RENUNGAN HARIAN
RENUNGAN SENIN
Bacaan: KISAH PARA RASUL
27:1-26
Bacaan Setahun: Keluaran 35-37
Nas: Tetapi perwira itu lebih percaya kepada juru mudi dan
nakhoda daripada kepada perkataan Paulus. (Kisah Para Rasul 27:11)
Melebihi Sang Ahli
Untuk mendapat resep masakan lezat, kita pasti
memintanya dari seorang koki ahli, bukannya montir. Begitu pula ketika kita
sakit, kita tidak pergi ke kantor pengacara, melainkan ke rumah sakit. Seperti
itulah kira-kira gambaran mengapa sang perwira lebih mempercayai arahan juru
mudi dan nakhoda dibanding perkataan Paulus (ay. 9-11). Mungkin pikir perwira
itu: "Bagaimana seorang tahanan bisa lebih tahu dari para ahli
kapal?" Hasilnya, kapal mereka kemudian digoncang angin badai dan
terombang-ambing sekian lama di lautan (ay. 14-15)!
Satu informasi yang tidak diketahui atau mungkin
dilupakan oleh perwira itu adalah mengenai status Paulus yang bukan sebagai
tahanan biasa, melainkan tahanan oleh Injil Kristus. Sekalipun di dunia nyata
Paulus tidak mempunyai "ijazah" di bidang perkapalan dan kelautan, ia
ada bersama Allah Sang Mahatahu. Rupanya, Roh Allah sendiri berbicara kepada
Paulus dan memberitahukan kepadanya segala kejadian yang menimpa mereka di
depan, yang luput dari prediksi para ahli di tempat itu.
Pekerjaan Allah di dalam diri manusia tidak
dapat dibatasi oleh latar belakang pendidikan atau keahlian mereka. Faktanya,
apa yang bodoh bagi dunia, dapat dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang
berhikmat (1Kor. 1:27). Mengetahui kenyataan demikian, bukan berarti kita lalu
malas menuntut ilmu dan enggan mengembangkan kemampuan. Sebaliknya, yakinlah
bahwa Allah sanggup melakukan berbagai perkara luar biasa di dalam diri kita,
melebihi batas kemampuan dan keahlian kita. --LIN/www.renunganharian.net
Bacaan: HABAKUK
3
Bacaan Setahun: Keluaran 32-34
Nas: Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur
tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak
menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada
lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersora (Habakuk 3:17-18)
Falsafah Petani
Berbagi kepada tetangga adalah ciri khas petani
tradisional di daerah asal saya setiap kali mereka panen sesuatu (sayur, buah,
cabai, dll.). Supaya tetangga mencicipi katanya. Sekalipun hasil panen mereka
kurang baik (tidak balik modal) mereka tetap berbagi. Mereka juga tak pernah
berhenti berjuang. Sekalipun gagal panen, mereka selalu bersemangat memulai
masa tanam baru. Mereka selalu berpengharapan, bahkan ketika modal harus
didapatkan dengan menjual sebagian aset sekalipun.
Falsafah serupa dihidupi oleh Nabi Habakuk.
Meskipun pada masa itu keadilan muncul terbalik, Israel yang disebut-sebut
sebagai bangsa pilihan harus mengalami pembuangan di Babel, ditindas oleh orang
Kasdim, namun melalui doanya Habakuk menyatakan tekadnya untuk senantiasa
bersukacita di dalam Tuhan. Ia tetap percaya bahwa Allah akan tetap menjadi
Juru Selamat dan sumber kekuatan yang tak ada putusnya. Habakuk percaya pada
pengharapan akan datangnya pemulihan bagi orang yang hidup oleh iman kepada
Allah.
Iman sejati tidak akan pernah kehilangan asa.
Kesulitan hidup bukan alasan kita kehilangan sukacita. Saat kita ragu akan
keadilan dan kasih Allah, kita dapat bersikap seperti Habakuk yang mengingat
kembali tindakan Allah pada masa lalu, akan penyertaan dan pertolongan-Nya yang
diberikan tepat pada waktu-Nya. Habakuk merasakan kehadiran Allah mengubah
sejarah, bahkan membuatnya menyadari bahwa ia harus bergantung bukan pada
kondisi atau tanda-tanda yang tampak melainkan hanya kepada Allah yang mengatur
menurut kuasa kedaulatan-Nya. --EBL/www.renunganharian.net
* * *
ORANG BERIMAN TETAP BERPENGHARAPAN. SENANTIASA BERSUKACITA
MENANTIKAN PERTOLONGAN-NYA DI MASA KESUKARAN
Bacaan: FILIPI
3:2-16
Bacaan Setahun: Keluaran 29-31
Nas: ... dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak
mengandalkan hal-hal lahiriah. (Filipi 3:3)
Tidak Perlu CV
Sewaktu melamar pekerjaan, seseorang pasti
menyerahkan Curriculum Vitae (CV) ke perusahaan. CV tersebut berisi biodata
diri, latar belakang pendidikan, dan pengalaman pekerjaan. Bukan rahasia lagi
apabila perusahaan cenderung mempertimbangkan pelamar dengan latar pendidikan
yang baik dan pengalaman kerja yang mumpuni.
Beruntung, untuk bekerja di ladang Tuhan, kita
tidak perlu menyerahkan CV! Faktanya, Tuhan tidak ambil pusing terhadap setiap
kelemahan kita ataupun tertarik pada semua keunggulan kita! Hal-hal lahiriah
yang melekat dalam diri kita bukanlah tolok ukur yang dipakai Allah (ay. 3).
Menariknya, dibandingkan pengenalan akan Kristus, Paulus bahkan mengibaratkan
hal-hal lahiriah miliknya yang luar biasa di mata bangsanya, hanya sebagai
sampah (ay. 8)!
Seberapa buruk latar belakang masa lalu kita,
Tuhan tetap mampu mengubahkan dan lalu memakai kehidupan kita bagi
kemuliaan-Nya. Perhatikan bahwa Gideon yang awalnya pengecut diubahkan menjadi
pahlawan gagah perkasa. Musa yang sebelumnya terus menolak panggilan Tuhan
berubah menjadi pemimpin panutan. Dan lagi, Paulus yang memulai kariernya
sebagai penganiaya jemaat berakhir sebagai pemberita Injil yang radikal.
Apa yang terpenting bukan bagaimana kita memulai
masa lalu, tetapi bagaimana kita mengakhiri kehidupan ini. Tidak perlu berkecil
hati apabila kita memiliki latar belakang kehidupan yang buruk. Jangan pula
bermegah pada apa pun keunggulan diri. Inilah yang perlu kita lakukan:
"Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada
apa yang di hadapanku." --LIN/www.renunganharian.net
* * *
APA YANG TERPENTING BUKAN BAGAIMANA KITA MEMULAI
(MASA LALU KITA), TETAPI BAGAIMANA KITA MENGAKHIRI
RENUNGAN KAMIS
Bacaan: YESAYA
8:1-10
Bacaan Setahun: Keluaran 26-28
Nas: "Oleh karena bangsa ini telah menolak air
Syiloah yang mengalir lamban, dan telah tawar hati terhadap Rezin dan anak
Remalya." (Yesaya 8:6)
Menolak Air Syiloah
Ahas, raja Yehuda, merasa sangat takut. Raja
Aram dan raja Israel telah bersatu untuk memerangi Yerusalem. Dua kerajaan
besar lainnya, Mesir dan Asyur juga menjadi ancaman bagi Yehuda. Saat itulah
Nabi Yesaya menyampaikan firman Tuhan kepadanya, agar ia mengandalkan Tuhan.
Namun Ahas memilih untuk mengandalkan dirinya sendiri. Ia mengabaikan firman
Tuhan. Ia lebih memilih percaya kepada para berhalanya, bahkan mempersembahkan
anaknya sebagai korban dalam api. Ia pun mengikat perjanjian dengan raja Asyur.
Ia rela membayar upeti dan tunduk kepada Asyur, asalkan Yehuda diselamatkan
dari tangan raja Aram dan Israel (lih. 2Raj. 16).
Melalui Yesaya, Tuhan menggambarkan sikap Raja
Ahas itu sebagai tindakan menolak air Syiloah yang mengalir lamban. Syiloah
(namanya dalam bahasa Ibrani, dalam bahasa Yunani disebut "Siloam")
adalah kolam di Yerusalem yang menjadi sumber air suci yang digunakan untuk
berbagai upacara di Bait Allah. Sebaliknya, Ahas memilih air sungai Efrat yang
kuat dan besar, sebagai gambaran Asyur.
Ahas beranggapan bahwa hikmat dan kuasa manusia
lebih hebat dari kuasa Allah. Ia mengira Asyur akan menjadi penyelamatnya.
Padahal nantinya, Asyur sendiri menjadi ancaman baginya, serupa sungai besar
yang meluap dan menenggelamkan mereka (ay. 7-8). Ahas memilih mengandalkan
hikmat manusia, dan ia berakhir dengan kegagalan. Kiranya kita dapat memetik
pelajaran dari kesalahannya. --HT/www.renunganharian.net
* * *
SEKALIPUN HIKMAT MANUSIA TERLIHAT HEBAT DAN MEYAKINKAN,
NAMUN HANYA AKAN BERAKHIR PADA KEKACAUAN DAN KEGAGALAN
RENUNGAN JUMAT
Bacaan: LUKAS
18:9-14
Bacaan Setahun: Keluaran 23-25
Nas: "Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam
hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama
seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan
bukan juga seperti pemungut cukai ini." (Lukas 18:11)
Ah, Sempat-sempatnya!
Bunda Teresa pernah berkata, "Sehari yang
kita lalui tanpa berbuat baik kepada sesama adalah hari yang tak layak untuk
dihidupi." Ya, berbuat baik adalah salah satu kebajikan dan keluhuran yang
utama dalam hidup manusia. Semua agama mengajarkannya. Semua pendidik
menganjurkannya. Orang tua yang sehat menasihatkan kepada anak-anaknya. Bahkan
hati nurani kebanyakan orang membisikkan pesannya.
Sebenarnya kaum Farisi adalah orang-orang yang
tahu berbuat baik. Sangat tahu. Bahkan mereka melakukan kewajiban-kewajiban
agama dengan rajin. Masalahnya, mereka melakukan kebaikan itu sambil menikmati
kenyataan bahwa orang lain tidak melakukannya, atau, setidaknya, tidak
melakukannya sebaik (menurut anggapan) mereka. Itulah yang di mata Tuhan Yesus
merupakan kekeliruan besar!-sebagaimana tecermin dalam perumpamaan yang diceritakan-Nya.
Lihatlah, sementara menghadap Tuhan pun si Farisi ini masih sempat menengok ke
arah seorang pemungut cukai, lalu menonjolkan kebaikannya dibanding orang itu
(ay. 11). Ah, sempat-sempatnya!
Seorang teman pernah berkelakar begini,
"Orang pasti senang mendengar Anda berbuat baik, sepanjang itu tak
melebihi dirinya." Dunia ini memang aneh. Berbuat baik pun dijadikan ajang
pembuktian siapa yang lebih baik. Malahan ada yang berbuat baik dengan diiringi
nafsu untuk membuat orang lain tampak jelek. Padahal Tuhan tak pernah
memaksudkannya begitu. Berbuat baik yang sejati tak memerlukan pembenaran dari
keburukan orang lain. Berbuat baik, titik. Tuhan melihatnya. Sesama
merasakannya. --PAD/www.renunganharian.net
* * *
APALAH ARTINYA PERBUATAN BAIK APABILA DILAKUKAN
DENGAN MENERTAWAKAN KEBURUKAN SESAMA?
RENUNGAN SABTU
Bacaan: KEJADIAN
12:10-20
Bacaan Setahun: Keluaran 20-22
Nas: "Apabila orang Mesir melihat engkau, mereka akan
berkata: Itu isterinya. Jadi mereka akan membunuh aku dan membiarkan engkau
hidup." (Kejadian 12:12)
Gelisah karena Berkat
Pada suatu kebaktian di gereja, Bapak Pendeta
menunjukkan gambar seorang pria dengan tumpukan uang memenuhi kamarnya. Seorang
teman lalu mengatakan, "Betapa bahagianya pria itu!" Tidak disangka,
teman lain memberi pendapat yang sungguh berbeda. Ia berkata, "Pria itu
mungkin susah tidur karena memikirkan uangnya!"
Mendapat berkat, siapa tidak mau? Faktanya,
keberadaan berkat khususnya yang bersifat fisik atau materi, sering kali justru
menggelisahkan hati dan pikiran manusia! Mari perhatikan kisah Abram! Abram
mempunyai seorang istri cantik bernama Sarai. Amsal 18:22 menyebutkan istri
sebagai "sesuatu yang baik", dalam arti adalah berkat. Menariknya,
tercatat hati Abram pernah digelisahkan oleh "berkat" itu. Ketika
timbul kelaparan dan mereka mengungsi ke Mesir, keberadaan istrinya yang cantik
membuat Abram ketakutan dan terancam kematian. Itulah mengapa, Abram meminta
Sarai supaya mengaku sebagai saudaranya (ay. 11-13). Apabila Sarai mengatakan
dirinya saudara Abram, bukan tidak mungkin dirinya diambil orang lain sebagai
istri, termasuk Firaun. Hal ini tentu bertentangan dengan rencana Tuhan yang
hendak menjadikan Abram sebagai bangsa yang besar melalui Sarai. Beruntung,
Tuhan turun tangan menyelamatkan rumah tangga Abram (ay. 17).
Kehidupan beberapa orang dapat berubah tidak
tenang seketika dilimpahi oleh berkat. Hal tersebut terjadi karena mereka kini
lebih terfokus kepada berkat, bukan Sang Pemberi Berkat. Tidak perlu gelisah
apabila kita diberkati berlimpah-limpah. Sebaliknya, bersyukurlah kepada Tuhan
dan yakinlah bahwa berkat disediakan untuk kebahagiaan, bukannya kemalangan!
--LIN/www.renunganharian.net
* * *
KETIKA HATI KITA MULAI DIGELISAHKAN OLEH BERKAT, HAL ITU MERUPAKAN TANDA
BAHWA KITA PERLU LEBIH MENDEKATKAN DIRI PADA SANG PEMBERI BERKAT!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar