RENUNGAN HARIAN
Bacaan Setahun: Matius 13-14
Nas: "Aku telah memberitahukan kepadanya bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena pelanggaran yang telah diketahuinya, sebab anak-anaknya telah menista Allah dan ia tidak mencegah mereka." (1 Samuel 3:13)
Teladan
Membaca sekilas kisah Imam Eli, ia tampak baik. Ketika melihat Hana menangis tersedu-sedu, Imam Eli mengira dia mabuk, lalu menegurnya. Saat ia tahu penderitaan Hana, ia mendoakannya. Doanya didengar Allah. Tuhan pun membuka kandungan Hana sehingga dia mengandung. Ketika Hana menitipkan Samuel, anak hasil doanya, Samuel pun ia rawat dan dibesarkan olehnya. Kisah ini memberi kesan bahwa Imam Eli orang yang peduli dan baik pelayanannya.
Lalu apa yang membuat Tuhan begitu marah kepada Imam Eli dan bermaksud menghukumnya, juga keluarga hingga keturunannya? Mengapa hanya karena anak-anaknya berbuat jahat, Tuhan menghukumnya begitu keras? Bukankah anak-anak Imam Eli sudah dewasa saat itu? Tidakkah anak seharusnya memikul tanggung jawabnya sendiri? Apa kesalahan Imam Eli yang fatal yang membangkitkan murka Tuhan?
Jika kita membaca lebih saksama, anak-anak Imam Eli melakukan penistaan luar biasa terhadap Tuhan. Mereka merampas daging kurban yang terbaik yang seharusnya dipersembahkan buat Tuhan (1Sam. 2:13-16). Bahkan mereka juga tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani Tuhan (1Sam. 2:22). Imam Eli tidak mencegah anak-anaknya berbuat jahat. Yang lebih parah dari itu adalah bahwa ia pun turut menikmati hasil kejahatan dengan makan daging kurban yang seharusnya dipersembahkan kepada Tuhan (1Sam. 2:29).
Imam Eli adalah pemimpin Israel pada masa itu. Seharusnya ia mencontohkan perilaku yang dapat diteladani. Semoga kita menjadi teladan bagi keluarga dan orang lain agar nama Tuhan tidak dicela orang. --HEM/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SELASA
Bacaan: RATAPAN 3:21-39
Bacaan Setahun: Matius 15-17
Nas: TUHAN itu baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. (Ratapan 3:25)
Membentuk Karakter
Seorang ayah mengurung anaknya di dalam kamar karena si anak bermain tanpa mengenal waktu. Tentu saja perbuatan sang ayah membuat si anak merasa sedih, takut, dan marah. Namun, hal itu dilakukan sang ayah bukan karena rasa benci. Sang ayah ingin mendidik anaknya menjadi lebih baik.
Segala didikan yang berguna bagi kebaikan sering dipandang sebagai hal yang membosankan, melelahkan, bahkan menyakitkan. Tak terkecuali yang dirasakan oleh Nabi Yeremia. Yeremia mengalami kesusahan dan godaan yang tidak mudah. Namun, Yeremia memberikan kesaksian bahwa di kedalaman penderitaan, umat masih mengalami kelembutan belas kasih Allah dan kebenaran janji-Nya. Jika semula mereka sempat mengeluh karena menganggap Allah tidak mengasihi, akhirnya mereka mengakui rahmat Allah tak pernah habis. Kesetiaan-Nya besar. Mereka pun memilih Dia dan bergantung kepada-Nya. Mereka menyadari kebinasaan bagian-bagian di bumi dan kekekalan Allah. Karena itu, layaklah menjadikan Allah sebagai bagian untuk selama-lamanya.
Tuhan hadir dalam segala keadaan hidup umat-Nya. Namun, kehadiran-Nya tidak menjamin kita terbebas dari kesulitan hidup. Bukan berarti bahwa Tuhan senang melihat umat-Nya menderita. Tuhan izinkan pergumulan melanda karena manusia membutuhkan tekanan dalam kehidupan mereka. Sebab, penderitaan dan kesulitan hidup merupakan bagian yang sangat diperlukan guna membentuk karakter manusia. Karena itu, alih-alih mengeluh tanpa henti, lebih baik mengambil waktu berefleksi dan menjalani setiap proses dengan kuat hati. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN RABU
Bacaan: ULANGAN 6
Bacaan Setahun: Matius 18-19
Nas: Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya, ketika engkau duduk di rumahmu atau sedang dalam perjalanan, ketika engkau berbaring atau bangun. (Ulangan 6:7)
Warisan untuk Anak
Ayah saya bukan orang mampu sehingga beliau tidak mewariskan uang atau tanah untuk ketiga anaknya. Namun, saya bersyukur, Ayah mewariskan pendidikan terbaik untuk kami. Dengan segala keterbatasan keuangan, kami disekolahkan sampai universitas. Tujuannya agar kami memiliki hidup yang lebih baik darinya. Sekarang saat saya jadi ayah, saya ingin memberikan pendidikan terbaik kepada anak bukan hanya di bangku sekolah, tapi juga secara rohani. Tujuannya agar anak saya hidup dalam takut akan Tuhan sehingga segala kepintaran yang dia miliki dipakai untuk memuliakan Tuhan.
Kita berhak mewariskan pendidikan, rumah, tanah, uang, atau kendaraan kepada anak-anak kita, selama kita mampu. Namun, ada satu hal yang lebih penting dari itu semua, yaitu pendidikan karakter di dalam Tuhan. Tuhan menghendaki umat-Nya memikirkan apa yang mereka wariskan kepada anaknya. Tuhan mau kita menggunakan setiap kesempatan untuk membawa perintah-Nya ke dalam kehidupan anak sehari-hari. Kita harus mengajarkan kepada anak berulang-ulang, lewat pemikiran, perkataan, dan perbuatan kita. Anak tidak akan melupakan dan konsisten melakukan perintah-perintah Tuhan, kalau kita menjadi guru mereka dalam setiap kesempatan (ay. 7).
Warisan harta dunia bisa sewaktu-waktu hilang karena dicuri, bencana alam, atau untuk berfoya-foya. Warisan nilai-nilai tentang Tuhan tidak akan hilang dan selalu dilakukan anak saat kita mewariskannya sejak mereka kecil. Sudahkah saya berulang-ulang mengajar anak nilai-nilai tentang Tuhan? --RTG/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: KEJADIAN 31:43-55
Bacaan Setahun: Matius 20-21
Nas: "Timbunan batu dan tugu ini menjadi saksi bahwa aku tidak akan melewati timbunan batu ini untuk mendapatkan engkau, dan engkau pun tidak akan melewati timbunan batu dan tugu ini mendapatkan aku, dengan niat jahat." (Kejadian 31:52)
Memilih Jalan Damai
Menjalin sebuah hubungan dengan kerabat atau keluarga dekat dan tinggal serumah sangatlah rawan konflik. Sedikit saja masalah maka akibatnya bisa menimbulkan pertikaian hebat. Inilah yang dialami dalam keluarga Yakub. Pernikahannya dengan Lea dan Rahel rupanya menimbulkan beberapa masalah karena mereka tinggal serumah dengan Laban, mertua Yakub. Yakub tak lagi mampu menyembunyikan perasaan dan luka hatinya karena Laban yang beberapa kali menipunya dengan cara memanipulasi jumlah upah yang seharusnya diterimanya. Buntutnya, Yakub memutuskan untuk pergi membawa istri dan anak-anaknya serta ternaknya dari rumah Laban.
Tak tinggal diam, Laban dalam kemarahannya mengejar Yakub hingga bertemu di Pegunungan Gilead. Di tempat itulah, Yakub, yang terluka hatinya, dan Laban, yang merasa dirugikan, masing-masing mengungkapkan isi hatinya. Namun, di sinilah kita melihat bagaimana indahnya mereka menyelesaikan pertikaian itu. Bukan dengan kebencian dan kemarahan, tetapi dengan membuat sebuah perjanjian di hadapan Tuhan bahwa mereka tidak akan lagi saling menyakiti.
Persoalan antara mertua dan menantu bukan lagi sebuah rahasia umum. Dan nyatanya tidak mudah untuk menjaga sebuah hubungan baik dengan kerabat dekat. Namun, masalah itu bisa terselesaikan dengan indah ketika kita menjadikan kasih Tuhan sebagai dasar dalam membangun hubungan. Ketika kita menjadikan Tuhan menjadi dasar dalam hubungan kita maka jalan perdamaian adalah keputusan utama yang kita ambil untuk menyelesaikan setiap pertikaian yang terjadi. --SYS/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: ROMA 8:31-39
Bacaan Setahun: Matius 22-23
Nas: Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesengsaraan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? (Roma 8:35)
Kasih yang Aman
Ada berbagai bentuk keamanan, beberapa mampu kita beli. Ada keamanan karena rumah kita dikelilingi pagar dan kamera pengawas terpasang di beberapa sudut rumah. Kita merasa aman secara finansial karena punya tabungan sekian ratus juta di bank. Kita semua mencari rasa aman, tapi tidak selalu mendapatkannya. Di wilayah-wilayah yang dilanda perang atau ditimpa berbagai bencana, kebutuhan utama orang-orang adalah rasa aman.
Di dalam Kristus, kita adalah anggota keluarga-Nya. Kita menemukan rasa aman yang sangat kita butuhkan, baik saat hidup di dunia maupun saat kita meninggalkan dunia. Kristus bukan hanya telah mati, melainkan Dia telah bangkit dan duduk di sebelah kanan Allah (ay. 34). Kasih Allah kita temukan di dalam Kristus. Itulah sumber kasih terbesar dan teraman bagi kita. Tak ada seorang pun yang bisa mengambilnya dan tak ada yang bisa membatasi kasih Allah kepada kita. Kristus adalah Raja Damai (Yes. 9:5). Alasan terbesar Kristus memiliki gelar ini adalah karena rasa aman yang kita temukan waktu kita ada di dalam kasih-Nya. Ketakutan melumpuhkan kita, tapi saat kita merasa aman di dalam Kristus, kita mampu bergerak maju. Kita merasa aman karena Allah di pihak kita (ay. 31).
Apa hal-hal yang saat ini membuat kita takut? Apa yang membuat kita mencari sesuatu yang aman? Kita tidak perlu takut kepada segala sesuatu yang jahat karena Kristus telah mengalahkan dunia (Yoh. 16:33). Di dalam Kristus, kita mempunyai kasih yang aman. Kasih yang tidak bisa dipisahkan oleh kematian. --RTG/www.renunganharian.net
* * *
RENUNGAN SABTU
Bacaan: EFESUS 5:21-33
Bacaan Setahun: Matius 24-25
Nas: Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: Kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya. (Efesus 5:33)
Tak Ada Uang Abang Dibuang
Dalam sebuah reuni SMP seorang teman datang bersama anaknya. "Duh, lengket banget sama ayah, " komentar teman yang lain. "Mau sama siapa lagi?" sahut sang ayah. Rupanya, istrinya telah menikah dengan laki-laki lain. Hal itu berawal dari keputusannya mundur karena tidak ingin terlibat skandal korupsi di tempat kerjanya. Alih-alih mendukung, sang istri meninggalkannya dengan alasan suaminya tak lagi kaya.
Pernikahan Kristen menjadi gambaran relasi Tuhan dengan umat. Kasih suami kepada istri semestinya sama seperti kasih Kristus kepada jemaat. Suami bertanggung jawab memelihara dan merawat istri. Suami harus dapat menjalankan bagiannya sebagai pemimpin layaknya Kristus atas gereja: menunjukkan kasih dan pengorbanan diri. Sebaliknya, istri memiliki kewajiban layaknya jemaat harus taat dan tunduk kepada Kristus. Istri wajib tunduk kepada suami karena suami adalah kepala istri. Menghormati dan menaati suami merupakan perwujudan ketaatan pada kuasa Allah.
Malangnya, sebagian wanita mengukur tanggung jawab suami dari penghasilan mereka. Karena itu, ketundukan istri kepada suami tergantung pada besarnya uang yang diberikan. Tentu saja pandangan ini tidak tepat! Bukankah dasar pernikahan yang utama adalah kasih? Suami memang memiliki tanggung jawab mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, bukan berarti istri dapat menuntut sesuka hati. Apalagi dengan mudah meninggalkan suami ketika segala sesuatu tidak berjalan seperti kemauannya. Bukankah istri adalah penolong yang sepadan bagi suami? --EBL/www.renunganharian.net
* * *
MOTTO JPA : " ANDA BUKAN ORANG ASING, TETAPI KELUARGA KAMI DALAM TUHAN "
JPA VISION 2024 : " UNLIMITED LOVE " ( KASIH TANPA BATAS ) | Komunitas Warga GPdI JPA secara online! Anda bebas membicarakan semua tentang GPdI JPA, memberikan komentar, kesaksian, informasi, ataupun kiritikan untuk GPdI JPA agar lebih baik!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar