pengikut Yesus.
* * *
UJIAN KERENDAHHATIAN ADA PADA KESEDIAAN KITA
UNTUK MENYAMBUT KEBENARAN-TAK PEDULI DATANGNYA DARI MANA.
* * *
"THE FUTURE IS NOW" (MASA DEPAN ADALAH SEKARANG) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
#KeluargaJPA #TuhanBekerja #JPABerdampak #JPAVision #TheFutureIsNow #GPdI #GPdIJPA#Praise #Renungan #InfoIbadah #multimediaJPA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar