RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Nehemia 1-3
Nas: "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu." (Yohanes 14:27)
Tidak Sebatang Kara
Rasa kesepian sangatlah menyiksa bagi yang sedang ataupun pernah mengalaminya. Ingin mencurahkan isi hati, namun tidak ada yang peduli. Butuh pertolongan, tetapi tidak seorang pun memahami maksud hati dan kebutuhan kita yang sesungguhnya. Kita seolah ditinggal sendirian. Bahkan hak kita sebagai manusia pun mungkin terabaikan. Sejumlah penelitian di negara maju beberapa tahun terakhir memperlihatkan kesepian sebagai gangguan yang melanda jutaan orang.
Yesus mengetahui arti kesepian yang murid-murid-Nya alami saat Dia tidak lagi hadir secara fisik di dunia ini. Pasti ada rasa ngeri dan seolah tidak terlindung ketika para murid kehilangan guru, pemimpin, sekaligus pembela dan pelindung mereka tidak berapa lama kemudian. Sebab itu, Yesus menenteramkan mereka dengan berjanji tidak akan meninggalkan mereka sebatang kara (ay. 18). Roh Kudus mengajar dan mengingatkan segala hal yang pernah Yesus katakan kepada mereka (ay. 26). Damai sejahtera yang Yesus karuniakan akan menyertai mereka (ay. 27) sekalipun mereka menghadapi berbagai ancaman dan mara bahaya.
Yang Yesus katakan kepada para murid berlaku juga bagi kita yang mengasihi-Nya (ay. 23). Adapun tanda kasih adalah taat pada firman-Nya. Dengan demikian, kita niscaya dipenuhi oleh damai sejahtera yang tak tergantikan oleh apa pun juga. Sebab Allah Tritunggal menyertai dan menjadi pembela kita. Sekalipun demikian, kita tetap dituntut untuk tidak gelisah dan gentar (ay. 27b). Kita diminta untuk percaya penuh akan janji dan firman-Nya. --HEM/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: 1 KORINTUS 6:12-20
Bacaan Setahun: Nehemia 4-6
Nas: Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh. (1 Korintus 6:13b)
Pesona Zaman
Korintus adalah kota metropolitan Yunani terkemuka pada zaman Paulus. Seperti banyak kota makmur masa kini, Korintus menjadi kota angkuh secara intelek, kaya secara materi, dan bejat secara moral. Segala macam dosa merajalela di kota ini di antaranya perbuatan cabul dan hawa nafsu. Orang-orang Korintus berpikir bahwa seperti hal hasrat untuk makan harus dipuaskan dengan makanan yang diinginkan, demikian pula dengan nafsu seksualitas harus dipuaskan dengan siapa pun yang diingini. Rupa-rupanya masih ada orang-orang percaya di Korintus menyukai dosa ini. Paulus yang menerima kabar tentang itu, memberikan penggembalaan.
Paulus menasihati bahwa tubuh bukanlah untuk percabulan. Tubuh diciptakan untuk kemuliaan Allah. Karena itu tubuh harus jadi alat kebenaran yang membawa kepada pengudusan dan kemuliaan. Kristuslah yang harus menjadi Tuhan atas tubuh.
Sejak semula hingga kini kuasa hawa nafsu tak pernah surut. Ia selalu menggoda dan merasuk setiap waktu. Manusia cenderung memilih sesuatu yang akan memuaskan hasratnya, lalu melupakan kehendak Allah. Manusia kecenderungannya berfokus pada kekayaan, kuasa, popularitas, penampilan yang menarik, dll.
Agar tak terjebak dalam pesona dunia hendaklah nasihat Paulus juga mengakar dalam hati kita. Hendaklah tubuh kita dipersembahkan kepada Allah sebagai persembahan yang hidup, yang kudus sebagai ibadah yang sejati. Hanya dengan demikian hawa nafsu akan ditaklukkan di bawah kuasa-Nya. --PRB/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: LUKAS 15:11-32
Bacaan Setahun: Nehemia 7-8
Nas: "Tetapi ia menjawab ayahnya: Lihatlah, telah bertahun-tahun aku melayani Bapa ... tetapi kepadaku belum pernah Bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku." (Lukas 15:29)
Narsisisme Rohani
Seorang pemuda hidup setia kepada Tuhan. Namun, ia berubah kecewa dan marah. Sambil menunjuk teman-temannya yang belum mengenal Tuhan atau belum bersungguh-sungguh di dalam Tuhan, ia berkata, "Mengapa mereka mendapat hal-hal yang lebih baik dariku?"
Sikap pemuda tersebut merupakan gejala narsisisme rohani. Yohan Candawasa dalam bukunya Merupa Hidup Dalam Rupa-Nya menuliskan: "Narsisisme rohani terjadi jika manusia dalam hubungannya dengan Allah menganggap bahwa mereka telah beribadah dengan tekun kepada Tuhan-membicarakan tentang Allah, mencari wajah Allah siang dan malam, berdoa kepada Allah, bermeditasi, mengabdi dan melayani Allah, ... tetapi kenyataannya bukan mengembalikan hak Allah, melainkan memakai Allah untuk menikmati diri sendiri." Seorang narsis rohani selalu mengaitkan segala yang sudah dilakukannya dengan upah. Gejala serupa dialami si anak sulung. Mengetahui bapanya menyembelih anak lembu tambun demi menyambut kepulangan sang adik yang baru memboroskan uang-sementara ia menganggap dirinya yang sudah setia bertahun-tahun bekerja belum pernah menerima upah-ia menjadi marah.
Narsisisme rohani merupakan kesalahpahaman makna ibadah, di mana manusia tidak lagi mengutamakan Allah, tetapi diri sendiri dan kepuasannya. Lagi pula, seorang narsis rohani tidak menyadari bahwa segala yang terbaik dari Allah adalah miliknya. Tuhan tidak menghendaki kita menjadi narsis rohani. Sebaliknya, Dia ingin diutamakan dan dirindukan anak-anak-Nya. Benar-benar menjadi rohani atau sekadar narsis rohani, manakah diri kita di hadapan Allah? --LIN/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: Kisah Para Rasul 7:51-60
Bacaan Setahun: Nehemia 9-10
Nas: Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Sesudah berkata demikian, ia pun meninggal. (Kisah Para Rasul 7:60)
Tak Gentar Meski Dianiaya
Laman BBC.com pernah memuat kisah saat kekristenan di Nagasaki bertumbuh pesat pada awal abad ke-17. Namun, penguasa menganggapnya sebagai ancaman, lalu mulai melarang penerapan kekristenan di seluruh Jepang, menghukum mati 26 misionaris, hingga memaksa mereka memilih antara meninggalkan iman atau disiksa karena menolak menyangkal Yesus. "Tujuan utama penyiksaan ini bukan untuk membunuh, tetapi guna mematahkan iman mereka, " ucap Profesor Simon Hull, ahli Katolik Jepang di Nagasaki Junshin Catholic University saat memberi komentar tentang peristiwa kelam itu.
Stefanus merupakan contoh martir yang patut diteladani. Ia tidak gentar menghadapi ancaman rajaman batu dari orang-orang yang membenci pengikut Kristus pada masa itu, karena kebenaran yang diyakininya. Sebelumnya, ia menyatakan pembelaan imannya di hadapan sidang Mahkamah Agama tanpa keraguan sedikit pun (ay. 1-50), bahkan menegur para pemuka agama yang disebutnya keras kepala, keras hati dan tuli, bahkan selalu menentang Roh Kudus (ay. 51). Imannya bahkan memampukan Stefanus untuk berseru agar Allah jangan menanggungkan dosa yang orang banyak perbuat terhadap dirinya.
Sebagai pengikut Kristus, Stefanus meyakini kebenaran yang tak dapat dirampas oleh apa pun, bahkan penganiayaan dan maut sekalipun tak menggentarkannya. Iman seperti inilah yang bekerja dalam diri para pengikut Kristus di Jepang, seperti ilustrasi di atas, yang Allah harapkan juga terlihat dalam kehidupan kita. Rindukah kita memiliki iman seperti ini? --GHJ/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: GALATIA 4:16-17
Bacaan Setahun: Nehemia 11-12
Nas: Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu? (Galatia 4:16)
Teguh Memegang Kejujuran
Kejujuran tentu adalah sebuah sikap yang sudah sepantasnya dilakukan dalam hidup kita. Tetapi banyak orang yang tidak menyukai kejujuran karena kejujuran sering kali justru menyakitkan hati. Hal ini karena kebenaran yang terungkap sering kali tidak sesuai dengan apa yang dipercaya, sehingga menimbulkan rasa sakit hati. Terlebih bila kejujuran itu diungkapkan dengan tujuan untuk menegur orang lain atas kesalahan yang mereka lakukan, maka bukan hanya akan menghasilkan sakit hati, tetapi juga dapat menghancurkan sebuah relasi pertemanan.
Kejujuran ini pulalah yang menjadi sikap Paulus ketika menegur dan mengingatkan jemaat di Galatia, karena mereka terhasut kepada ajaran yang menyesatkan. Paulus mengatakan bahwa ajaran sesat tersebut sesungguhnya tidak akan membawa keselamatan kepada mereka, tetapi hanya akan membelenggu mereka. Paulus menyadari, bahwa kejujurannya untuk mengungkapkan kebenaran tersebut dapat menghancurkan hubungannya dengan jemaat Galatia, bahkan dapat membuat mereka justru memusuhi Paulus. Tetapi Paulus teguh memegang kebenaran untuk tetap jujur kepada mereka, sekalipun risiko dari kejujurannya tersebut cukup berat. Hal tersebut dilakukannya supaya mereka sadar akan kesalahan mereka, sehingga mereka mau berbalik kembali kepada Kristus.
Keteguhan hati untuk tetap jujur dan mengungkapkan kebenaran seperti yang dilakukan oleh Paulus inilah yang patut kita teladani dan harus kita lakukan dalam hidup kita, sekalipun ada risiko yang harus ditanggung. Dengan senantiasa jujur terhadap sesuatu, kita mendapatkan kedamaian dalam hidup. --ZDP/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: KEJADIAN 3:1-19
Bacaan Setahun: Nehemia 13
Nas: Jadi, iman timbul dari apa yang didengar, dan apa yang didengar itu berasal dari pemberitaan tentang Kristus. (Roma 10:17)
Mengenyahkan Suara Penipuan
Seorang anak kecil menangis. "Aku bodoh, " katanya sambil menggenggam kertas hasil ujian Matematikanya yang mendapat nilai 20. Sang ibu kemudian menghampirinya dan sambil mengelus rambut anaknya beliau berkata, "Itu tidak benar. Kamu anak yang pandai. Hanya saja, kamu perlu lebih rajin belajar."
Di kehidupan ini, kita pun kerap mendengar suara-suara melemahkan seperti: "Kau bodoh, kau tidak berguna atau kau tidak punya masa depan." Suara-suara demikian dinamakan suara penipuan. Suara penipuan adalah suara selain firman Tuhan yang bertujuan menggantikan kebenaran dengan kebohongan. Suara penipuan berasal dari Iblis. Di taman Edenlah suara itu pertama diperdengarkan. Dalam wujud ular, Iblis menyuarakan penipuan kepada Hawa dengan mengatakan apabila ia memakan buah pohon di tengah-tengah taman, ia tidak mati, melainkan menjadi seperti Allah, tahu membedakan yang baik dan yang jahat. Begitu Hawa mengikuti suara si penipu, ia seketika terdorong jatuh ke dalam dosa.
Satu-satunya cara untuk mengenyahkan suara-suara penipuan adalah dengan membenamkan diri ke dalam suara firman. Sebagai contoh, ketika Iblis menyuarakan betapa berdosanya diri kita, kita menangkisnya dengan mengatakan bahwa oleh pengorbanan Kristus kita diampuni dan diterima kembali (Rm. 8:1-2). Begitu pula ketika Iblis menyuarakan kalau masa depan kita bakal suram, kita dapat mengatakan bahwa di dalam Tuhan selalu ada hari depan yang penuh harapan (Yer. 29:11). Firman Tuhan adalah satu-satunya standar kebenaran yang teruji. Jadi, mulai hari ini, jangan mau ditipu dan dibodoh-bodohi lagi! --LIN/www.renunganharian.net
* * *
& Mempersiapkan Bagi Tuhan Suatu Umat Yang Layak Bagi-Nya ( LUKAS 1:17c )
"THE FUTURE IS NOW" (MASA DEPAN ADALAH SEKARANG) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar